Karena kesalahpahaman, Mavra dan Enrique berpisah cukup lama. Namun, dengan bantuan saudara kembarnya, Mavra berhasil mengatur skema untuk menjebak Enrique. Pada Akhirnya Enrique masuk dalam jebakan Mavra si putri mafia.
Bagaimana kisah mereka selanjutnya? Simak kisah mereka di sini
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon emmarisma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21. Jawaban Mavra
"Jadi kalian akan menikah?" tanya mommy Celine penasaran.
"Aku akan menunggu mommy Fia dulu. Dia sedang sibuk mengurus kakek Gerry di Indonesia. Setidaknya jika harus menikah, ada keluarga dari dua belah pihak," ujar Mavra. Dia lalu melihat ke arah Enrique dan bertanya, "Kau tidak keberatan 'kan?"
"Bagaimana aku bisa keberatan? Kau mau memaafkanku dan menikah denganku saja, aku sudah sangat bahagia," jawab Enrique.
Semua keluarga Mavra merasa lega. Drama percintaan yang penuh dengan intrik itu akhirnya selesai. Namun, di antara semua anggota keluarga Mavra hanya satu yang terlihat tidak rela melepaskan Mavra. Siapa lagi kalau bukan Damian.
"Ada apa, Dad?" tanya Marvel. Saudara kembar Mavra itu cukup peka melihat perubahan raut wajah ayahnya.
"Tidak ada apa-apa." Damian memalingkan wajahnya yang masam. Jangan sampai dia jadi korban bully putranya sendiri.
Celine yang melihat kelakuan suaminya hanya bisa tertawa sembari menutup mulutnya. Damian melirik istrinya dengan kesal.
"Tidak usah memasang wajah menyebalkan seperti itu. Kau tidak ingat dengan dirimu sendiri?" Benjamin memarahi menantunya karena memasang wajah masam. Celine dan yang lainnya tertawa.
Sial sekali, tidak dibully anakku, tapi malah dibully mertuaku.
Damian menggerutu dalam hati, apalagi istrinya juga ikut-ikutan menertawakan dirinya di depan calon menantunya. Hilang sudah wibawanya.
Enrique dan Mavra kembali ke apartemen. Mavra langsung masuk ke kamarnya, sedangkan Enrique langsung ke dapur untuk memasak. Keduanya tidak mengikuti makan malam di kediaman Jack, karena Mavra sempat mengeluh pusing.
Mavra masuk ke kamar mandi, sejak tadi kepalanya terasa berat. Entah karena apa, Mavra sendiri tidak tahu, Dia mengguyur kepalanya memakai shower berharap setelah ini sakit kepalanya akan hilang.
"Apa gara-gara aku berhenti merokok ya? Sudah beberapa hari aku tidak merokok." Celine bergumam di depan cermin. Gadis itu menyelesaikan mandinya. Mavra keluar dari kamarnya dalam keadaan rambut yang masih basah. Enrique segera mematikan kompornya dan mengambil pengering rambut, dia dengan telaten mengeringkan rambut Mavra sembari duduk di sofa.
"Masih pusing?"
"Hmm, sedikit."
"Perlu ku panggilkan dokter?"
"Tidak usah, mungkin aku hanya perlu beristirahat. Aku lelah."
"Baiklah jika begitu."
Enrique mematikan hairdryer setelah memastikan rambut Mavra kering seutuhnya. Dia bangkit dari duduknya dan pergi ke dapur. Mavra tersenyum lebar melihat betapa perhatiannya Enrique padanya. Beda sekali dengan dulu yang selalu cuek dan bersikap biasa-biasa saja.
Enrique kembali muncul dengan nampan di tangannya. Di atasnya ada sepiring spaghetti yang terlihat begitu menggiurkan dan segelas air hangat.
"Sebaiknya makan dulu, setelah itu baru beristirahat."
"Apa aku harus makan sendirian? Kau tidak makan?"
"Aku akan makan setelah ini. Aku akan menyuapimu."
"Aku bukan anak kecil lagi, berhentilah membuatku malu."
"Kenapa harus malu, hanya ada kita berdua di sini. Enrique menyenggol bahu Mavra hingga membuat Mavra mendelik kesal. Sedangkan Enrique yang biasanya kaku malah tersenyum tidak jelas.
"Berhenti menggodaku." Mavra mengambil piring spaghettinya dan menyuapkan sesendok besar spaghetti ke mulutnya.
Enrique memandangi wajah Mavra yang lahap memakan masakannya. Enrique menarik selembar tisue dan mengusap sudut bibir Mavra yang terkena saus. Wajah Mavra langsung memerah karena perlakuan Enrique.
"Coba sejak dulu begini, pasti sekarang kita sudah menjadi suami istri," ujar Mavra setengah menggerutu untuk menutupi malu.
"Sekarang saja menikah, bagaimana? Aku tidak mau membahas yang dulu. Biarlah itu jadi pelajaran untukku dan dirimu."
"Bisa aja jawabnya." Mavra kembali memasukkan sesendok besar gulungan Spaghetti kedalam mulutnya.
"Enak?" tanya Enrique.
"Biasa saja, tapi lumayan untuk mengganjal perut," jawab Mavra dengan mulut penuh.
"Ditelan dulu." Mavra menelan spagettinya dengan susah payah. Enrique segera menyodorkan air minum untuk Mavra karena tahu, Mavra kesulitan menelan spagettinya.
"Dikunyah perlahan."
"Kau tadi bilang padaku untuk menelan makananku."
"Ya, tapi kau harus mengunyah dulu sebelum menelannya bulat-bulat."
Merasa gemas, Enrique mencubit pipi Mavra, Mavra langsung menepis tangan Enrique dari pipinya.
"Sakit tahu."
"Maafkan aku, Mi amor. Kau terlalu menggemaskan untuk diabaikan."
...----------------...