Mika dan Rehan adalah saudara sepupu.
mereka harus menjalani sebuah pernikahan karena desakan Kakek yang mana kondisinya semakin memburuk setiap hari.
penuh dengan konflik dan perselisihan.
Apakah mereka setuju dengan pernikahan itu? Akankah mereka kuat menghadapi pernikahan tanpa dasar cinta?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pe_na, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
21. Pelajaran Dari Rehan.
HAPPY READING..
***
Mika masih berusaha untuk bisa membuat bubur. karena kelak semua itu memang dibutuhkan. entah saat dirinya sakit atau mungkin Rehan yang sakit seperti sekarang.
Gadis itu kembali berkutat di dapur. mempraktikkan apa tang di intruksikan Karin tadi pagi.
"Aku benar-benar bisa mati menunggu masakan darimu..." keluh Rehan. tiba-tiba berjalan ke arah dapur dan duduk di kursi makan. menatap punggung Mika yang sedang berusaha membuat bubur.
"Jangan banyak protes.. toh kenapa kau kemari? tidur lagi sana..." protes Mika. seharusnya Rehan tidur saja seperti semula bukannya malah keluyuran apalagi sampai menjadi satpam seperti ini. bukankah pria itu masih sakit?
"Ambilkan air..." perintah Rehan.
Mika dengan telaten mengambil gelas dan hendak menuangkan air di gelas itu tapi tak jadi ketika Rehan kembali bersuara.
"Aku mau air dingin..." pinta pria itu.
"Tapi kau kan lagi sakit..." ucap Mika. seharusnya Rehan minum air biasa saja. bukan malah air dingin.
"Aku tidak terbiasa... aku mohon Mik, jangan mengajakku berdebat.. aku lagi sakit..." mohon Rehan. bahkan rasanya ia tak punya tenaga untuk meladeni perdebatan dengan gadis itu nanti.
Ck.. siapa juga yang mau berdebat dengannya.. batin Mika dan menuruti keinginan Rehan. menuangkan air dingin ke gelas dan menyerahkannya pada pria itu.
Rehan menenggak habis air dalam gelasnya. sedangkan Mika kembali sibuk dengan urusan masaknya.
Kali ini ia tak mau mengalami kegagalan. bubur yang ia buat harus berhasil dan biasa dimakan. karena sayang sekali bukan jika Mika kembali mengalami kegagalan?
ia juga lelah.
"Sesuai intruksi Karin memang seperti ini..." gumamnya. sedangkan Rehan masih terus mengamati punggung gadis itu.
"Harusnya takaran airnya seberapa sih?" tanya Mika. ia tak menakar Air untuk bubur tadi.
"Sekira-kira saja... yang penting bisa membuat nasi itu melunak.." jawab Rehan.
Rehan sudah terbiasa hidup sendiri di Luar negeri. jadi membuat bubur bukanlah hal yang sulit bagi nya.
pasti semua orang juga tau kan bagaimana perjuangan hidup seseorang di luar negeri tanpa orang tua?
"Kira-kira berapa?" tanya Mika lagi.
Astagaaa... Rehan menyentuh kepalanya. benar-benar sulit mengajari Mika. padahal membuat bubur adalah hal mudah bagi setiap orang.
"Rey..." panggil Mika.
"Setengah lengan lencang kanan," jawab Rehan ketus.
Mika membulatkan mata.
Apa dia bilang? memangnya lagi baris berbaris?
Hingga pada akhirnya Mika tak lagi menanyakan pendapat dari pria itu. Mika melakukan sesuai dengan instingnya saja. dan juga doa. karena semua hal memang harus seimbang antara tekad dan doa.
Hampir 30 menit lamanya.
Rehan kembali berulah. mata pria itu terus mencari kesempatan melihat masakan Mika. tapi jelas tak terlihat karena tertutup punggung gadis itu.
"Biarkan nasinya berubah lembek dan aduk terus..." ucap Rehan mengingatkan.
"Iya aku sudah tau..." jawab Mika masih terus mengaduk panci berisi bubur yang belum matang sama sekali. bahkan nasi itu belum berubah bentuk menjadi bubur yang sempurna.
"Jangan langsung beri banyak garam..." protes Rehan lagi. karena bubur yang keasinan akan terulang kembali. sungguh Rehan tak mau memakan bubur itu nanti.
"Iya iya.. bawel sekali sih..." jawab Mika kesal. sungguh Rehan yang berada di belakangnya itu sangat mengganggu konsentrasi. apalagi pria itu terus bersuara dan menyuarakan protesnya. seolah-olah Mika benar-benar tak bisa memasak kali ini.
"Awas, Hati-hati apinya... jangan sampai gosong..".
Mika memejamkan mata. ingin rasanya ia berteriak keras. mengumpat dan bilang kalau pria itu sebaiknya menutup mulutnya rapat-rapat. kesal sendiri mendengar Rehan terus saja protes.
