"Jadilah kuat untuk segala hal yang membuat mu patah."
_Zia
"Aku mencintai segala kekurangan mu, kecuali kepergian mu."
_Darren
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon @nyamm_113, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CEREWET
...RINTIK HUJAN
...
Zia tersenyum cerah saat mendapati gerbang rumahnya terbuka dan menampilkan mobil Darren, saat sedang asik membereskan teras rumahnya. Zia melihat tiba-tiba saja mobil suaminya masuk.
Zia menghampiri mobil yang sudah terparkir rapih di garasi itu, dengan raut yang senang Zia menyambut suaminya dengan senyum bahagiannya.
“Mas Darren.” Ujar Zia.
Mencium punggung tangan suaminya, dibalas oleh Darren dengan senyum tipis dan usapan lebut di ubun-ubun kepala Zia.
“Bukannya mas Darren pulang besok yah? Urusannya udah selesai?” Cecar Zia.
Darren menatap Zia dengan tatapan rindu dan sedikit bersalah.
“Iya, urusannya sudah selesai.” Jawab Darren. Mengusap pelan jidat Zia dengan ibu jarinya, sepertinya istrinya ini sangat semangat membereskan rumah sampai berkeringat.
“Alhamdulillah mas.” Ucap Zia. Kembali tersenyum.
Darren merasakan rasa lelah mengemudi lenyap saat disambut suara lembut istrinya dan senyum manisnya, rasa bersalah tiba-tiba muncul di hatinya.
“Masuk.” Ujar Darren. Menenteng paper beg ditangannya, itu oleh-oleh yang dibelikan untuk Zia.
“Ayok mas, mas Darren udah makan siang? Kalau belum biar aku siapin.” Tutur Zia. Menatap tangan kanannya yang digenggam oleh tangan besar milik Darren, sangat pas.
“Tidak usah, saya sudah makan siang.” Jawab Darren. Melepaskan setelan jasnya.
“Sini mas, biar aku simpan.” Zia mengambil alih setelan jas suaminya.
Darren duduk di sofa ruang tamu, sedangkan Zia juga ikut duduk disebelahnya. Zia terlihat memandangi wajah kusut suaminya.
“Mas Darren capek yah? Mau aku pijitin ngak?” Tawar Zia.
Darren menatap Zia yang tak pernah melunturkan senyum cerah itu, dirinya merasa heran. “Boleh.”
“Mas duduk dibawah, biar aku bisa leluasa pijitin.” Titah Zia.
Darren tak banyak tannya, langsung menjalankan ucapan Zia. Duduk dilantai beralaskan karpet dan Zia duduk di sofa.
“Bismillah.” Zia perlahan memijit punggung Darren dengan pelan.
Darren menikmatinya, menutup matanya dan merasakan sentuhan jari-jari istrinya yang lembut. Rasa lelahnya benar-benar hilang.
“Enak mas?” Tanya Zia. Tersenyum menatap dari atas suaminya.
“Hm.” Ujar Darren. “Kepala saya saja yang dipijit.” Lanjutnya. Lalu memindahkan tangan Zia ke atas kepalanya.
“Baik mas.”
Zia menyentuh rambut hitam dan lebat suaminya, rambut kepala Darren sangat halus dan tebal. Sepertinya Zia sangat menyukai rambut kepala suaminya ini.
“Lebih keras lagi Zia.”
“Ok.”
Entah sejak kapan kedekatan itu? Mereka terlihat semakin dekat, dan Darren juga mulai terbiasa dengan Zia. Apakah Darren mulai terbiasa dengan kehadiran Zia dikehidupannya?
Manusia itu seperti buku, ada yang menipu kita dengan covernya dan ada yang membuat kita kagum dengan isinya. Hidup ini kadang serba salah, terlalu jujur kita ditipu dan terlalu baik juga kita bisa dipermainkan.
Mungkin itulah yang saat ini dialami oleh Zia.
***
Setelah makan malam bersama, pasangan halal itu kini berada dalam kamar milik Zia. Darren datang kekamar Zia untuk memberikan paper beg yang dia bawah dari Bandung, khusus untuk Zia.
“Ma Sya Allah, cantik banget mas.” Ucap Zia. Menatap suaminya dengan raut wajah senang.
Darren ikut tersenyum, walau senyum itu sangat tipis. Bukankah itu sudah lebih baik?
“Suka?” Tanyanya. Duduk di sisi tempat tidur Zia.
Zia mengangguk cepat. “Iya, suka banget mas! Makasih yah.” Jawabnya dengan tulus.
“Sama-sama.”
Darren membelikan Zia enam buah jilbab yang selalu ingin Zia beli namun belum tercapai, serta tiga abaya yang menjadi favorit Zia.
“Tapi mas, ini ngak banyak amat yah? Pasti juga mahal-mahalkan?” Tanya Zia. Dilihat dari mereknya saja sudah pasti ini mahal, apalagi ini keluaran terbaru.
Darren menatap tak percaya Zia, istrinya ini lupa atau bagaimana? Jelas-jelas suaminya seorang sultan, jilbab dan abaya itu taka da apa-apanya.
Darren menyentil jidat Zia. “Poroti saja suami mu ini.”
Zia mengeluh. “Awsss! Iss mas Darren!” mengusap-usap jidat yang baru saja disentil oleh suaminya. “Ngak boleh sombong mas.”
Darren mengangkat bahu acuh, lalu membaringkan tubuhnya. Memperbaiki posisinya agar nyaman, dia menyukai aroma ruangan ini.
“Saya tidak masalah Zia.” Ujar Darren. Menatap Zia yang juga ikut menatapnya. “Kenapa?”
