Caca dan Kiano memutuskan untuk bercerai setelah satu tahun menikah, yaitu di hari kelulusan sekolah. Karena sejak pertama, pernikahan mereka terjadi karena perjodohan orang tua, tidak ada cinta di antara mereka. Bahkan satu tahun bersama tak mengubah segalanya.
Lalu bagaimana ceritanya jika Caca dinyatakan hamil setelah mereka bercerai? Bagaimana nasib Caca selanjutnya? Mampukah ia menjalani kehamilannya tanpa seorang suami? Dan bagaimana reaksi Kiano saat tahu mantan istrinya tengah mengandung anaknya? Akankah ia bertanggung jawab atau justru sebaliknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon desih nurani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 21
Regar berdeham kecil sebelum angkat bicara, bahkan ia sempat menatap para mahasiswa dengan tatapan intimidasinya. "Sebelumnya saya ingin memperkanlkan diri terlebih duhulu pada kalian semua. Tolong diingat nama saya baik-baik."
Caca menelan air liurnya saat mendengar nada intimidasi Regar. Ia tahu Regar bukanlah orang yang mudah dihadapi saat sedang marah. Apa lagi ia bisa melihat sendiri bagaimana Kiano dihajar habis padahal itu putranya sendiri. Dan kali ini calon cucunya yang mendapat cibiran. Entah apa yang akan terjadi setelah ini?
Caca sempat bertemu pandang dengan Kevin dan Tiara yang duduk dibarisan paling depan. Namun Caca lebih dulu memutus pandangan apa lagi Tiara memberikan tatapan tak suka yang begitu kental.
"Saya Regar Atmaja, investor di kampus ini." Mendengar nama itu sontak saja semua mahasiswa lama tampak kaget. Termasuk Tiara dan Kevin. Pasalnya semua orang tahu jika Regar Atmaja adalah satu-satunya investor terbesar di kampus mereka. Dan untuk yang pertama kalinya mereka melihat secara langsung orang terpandang itu.
Tiara menelan air liurnya sendiri seolah tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.
Mampus gue! Sial banget, kok bisa sih cewek sialan itu berhubungan sama investor kampus? Jangan bilang dia cewek simpenannya lagi. Dasar murahan. Batin Tiara masih berburuk sangka soal Caca.
"Sebagai investor lama di kampus ini, saya benar-benar kecewa setelah melihat berita tentang penghinaan terhadap menantu bahkan calon cucu saya." Imbuhnya dengan menekan kata dikalimat terakhirnya.
Deg!
Semua orang kaget bukan main soal pengakuan Regar barusan. Termasuk rektor dan juga dekan tentunya. Spontan semua orang pun langsung menatap Caca sambil berbisik-bisik.
"Gila! Dia menantu Tuan Regar ternyata, gue kira istrinya. Mampus deh kita semua yang udah kemakan berita palsu itu. Gimana dong?"
"Iya bener, beruntung banget dia jadi menantu konglomerat. Pantes dia gak ada takutnya ngelawan anggota BEM. Gak tahu deh nasib kita gimana selanjutnya."
"Wih, sumpah demi apa gue gak nyangka dia menantu investor kampus kita. Untung gue gak percaya soal berita hoax itu. Mampus deh yang nyebarin berita palsu itu. Paling juga langsung di depak dari kampus." Tanggapan demi tanggapan pun mulai terdengar hingga seisi ruangan.
Mendengar itu Tiara pun langsung pucat pasi. Pasalnya memang dirinya yang memegang kendali website kampus. Tentu saja ia takut dikeluarkan dari kampus itu karena untuk masuk ke sana kedua orang tuanya harus mengeluarkan uang yang lumayan banyak.
Regar menatap Rektor dan Dekan secara bergantian. "Saya juga kecewa karena dekan menolak untuk menemui menantu saya yang ingin memberikan keluhan. Sebagai pimpinan harusnya Anda sigap menangani masalah ini dan terbuka pada semua mahasiswa."
Pak Dekan pun langsung membungkuk dan meminta maaf. "Maaf, Pak. Saya gak tahu kalau gadis ini menantu Bapak."
"Oh, jadi Anda akan bersikap baik cuma karena dia menantu saya? Semisal dia orang biasa yang ingin melapor, begini sikap Anda? Di mana sumpah janji Anda untuk bersikap adil?" Sembur Regar dengan sorot tajamnya.
Dekan itu pun semakin terpojok dan merasa sangat malu. "Maafkan saya, Pak."
"Saya paling tidak suka orang-orang yang memandang rendah status orang lain. Apa lagi mereka mahasiswa, yang sedang berjuang menuntut ilmu. Harusnya mereka diberikan pelayanan terbaik."
