Rania terjebak dalam buayan Candra, sempat mengira tulus akan bertanggung jawab dengan menikahinya, tapi ternyata Rania bukan satu-satunya milik pria itu. Hal yang membuatnya kecewa adalah karena ternyata Candra sebelumnya sudah menikah, dan statusnya kini adalah istri kedua. Terjebak dalam hubungan yang rumit itu membuat Rania harus tetap kuat demi bayi di kandungannya. Tetapi jika Rania tahu alasan sebenarnya Candra menikahinya, apakah perempuan itu masih tetap akan bertahan? Lalu rahasia apakah itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon TK, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
21 Berusaha Bersikap Baik
Candra tadi ke kantor untuk mengecek sedikit pekerjaannya di sana, Ia akan mulai aktif kerja lagi besok. Sekitar pukul enam sorenya Candra memutuskan pulang, dari tadi terus memikirkan Rania di rumah.
"Makan malam sudah siap kan bi?" tanya Candra pada pelayan di rumahnya.
"Sudah Tuan."
"Apa Rania keluar kamar?"
"Maaf bibi tidak lihat dari tadi."
"Berarti dia belum makan malam ya?"
"Sepertinya belum Tuan, apa bibi siapkan?"
"Nanti saja, kita makan di sini."
Candra tidak ke kamarnya dulu, Ia akan mengecek Rania dulu di kamarnya. Untuk menjaga sopan santun Candra mengetuk pintunya beberapa kali, tapi setelah Ia panggil-panggil namanya namun tidak ada tanggapan membuat Candra bingung.
"Rania?" panggil Candra sambil membuka pintu kamar.
Matanya dengan jeli melihat ke dalam kamar itu, tapi tidak menemukan kehadirannya juga. Perlahan rasa panik hadir, Candra pun masuk untuk mengeceknya juga di kamar mandi, tapi sayangnya kosong.
"Astaga, kemana dia?" tanyanya.
Candra mencoba menghubungi nomor Rania, tapi ponselnya ditinggal di kamar tidak dibawa. Akhirnya Candra mencoba mencari perempuan itu dulu di rumahnya, setiap ruangan Ia datangi tapi sayangnya tidak ada juga. Tidak mungkin ke lantai dua juga, jadi terakhir Candra mencari di halaman belakang.
Nafas Candra sampai naik turun merasa lelah mencari Rania, tapi ternyata perempuan itu sedang duduk di ayunan sambil menatap kolam ikan. Candra berjalan mendekat, lalu berdiri di sampingnya. Rania sempat melirik nya, tapi hanya sebentar.
"Aku cariin kamu dari tadi," ucapnya.
"Kenapa nyariin? Aku gak ke mana-mana."
"Aku takut aja kamu nekad pergi dari sini."
"Aku emang sempat terpikirkan itu."
"Jangan aneh-aneh, kamu gak akan bisa pergi."
Mendengar nada suara tegas itu, membuat Rania hanya menghela nafasnya. Jika Rania benar pergi, Kira-kira apa yang akan Candra lakukan? Apakah mencarinya lalu memarahinya?
"Gimana keadaan kamu? Sudah lebih baik?" tanya Candra.
"Gak pusing lagi, cuma sedikit mual."
"Ya sudah, ayo kita makan. Kamu belum makan dari siang, pasti mual."
"Aku gak nafsu makan."
"Jangan gitu, kamu harus tetap paksakan makan. Inget bukan cuma untuk kamu, tapi bayi di perut kamu. Pikirkan dia juga."
Jika sudah membahas tentang bayi, tentu selalu membuat Rania kalah dan tidak membantah lagi. Candra lalu mengulurkan tangan padanya, tapi tidak Rania terima dan berdiri sendiri lalu berjalan pergi lebih dulu.
Candra yang melihat sikap acuh Rania tidak merasa tersinggung, mungkin perempuan itu masih ngambek. Tidak apa, nanti juga pasti Rania seperti semula. Candra mengajak Rania langsung ke ruang makan.
"Makan yang banyak, pasti kamu laper kan?"
"Enggak biasa aja," jawab Rania.
"Mau sama ayam atau ikan?"
"Ikan aja, tolong minta sambelnya juga."
"Jangan makan yang pedes-peses," tegur Candra.
"Emangnya Ibu hamil gak boleh makan pedes ya?" tanya Rania bingung.
Kebetulan di sana ada seorang pelayan wanita paruh baya yang sedang menyimpan kerupuk, "Kalau setahu bibi boleh-boleh saja makan pedas, asal jangan terlalu sering dan banyak karena gak sehat," ucapnya.
