Hilya Nadhira, ia tidak pernah menyangka bahwa kebaikannya menolong seorang pria berakhir menjadi sebuah hubungan pernikahan.
Pria yang jelas tidak diketahui asal usulnya bahkan kehilangan ingatannya itu, kini hidup satu atap dengannya dengan status suami.
" Gimana kalau dia udah inget dan pergi meninggalkanmu, bukannya kamu akan jadi janda nduk?"
" Ndak apa Bu'e, bukankah itu hanya sekedar status. Hilya ndak pernah berpikir jauh. Jika memang Mas udah inget dan mau pergi itu hak dia."
Siapa sebenarnya pria yang jadi suami Hilya ini?
Mengapa dia bisa hilang ingatan? Dan apakah benar dia akan meninggalkan Hilya jika ingatannya sudah kembali?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IAS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
STOK 07: Istriku Cantik
Malam hari di rumah sakit, ternyata Hilya tetap datang untuk menemani Tara. Dia terlihat begitu khawatir, dan membawakan beberapa makanan yang selama ini disukai oleh Tara. Selama dua bulan hidup di bersama keluarga Hilya, sebenarnya Tara tidak memilih soal makanan. Dia termasuk pemakan segala karena bundanya di rumah dulu sering memasak makanan untuknya. Hanya saja Tara tidak pernah memakan makanan instan.
Pernah mengalami penyakit serius dimasa ia kecil mengakibatkan Tara menjaga makanan yang masuk ke dalam tubuhnya. Beruntung Hilya dan Yani tidak pernah sekalipun menyajikan makanan instan kepada Tara.
" Mas udah bilang, kamu istirahat di rumah aja," ucap Tara kepada Hilya yang saat ini tengah sibuk mengeluarkan kotak makanan dari tote bag yang ia bawa.
" Mas, gimana aku bisa istirahat dengan tenang di rumah kalau kamu tidur di rumah sakit. Kalau tiba-tiba kamu sakit kepala lagi gimana? Ya bener sih ada perawat dan dokter. Tapi kan nggak langsung gercep buat ambil tindakan kalau nggak ada yang ngasih tahu."
Tara tersenyum dengan ucapan panjang lebar dari Hilya. Hatinya terasa hangat setiap kali mendengar Hilya berbicara dengan lembut dan wajah yang tersenyum. Meskipun istrinya itu terlihat kesal pada dirinya, namun sebisa mungkin Hilya menahannya. Pipinya akan menggembung dan itu membuat Tara menjadi gemas.
Baru sekarang dia menyadari bahwa segala hal tentang dirinya akan dipahami oleh Hilya dengan mudah. Dan baru sekarang juga dia mengerti bahwa ia sudah terbiasa dengan keberadaan Hilya di sisinya.
" Apa ada sesuatu di muka ku Mas.dari tadi lihatin aku terus?"
" Nggak, aku hanya pengen lihat istriku yang cantik."
Blushh
Wajah Hilya seketika memerah bagai tomat maska yang dipanen di kebun mereka. Baru kali ini Hilya mendengar Tara berbicara seperti itu kepada dirinya. Tentu ini adalah hal yang sangat tiba-tiba. Maka dari itu Hilya terlihat salah tingkah.
" Ughh lucu," gumam Tara lirih. Dia sungguh belum pernah melihat sisi seperti sekarang dari gadis yang sudah jadi istrinya.
" Udah deh Mas, jangan bercanda. Ayo makan dulu, habis itu tidur biar besok pagi langsung pulang."
" Ya, baiklah istriku. Aku akan makan"
Tara tersenyum, ia mulai menyendok nasi dan memasukkannya ke dalam mulut. Seperti halnya tidur siang tadi, makan malam ini pun serasa nikmat masuk ke dalam mulut dan perut Tara. Ia benar-benar menikmati setiap kunyahan. Sudah lama dia tidak senikmat ini saat makan.
" Aaaak."
" Mas, aku udah makan tadi di rumah. Dan, aku juga bisa makan sendiri."