"Maafkan kami, Pak. Kekacauan ini tidak akan terulang lagi." Imbuh Pak Rektor dengan keringat sebiji jagung yang terus bermunculan di pelipisnya. Posisinya saat ini tentu saja diambang jurang. Posisi Regar tentu saja bisa langsung mendepaknya dari sana sekarang juga.
Regar mengabaikan mereka dan kembali bicara. "Adakan meeting darurat, semua orang yang terlibat harus menerima sangsi masing-masing." Katanya seolah memberikan peringatakan pada siapa pun yang sudah mengusik menantu kesayangannya.
Setelah itu Regar pun membawa Caca pergi dari sana. Tentu saja suasana Aula pun mendadak heboh karena semua orang yang terlibat mulai ketakutan. Mereka takut akan dikeluarkan dari kampus ternama itu yang sudah mereka dapat dengan susah payah.
"Dad." Caca berusaha menahan Regar yang sepertinya sangat marah besar. "Caca gak papa, Dad. Tolong jangan diperpanjang ya?"
Regar pun menahan langkahnya, lalu berbalik dan menatap Caca tajam. Sontak Caca pun menunduk.
"Gimana Daddy mau diam, Ca? Mereka udah hina kamu dan Cucu Daddy."
Caca mendongak perlahan. "Tapi ini salah Caca, Dad. Caca yang sembunyiin semuanya, wajar kalau mereka salah paham. Jadi Caca mohon, jangan sampai ada yang dirugikan dalam kasus ini."
Regar mendengus sebal. "Kamu terlalu baik, Ca. Tapi Daddy gak bisa maafin mereka, keputusan Daddy udah bulat. Dekan dan mahasiswa gak bertanggung jawab itu harus nerima resikonya sendiri."
Caca kaget mendengarnya. "Tapi...."
"Daddy gak akan nerima protesan apa pun dari kamu, Ca. Apa yang Daddy lakukan ini demi kebaikan kampus, orang kayak mereka gak pantes ada di sini. Merekalah yang akan mencoreng nama baik kampus ini. Sepuluh tahun kampus ini dibawah naungan Daddy, gak pernah ada kasus sebesar ini. Dan lebih parahnya ini menyangkut masa depan kamu." Jelas Regar panjang lebar. Alhasil Caca pun tidak bisa berkata-kata lagi.
"Percaya sama Daddy, mulai detik ini gak akan ada yang berani ganggu kamu lagi." Imbuh Regar mengusap kepala Caca. "Anggap aja Daddy melindungi putri kesayangan Daddy."
Caca tersenyum. "Makasih, Dad. Caca gak tahu harus ngomong apa lagi? Kalau gak ada Daddy, mungkin besok dan seterusnya Caca gak akan datang lagi ke sini."
"Lanjutin dan kejar cita-cita kamu, Ca. Daddy akan selalu dukung dan ada dibelakang kamu." Caca mengangguk antusias. Lalu keduanya pun kembali melanjutkan perjalanan menuju ruang meeting.
Dan keputusan besar pun tak dapat dihindari lagi. Di mana Dekan diturunkan jabatannya dan dimutasi ke kampus yang lebih kecil. Sedangkan mahasiswa yang terlibat menyebarkan berita itu benar-benar dikeluarkan dari kampus sedangkan yang memberikan komentar pedas diberi skors selama satu semester. Itu artinya mereka tidak bisa lulus dalam waktu yang mereka harapkan.
Meski begitu, hukuman itu terbilang ringan. Bisa saja Regar melaporkan masalah ini pada pihak berwajib karena mereka sudah mencemarkan nama baik Ibu dari calon cucunya. Namun Regar masih memikirkan perasaan Caca, tidak ingin gadis itu merasa bersalah nantinya.
Tiara bersimpuh dikaki Caca setelah mendengar keputusan itu. "Maafin gue, Ca. Tolong jangan keluarin gue dari kampus ini. Dua tahun lagi gue lulus." Mohonnya. Lalu yang lain pun ikut bersimpuh di kakinya. Refleks Caca pun mundur.
"Ini bukan keputusan gue. Maaf gue gak bisa bantu." Sahut Caca hendak pergi.
"Ca, Nyokap gue harus kerja mati-matian buat biayain gue di sini. Gue mohon tolong bujuk mertua elo buat cabut keputusan itu." Sarkas Tiara.
Refleks Caca pun berhenti melangkah, lalu berbalik. "Harusnya lo mikir soal itu sebelum bertindak, Kak. Gue juga gak mau ini terjadi, tapi mertua gue bukan orang yang mudah dibujuk. Yang elo hina itu bukan cuma gue, tapi cucunya juga lo hina."