“Mas Darren ngapain? Mau tidur disini?” Tanya Zia sedikit ragu.
“Loh? Memangnya kenapa? Ngak boleh?” Tanya balik Darren. Menarik selimut sampai sebatas dadanya.
Zia merasa aneh dengan perubahan sikap suaminya, secepat itukah?
“Mmm bo-leh kok mas.” Jawab Zia. Bangkit, lalu menyimpan barang yang baru saja diberikan oleh suaminya.
Darren menatap setiap gerak gerik Zia, mulai dari Zia yang menyimpan barang yang dia belikan lalu Zia mengambil piyama tidur. Kemudian masuk kedalam kamar mandi, selang beberapa menit Zia keluar dengan wajah yang lebih cerah.
Zia menatap bigung Darren. Apakah suaminya ini benar-benar tidur dikamarnya? Lalu mereka tidur seranjang lagi? Zia tentu senang, tapi dia juga sedikit grogi dan panic.
“Tidak tidur?” Celetuk Darren. Dia malas beranjak dari kasur empuk ini, dan dia betah dengan aroma wangi kamar Zia. Membuatnya tenang.
Zia mendekat. “Mas Darren benar mau tidur disini?” Tanyanya sekali lagi.
Darren tak menjawab, menggapai lengan Zia lalu menariknya untuk berbaring disebelahnya dengan lengannya yang dijatikan bantal oleh Zia. Satu tangan Darren yang menganggur memeluk pinggang ramping istrinya, mendekapnya dengan erat.
Zia tentu terkejut dengan tindakan tiba-tiba Darren, membuatnya gugup. Ya Allah, jantung aku rasanya mau copot batin Zia.
“Mas.”
“Tidar lah Zia.”
Darren mengusap-usap kepala yang masih dibaluti hijab itu dengan pelan, sesekali menepuk-nepuk pundak Zia.
Zia nyaman, sangat nyaman berada didekapan suaminya. Rasa hangat dan merasa aman dalam dekapan suaminya, menenggelamkan wajahnya didada bidang suaminya dan menutup rapat matanya.
Selang beberapa menit, zia tertidur pulas. Darren tentu merasakan nafas Zia yang teratr pertanda jika istrinya ini sudah tertidur menyelami alam mimpinya.
“Cantik.”
“Selamat tidur.”
***
“Terus lo mau-mau ajah gitu balikan lagi?”
“Jelas! Siapa yang nolak uang yang datang sendirinya? Gue jelas ngak nolak.”
“Hahah! Lo emang penjilat yang handal, renca lo?”
“Gue bakalan singkirin siapapun yang halangin gue, termasuk istrinya sendiri. Gue udah ada renca, jadi tinggal main ajah.”
“Lo emang licik.”
“Yes it’s me.”
***
Zia menatap wajah damai suaminya saat terlelap, dia benar-benar seperti bayi yang tertidur pulas.
Zia tersenyum. “Aku mencintaimu, dan kaulah satu-satunya dalam hati ini mas.” Ucapnya dengan lirih.
Seperti malam-malam sebelumnya, disetiap sepertiga malam. Dimana semua orang terlelap dalam alam bawa sadarnya, sedangkan Zia lebih memilih bangun dan berkomunikasi dengan penciptanya melalu sholat sunah tahajjud.
Zia tak membangunkan suaminya, sebeb terlihat raut wajah Darren masih seperti kelelahan. Jadi Zia membiarkan Darren tertidur sampai masuk waktu subuh nanti.
Zia mengambil delapan rakaat saja, bukankah semampu kita? Setelah itu Zia dengan khusyuk berdo’a pada Allah Ta’ala.
“Ya Allah, aku tak punya apapun yang bisa kupersembahkan. Namun, kuharap engkau jatuh cinta pada salah satu kebaikanku walaupun itu kebanyakan yang ku punya adalah dosa.”
“Ya Allah, sibukkan lah aku dengan kebaikan hingga aku lupa akan kesedihan. Jauhkan aku dari rasa lelah hingga aku bersyukur atas keberkatan.”
“Aamiin.”
Itu bukan Zia, jelas itu dari arah belakang Zia. Zia berbalik lalu menatap pemilih suara itu.
“Loh mas Darren kapan bangun?” Tanya Zia. Mendekat pada Darren yang duduk ditepi tempat tidur dengan setengah nyawanya.
Zia tersenyum, mengusap pelan rambut suaminya yang acak-acakan yang semakin membuat Darren tampan berkali-kali lipat.
Darren nyaman dengan usapan itu. “Tadi, saat kau berdo’a.” Jawabnya. “Kenapa tidak membangunkan saya?” Lanjutnya.
“Maaf mas, aku ngak tega liat mas Darren pulas banget tidurnya. Jadi, aku ngak bangunin mas.” Jawab Zia. Masih setia mengusap rambut lebat Darren.
“Jam berapa sekarang?” Tanyanya.
“Hampir jam empat mas.” Jawab Zia.
Darren mengangguk, jika tidur kembali dia yakin pasti sulit untuk bangun sholat subuh. Jadi dia meminta Zia untuk mengajarinya banyak hal tentang sholat, salah satunya bagaimana seorang hamba bisa khusyuk saat menunaikan sholat tersebut.
di lanjut Thor,,, penasaran 🤔
moga Darren cepat menyadari nya🤔🤭🤲
lanjut Thor. ku ingin si Darren hancur,, udah menyia yia kan berlian
yakinlah Lo bakalan nyesel Darren,,,
bikin tuan arogan bertekuk lutut 💪👍🏻😍