Di Desa Fuyun yang terkubur salju, Ling Tian dikenal sebagai dua hal yakni badut desa yang tak pernah berhenti tertawa, dan "Anak Pembawa Sial" yang dibenci semua orang.
Tidak ada yang tahu bahwa di balik senyum konyol dan sikap acuh tak acuh itu, tersimpan jiwa yang lelah karena kesepian dan... garis darah monster purba yang paling ditakuti langit yakni Kunpeng.
Enam puluh ribu tahun lalu, Ras Kunpeng musnah demi menyegel Void Sovereign, entitas kelaparan yang memangsa realitas. Kini, segel itu retak. Langit mulai berdarah kembali, dan monster-monster dimensi merangkak keluar dari bayang-bayang sejarah.
Sebagai pewaris terakhir, Ling Tian dipaksa memilih. Terus bersembunyi di balik topeng humornya sementara dunia hancur, atau melepaskan "monster" di dalam dirinya untuk menelan segala ancaman.
Di jalan di mana menjadi pahlawan berarti harus menjadi pemangsa, Ling Tian akan menyadari satu hal yakni untuk menyelamatkan surga, dia mungkin harus memakan langit itu sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alvarizi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30: Hembusan Napas Asura
Sisa malam berlalu dengan lambat di perut Bahtera Roh "Awan Guntur".
Bagi Ling Tian, waktu seolah berjalan merangkak. Dia duduk bersila di sudut gelap palka, di antara tumpukan karung goni berisi persediaan makanan. Matanya terpejam, tapi keringat bercucuran deras dari dahinya seolah dia sedang duduk di dalam sauna.
Tangan kirinya mencengkeram lutut erat-erat, menahan getaran tubuhnya.
"Panas..." desis Ling Tian lewat celah giginya.
Energi merah dari 'Kargo Rahasia' yang dia hisap tadi ternyata bukan energi pasif. Itu adalah Darah Asura, sisa esensi dari ras iblis petarung kuno yang terkenal dengan amarahnya. Energi itu kini mengalir liar di dalam pembuluh darah Ling Tian, mencari pelampiasan.
Biasanya, Gerbang Energi Purba-nya akan melahap apa saja dengan mudah. Tapi kali ini, energi itu melawan. Ia berontak dan ingin membakarnya.
"Tahan, Bocah," suara Tuan Kun terdengar serius, tidak ada nada mengejek kali ini. "Darah Asura itu bersifat korosif terhadap mental. Dia memancing Bloodlust (Nafsu Membunuh). Kalau kau menyerah pada rasa panas itu, kau akan jadi gila dan mulai membantai semua orang di kapal ini."
"Aku tahu..." batin Ling Tian.
Di dalam pandangan mentalnya, dunia terlihat berwarna merah. Dia melihat pelayan bisu yang sedang mengepel lantai di ujung lorong. Ada dorongan kuat di kepalanya untuk melompat ke sana dan merobek tenggorokan pelayan itu hanya untuk melihat warna merah darahnya.
"Jangan dilawan dengan menekannya," instruksi Tuan Kun. "Asura adalah api. Kau tidak bisa memadamkan api dengan membungkusnya pakai kertas. Sebaiknya kau salurkan!"
"Salurkan ke mana?!"
"Ke tangan kananmu! Meridian di sana baru tersambung tapi masih lemah dan dingin. Gunakan api Asura itu untuk menempa ulang saluran energimu. Bakar kotorannya!"
Ling Tian menggertakkan gigi. Dia memusatkan pikiran, menggiring energi liar yang mengamuk di dadanya menuju bahu kanan, lalu memaksanya turun ke lengan kanannya yang masih diperban.
Srrrrt!
Rasanya seperti menuangkan timah cair ke dalam pembuluh darah.
"ARGH!" Ling Tian menahan teriakannya di tenggorokan.
Asap tipis mulai keluar dari balik perban tangan kanannya. Bau daging terbakar tercium samar. Tapi perlahan, rasa sakit yang menyengat itu berubah menjadi kebas, lalu menjadi hangat yang solid.
Satu jam berlalu dalam penyiksaan itu.
Akhirnya, napas Ling Tian kembali teratur. Cahaya merah di matanya meredup, kembali menjadi hitam pekat yang tenang.
Dia mengangkat tangan kanannya. Dia meremas kepalan tangannya perlahan.
Kuku-kukunya terasa gatal. Kulitnya yang baru tumbuh terasa lebih tebal, lebih kasar, dan... sedikit lebih panas dari suhu tubuh normal.
"Berhasil," kata Tuan Kun lega. "Kau baru saja melapisi meridian tangan kananmu dengan aura Asura. Sekarang tangan itu resisten terhadap racun panas. Dan pukulanmu akan punya efek 'bakar' alami."
Ling Tian menyeka keringat di wajahnya. Dia merasa sangat lapar.
"Asura sialan," umpat Ling Tian, mengambil dendeng kering dan mengunyahnya dengan buas. "Dia jadi membuatku ingin makan daging mentah."
Keesokan paginya.
Bahtera Roh memasuki wilayah udara yang berbeda. Langit biru cerah yang menaungi mereka kemarin telah hilang, digantikan oleh hamparan awan kelabu yang bergulung-gulung tebal seperti ombak lautan badai.
Mereka telah memasuki Dead Thunder Canyon.
Ini adalah jalur udara sempit yang diapit oleh dua pegunungan magnetik raksasa. Kompas tidak berfungsi di sini. Alat komunikasi jarak jauh terputus. Dan awan di sini mengandung pasir besi yang bisa mengganggu sensor spiritual.
Ling Tian naik ke geladak atas. Suasana di sana tegang.