Tiara menangis histeris. "Maafin gue, Ca. Gue janji gak bakal lakuin itu lagi."
Caca menggeleng. "Maaf, gue gak bisa bantu. Harusnya elo minta maaf sama yang lain. Karena elo, mereka juga ikut terseret." Ditatapnya Kevin yang berdiri di antara mereka yang bersimpuh di lantai. Ya, pemuda itu juga ikut terseret dan diberi skors selama satu semester. Namun ia tak protes karena tahu itu memang kesalahannya.
"Sorry, gue gak bisa bantu." Setelah mengatakan itu Caca pun langsung meninggalkan tempat itu. Sontak mereka pun mulai menangis histeris karena masa depannya harus terputus ditengah jalan.
****
Sepulangnya dari kampus, Caca pun langsung ke restoran untuk bekerja. Dan berusaha melupakan masalah yang dialaminya di kampus.
Beruntung masalah itu cepat ditangani jadi Caca bisa kembali beraktifitas. Meski kini semua orang seolah menjaga jarak karena takut menyinggung Caca. Namun Caca tak mempermasalahkan soal itu, lagi pula ia tak berniat menjalin hubungan dengan siapa pun. Sejak dulu Caca memang lebih suka meyendiri. Karena itu ia tak memiliki teman dekat sampai detik ini.
Saat memasuki ruang karyawan, Caca melihat Kiano ada di sana. Sepertinya pemuda itu juga baru sampai karena masih memakai baju bebas. Namun, kening Caca mengerut saat melihat Kiano tengah memakan rujak.
Eh, jangan bilang dia ngidam? Tanpa sadar Caca mengelus perutnya.
Kiano yang baru sadar soal kehadiran Caca pun tampak kaget dan langsung menyembunyikan rujaknya. Lagian Kiano sendiri tidak mengerti kenapa siang ini ia sangat ingin makan rujak, padahal sebelumnya ia tak suka dengan makanan yang aneh-aneh.
Caca berdeham kecil lalu bergegas menaruh barangnya ke dalam loker dan beranjak ke ruang ganti. Sedangkan Kiano hanya menatap kepergiannya dengan tatapan yang sulit diartikan.
Di ruang ganti, Caca terlihat berpikir. "Masak iya dia ngidam? Bukanya hamil simpatik itu cuma terjadi sama pasangan yang saling cinta ya?" Gumamnya seraya berganti pakaian.
Lalu ditatap perut buncitnya dengan seksama. "Tapi... bagus juga dia rasain yang namanya ngidam. Biar tahu gimana rasanya pengen sesuatu yang kadang gak masuk akal. Jangan mau enaknya doang, harus adil dong." Caca tersenyum puas. Bahkan ia sampai lupa dengan kejadian yang menimpanya dikampus tadi.
Setelah beganti pakaian, Caca langsung pergi ke pantry untuk beres-beres. Ternyata Mona dan Indri sudah hadir di sana.
Keduanya tampak kaget karena Caca datang.
"Ca, kirain gak datang kerja. Aman kan?" Indri mendekati Caca.
Caca tersenyum ramah. "Aman kok, Mbak. Kemaren aku cuma kelamaan berdiri. Sekarang udah mendingan kok." Jelasnya.
"Ck, nekat banget kamu, Ca. Emang sebutuh itu ya sampe kamu harus maksa kerja?" Tanya Indri menatap Caca iba. Ia pikir Caca tengah mengalami kesulitan ekonomi. Tidak tahu saja jika uang yang Caca punya sekarang bisa membeli seisis restoran itu. Hanya saja Caca tak ingin menggunakannya karena itu uang pemberian keluarga Kiano. Bahkan maskawin yang Kiano berikan dulu pun masih tersimpan utuh.
Caca tersenyum kikuk. "Hehe, iya Mbak. Aku mau ngumpul duit buat lahiran. Kata orang biayanya mahal kan?"
"Iya sih. Tapi kan bisa pake bpjs. Udah buat belum?"
Caca menggeleng kecil.
"Ya ampun, Ca. Suruh suami kamu buat secepatnya, lumayan bisa bantu meringankan beban."
Caca cuma bisa tersenyum kikuk. "Iya deh, tar aku minta dibuatin." Sahutnya asal.
"Iya, secepatnya, Ca." Timpal Mona. Caca pun mengangguk lagi sambil tersenyum mesem.
tetap semangat ya kak upnya 💪💪💪
semoga terus berlanjut dan lancar hingga ending nya nanti 👍👍🤗🤗🤗