Candra dan Rania yang baru tahu mengangguk-anggukan kepalanya, sekarang mereka sudah tidak salah paham lagi. Selanjutnya keduanya pun mulai makan dalam keadaan hening tanpa obrolan, saling fokus pada makanan.
"Dimana dia?" tanya Rania baru membuka suara.
"Siapa?"
"Istri pertama Mas, namanya Livia, kan?"
"Oh dia ada kerjaan di luar kota, di sana bakalan tiga hari."
"Mbak Livia kerja?"
"Dia model."
Rania terperangah mendengar itu, tapi kalau dilihat Livia memang seperti model sih. Punya badan bagus dan tinggi, terlihat suka perawatan juga. Berbeda sekali dengan dirinya yang bukan apa-apa.
"Mas gak malu punya istri kedua yang dulunya kerja jadi pembantu?" tanya Rania.
"Aku gak masalahin itu sih, lagi pula aku juga sudah punya uang untuk menanggung hidup dia. "
"Apa semua orang memang sudah tahu kalau aku istri kedua Mas?"
"Semua pekerja di sini tahu, jadi jangan canggung kalau mereka memanggil kamu Nona."
Sebenarnya Rania kurang nyaman dipanggil terhormat begitu, sedangkan dulu dirinya yang sering menghormati. Masih banyak yang ingin Ia tanyakan pada suaminya itu, hanya saja Rania sedikit gugup.
"Aku penasaran, waktu itu kan Mas bilang mbak Livia sudah setuju Mas menikah lagi. Terus gimana sama kedua orang tua Mas? Mas juga kan pasti harus minta restu dari mereka."
"Mereka sudah meninggal dunia, jadi aku tidak punya siapa-siapa lagi."
"Maaf, aku tidak tahu."
"Gak papa, maaf juga baru cerita sekarang."
Pantas saja waktu mereka akad di desa, Candra mengutus asisten kepercayaannya yang dari kota untuk menjadi Wali. Rania tidak banyak tahu karena saat itu hubungannya dengan Candra belum dekat.
"Apalagi yang mau kamu tahu tentang aku?" tanya Candra.
"Entahlah, terasa banyak tapi saat ingin di ungkapkan malah pusing sendiri."
Candra tertawa kecil mendengar itu, "Kalau aku sih sudah tahu banyak tentang kamu."
"Masa?"
"Iya, termasuk makanan kesukaan dan yang gak kamu suka. Aku juga tahu kalau kamu tidur itu sangat tenang, malahan jarang ngubah posisi."
Sejauh itu? Batin Rania terkejut.
"Mas tahu dari mana emangnya?"
"Kan aku merhatiin, kita juga pernah tidur bareng."
Rania memutuskan tidak melanjutkan obrolan karena takut semakin dalam sampai membahas ke arah hal intim. Cukup memalukan, tapi toh mereka juga suami istri jadi pasti saling mengatahui.
"Besok aku mulai kerja lagi di kantor, jadi selama aku pergi kamu diam saja ya di rumah," ucap Candra.
"Iya."
"Kamu bisa lakuin banyak hal di sini, kalau misal bosan main HP terus bisa berenang. Tapi jangan deh, kamu kan sedang hamil takut kenapa-napa."
"Bukannya Ibu hamil renang malah bagus ya?"
"Iya sih, tapi jangan sendiri. Kalau mau renang, minta salah satu pelayan untuk temenin kamu." Candra terlihat sekali terlalu khawatir.
"Hm."
"Jangan terlalu canggung di sini, sekarang kan rumah ini juga milik kamu, tempat tinggal kamu."
Rania terdiam beberapa saat, merasa sikap Candra itu memang cukup baik kepadanya. Hanya saja kenyataan pria itu sudah berbohong membuat semua perhatiannya jadi tidak berarti. Walaupun begitu, Rania tetap suka karena Candra ingin membuatnya nyaman di sini.
"Selesai makan, jangan lupa minum vitamin dan susu," ucap Candra, "Nanti lusa kita ke dokter khusus untuk mulai rutin periksa kehamilan kamu."
"Apa Mas juga akan ikut?"
"Tentu saja, aku juga harus ikut setiap cek."
"Baiklah."
Selesai makan malam Rania menuju kamarnya sendiri, duduk di sisi ranjang untuk meminum vitaminnya dahulu. Karena belum merasa terlalu mengantuk, Rania akan menonton film sebentar di TV.