Fang Yu berdiri di haluan kapal, tangannya memegang pagar pembatas. Matanya menatap awan tebal di depan dengan waspada. Lei Hao berdiri di sampingnya, bola listrik di tangannya berkedip-kedip tidak stabil karena gangguan magnetik.
Bahkan Jiang Wuqing dan Xueya juga sudah keluar dari kabin, berdiri siaga dengan senjata masing-masing.
"Ada apa?" tanya Ling Tian, berjalan mendekat sambil memakan apel hijau yang dia curi dari dapur.
Lei Hao menoleh, mendengus sinis. "Pelayan sepertimu tidak akan paham. Kita sedang memasuki 'Zona Buta'. Sensor kapal tidak bisa mendeteksi apa pun sejauh lima mil."
"Artinya?" Ling Tian menggigit apelnya. Krak.
"Artinya kalau ada yang menyerang, kita baru tahu saat pedang mereka sudah di leher kita," jawab Jiang Wuqing tenang, tangannya tidak lepas dari gagang pedang Autumn Water-nya.
Ling Tian mengunyah apelnya sambil melihat ke sekeliling.
Pandangan di depan matanya terlalu sepi. Bahkan suara angin pun terdengar aneh, seperti siulan hantu yang terjepit di celah batu.
"Tuan Kun?" panggil Ling Tian dalam hati.
"Sensor kapal ini memang sampah karena terganggu medan magnet," jawab Tuan Kun. "Tapi indraku tidak pakai magnet. Aku mencium bau..."
Tuan Kun terdiam sejenak.
"...bau mesiu. Dan bau binatang buas yang sangat banyak."
"Di mana?"
"Di bawah kita. Di dalam awan itu. Mereka bersembunyi dengan mematikan hawa keberadaan mereka."
Ling Tian berhenti mengunyah. Dia membuang sisa apelnya ke luar kapal. Apel itu jatuh menembus awan.
SRAAAT!
Tiba-tiba, apel itu hancur berkeping-keping di udara. Bukan karena angin, tapi karena sesuatu yang melesat cepat menyambarnya.
Sebuah bayangan hitam panjang berkelebat di balik awan.
"Kapten!" panggil Ling Tian, suaranya datar tapi keras.
Fang Yu menoleh dengan kesal. "Apa?! Jangan ganggu konsentrasi—"
"Di bawah," potong Ling Tian. "Arah jam enam. Naikkan perisai lambung bawah ke tingkat maksimal."
"Apa maksudmu? Sensor tidak menunjukkan apa-apa!" bentak Lei Hao. "Jangan sok tahu, Babu!"
"Ada sesuatu di bawah sana," kata Ling Tian dingin. "Terserah kau mau percaya atau tidak."
Belum sempat Lei Hao membalas, Bahtera Roh itu tiba-tiba berguncang hebat.
BLAAAAARRRR!
Sebuah ledakan terjadi di bagian bawah lambung kapal. Kayu Thunderwood yang keras itu berderit ngeri. Kapal miring tajam ke kiri.
Alarm formasi berbunyi nyaring. Wiuuu! Wiuuu!
"SERANGAN! SISI KIRI BAWAH!" teriak seorang murid pengendali kapal dari anjungan. "PERISAI JEBOL!"
Dari balik lautan awan di bawah mereka, munculah mimpi buruk itu. Bukan satu atau dua tapi ratusan.
Mereka adalah Iron-Scaled Sky Sharks. Monster udara sepanjang tiga meter dengan kulit setebal baju zirah dan deretan gigi gergaji yang bisa memakan logam.
Mereka melompat dari awan seperti ikan yang melompat dari air, menabrakkan tubuh mereka ke lambung kapal, menggigit kayu, merobek layar, dan menyerang formasi pelindung.
Tapi yang lebih mengerikan... di punggung setiap Hiu Langit itu, ada penunggangnya.
Yakni manusia.
Mereka mengenakan jubah merah darah yang compang-camping, wajah mereka tertutup topeng tengkorak burung. Di tangan mereka, ada tombak pengait berantai.
"Perampok Awan Merah!" teriak Xueya, wajahnya memucat. "Kenapa mereka ada di sini?! Ini rute rahasia Istana Shenxiao!"
Fang Yu mencabut pedang besarnya. "Formasi Bertahan! Jangan biarkan mereka naik ke geladak!"
Namun terlambat.
TAK! TAK! TAK!
Puluhan tombak pengait ditembakkan dari bawah, menancap di pagar geladak. Rantai-rantai besinya mulai menegang.
Para penunggang hiu itu melompat naik, mendarat di geladak dengan gerakan akrobatik yang terlatih. Aura mereka buas dan haus darah. Rata-rata Qi Condensation Tingkat 7 ke atas. Dan pemimpin mereka... auranya setara Fang Yu.
"Hahahaha!" Tawa gila terdengar dari salah satu perampok. "Panen besar! Kargo mahal dan... daging-daging muda yang segar!"
Ling Tian mundur selangkah, menyandarkan punggungnya ke tiang layar utama. Dia tidak mencabut pedang raksasanya. Dia hanya mengamati kekacauan itu dengan mata predator.
"Menarik," gumam Ling Tian. Tangan kanannya yang baru sembuh mulai terasa panas lagi, berdenyut merespons niat membunuh di sekitarnya.
"Perampok biasa tidak seorganisir ini," analisis Tuan Kun. "Lihat formasi mereka. Mereka memisahkan Fang Yu dari yang lain. Mereka mengincar sesuatu yang spesifik."
Ling Tian melirik ke arah pintu palka bawah tempat kargo rahasia itu berada.
"Tentu saja," batin Ling Tian.
Di tengah teriakan perang dan benturan logam, Ling Tian tersenyum tipis.
Perjalanan yang membosankan akhirnya selesai.
"Ayo, Tuan Kun. Waktunya bekerja."