Mika menghela nafasnya kasar. tenang Mika... tenang... jangan hiraukan dia.. anggap kalau dia tak ada disini dan fokuslah ada bubur mu..
Pada akhirnya, setelah menunggu cukup lama dan dengan sabar. Bubur di dalam panci itu sudah benar-benar matang.
Mika memastikan dengan mencicipi bubur itu. dan seutas senyum penuh kebanggan itu terlihat jelas mengukir bibirnya.
Tidak seperti bubur yang ia buat tadi. bubur kali ini terasa sempurna. tidak keasinan juga hambar. rasanya benar-benar pas di lidah.
dan tanpa menunggu lama, Mika memindahkannya pada mangkuk dan langsung menyajikannya ke hadapan Rehan.
"Makanlah.. Hati-hati panas..." ucap Mika sambil tersenyum bangga akan masakan buatannya. walaupun hanya bubur, tapi ini adalah sebuah prestasi yang patut untuk di banggakan. apalagi di buat oleh gadis amatiran seperti Mika.
"Kenapa kau tersenyum seperti itu?" protes Rehan curiga. "Kau tidak menambahkan racun disini kan?".
Mika langsung berkacak pinggang. "Ya! kenapa juga aku berniat membunuhmu? kalaupun aku ingin kau mati seharusnya sudah ku lakukan sejak semalam..." ucap Mika dengan perasaan berkobar-kobar. Iat baiknya justru mendapat respon buruk dari pria itu.
Tau begini kucekik saja semalam... batin Mika bicara.
"Hahaha... jangan marah begitu dong..." Rehan tersenyum sambil mengaduk bubur di hadapannya.
Tapi Mika masih saja menampakkan wajah kesal. tak beranjak pergi sebelum memastikan Rehan memakan bubur itu.
"Yakin tak ada apa disini kan?" goda pria itu lagi. mungkin memang sengaja ingin melihat tanduk Mika keluar.
Rehan meniup bubur itu dengan hati-hati. dan sesuap bubur masuk ke dalam mulutnya.
Mika menunggu reaksi pria itu. berharap usahanya tak akan sia-sia dan Rehan menerima masakan buatannya.
"Lumayan enak..." ucap pria itu.
Kepala Mika bertambah besar rasanya mendengar ucapan Rehan barusan. sungguh ia tak butuh apapun, hanya ingin merasa dihargai atas usahanya membuat bubur.
"Kau tidak makan?" gumam Rehan.
"Hm,". jawab Mika.
Gadis itu berjalan menuju ke kompor. mengambil sesuatu entah apa dan memindahkannya ke atas piring. lalu berjalan dan duduk di kursi yang berseberangan dengan kursi Rehan. bukan hanya Rehan saja, Mika pun merasa lapar sejak tadi. bahkan cacing di perutnya juga memberontak ingin diberi makan. dan sekaranglah waktunya.
Tapi hal itu tak membuat Mika bisa bernafas lega. nyatanya ia harus meladeni Rehan yang terus-terusan mengganggu dirinya.
"Apa yang kau makan?" tanya Rehan penasaran. menajamkan matanya dan terus melihat ke arah piring Mika.
"Kenapa kau tidak kakan bubur buatanmu?" protes pria itu lagi.
"Kenapa juga aku makan makanan orang sakit?" jawab Mika.
tidak ada alasan yang mengharuskan Mika makan bubur seperti yang dimakan Rehan. karena gadis itu sehat-sehat saja.
"Tapi bubur ini kan kau yang buat?" protes Rehan lagi.
Mika hanya menaikkan kedua bahunya tak peduli. dan terus menikmati masakan buatan Mama yang tersimpan di lemari pendingin dengan aman.
"Mika... minta sedikit..." ucap Regan penuh mohon. karena yang dimakan gadis di depannya itu sangat menggoda selera. Apalagi baunya, Rehan benar-benar ingin ikut merasakan masakan itu.
"Jangan berisik.. habiskan saja buburmu..." perintah Mika dan sengaja memperlamnat suapannya untuk membuat Rehan semakin tergoda.
"Bawa sini...". Rehan menarik paksa piring milik Mika.
"Hei! itu milikku.." protesnya.
Sedangkan Rehan tak peduli. ia langsung menyendok isi Piring Mika dengan sesuka hati. tak peduli kalau Mika akan marah nanti.
"Hm.. pasti buatan Mama kan?". Entah kenapa Rehan hafal siapa pembuat masakan kali ini. pasti Mama Reta yang membuatnya karena rasanya benar-benar enak.
"Rey! kembalikan..." teriak Mika.
"Ambil saja kalau bisa.." tantang pria itu.
Dan keributan terjadi lagi di ruang makan.
sudah bisa ditebak kalau hal itu akan terus terulang. satu hal yang membuat rumah mereka menjadi sepi, saat salah satu dari mereka ada yang sakit.
benar... rumah akan terlihat hening dari keributan itu.
"Reyy!".
***