Hilya memutar sendok yang Raka arahkan kepadanya, dan kemudian menyuapkan ke mulut Tara. Hilya tidak tahu, sedari tadi sikap Tara sungguh aneh. Tapi Hilya tidak menganggap semuanya itu serius sampai dimana Tara memintanya untuk tidur disampingnya.
" Mas, ini mana muat buat kita berdua. Lagi pula Mas pasti nggak nyaman. Mesti kerasa sempit."
Sreeet " Kalau gini, nggak sempit kan?"
Tara bergeser ke samping dan memiringkan tubuhnya. Mata Hilya seketika membulat saat Tara menepuk sisi ranjang. Jantungnya berdegup kencang. Selama ini dia sama sekali tidak pernah dekat dengan pria. Dan Tara adalah pria pertama baginya.
" Ta-tapi Mas," ucapnya ragu.
" Hil, kamu pasti lelah seharian bekerja di ladang ditambah mengkhawatirkan keadaanku. Bukan hanya fisikmu yang lelah tapi juga psikis mu. Jadi mari kit tidur malam ini dengan tenang."
Tara meraih tangan Hilya dan menariknya hingga tubuh Hilya jatuh ke sebelahnya. Dengan canggung, Hilya meluruskan tubuhnya. Tara tersenyum melihat wajah kikuk sang istri.
" Nah, sekarang mari kita tidur. Selamat malam istriku. Semoga mimpimu malam ini indah."
Hilya hanya tersenyum, sungguh dia tidak bisa harus menjawab ucapan selamat tidur dari Tara seperti apa. Mereka memang suami istri tapi selama ini tidak lebih hanya seperti teman. Dan sekarang ini adalah kali pertama keduanya tidur bersama.
Hanya dalam hitungan menit Hilya sudah menutup matanya. Tara mencoba menguji wanita itu, apakah pura-pura tidur atau benar-benar terlelap. Tara menusuk-nusuk pipi Hilya dengan jarinya, dan tidak ada reaksi apapun.
" Baiklah istriku, selamat tidur. Wajahmu kelihatan lelah banget. Maaf ya, aku bener-bener nyusahin kamu. Tapi setelah malam ini, aku nggak akan lagi membuatmu susah."
Tara bangkit dari ranjang, ia membenarkan posisi Hilya, menaikkan kepala istrinya itu hingga ke bantal dan juga memasang selimut.
Tap tap tap
Cekleek
Raka keluar dari ruang rawat miliknya. Tidak lupa jarum infus juga ia cabut. Ia melenggang menuju ke taman, ada hal yang harus ia lakukan saat ini yang mana tidak boleh samapi ketahuan oleh Hilya.
Sraak
Tara mengeluarkan ponsel pinjaman dari Dokter Rudi. Sore tadi, saat Dokter Rudi mengunjunginya, ia langsung meminta dokter itu meminjamkan ponselnya. Awalnya ia ingin meminjam uang untuk membeli ponsel tapi itu urung dilakukan. Untuk sementara ia ingin tinggal di rumah istrinya sebagai Raka. Jadi dia tidak akan membawa ponsel untuk jangka waktu yang belum ia tentukan.
" Halo, Zam dengarkan baik-baik. Jangan menyela, jangan bertanya dulu, dan jangan kebanyakan protes. Pergi ke Kabupaten Wonosobo 2 hari setelah ini, bawa barang yang aku butuhkan. Nggak usah kebanyakan nanya. Nanti kalau sudah sampai terminal Wonosobo aku akan ngubungi kamu, mengerti? Ah iya, belikan aku ponsel yang biasa. Yang harganya 2 jutaan aja."
" Bosss!"
Tuuuut
Tara masih sempat mendengar teriakan Nizam yang memanggil namanya. Ia yakin saat ini Nizam pasti tengah menggerutu dan memakinya di seberang sana. Dan mungkin saja dia sedang kebingungan, tapi Tara yakin asisten pribadinya itu pasti bisa menyelesaikan tugas yang diberikan. Sekarang ada hal lain yang harus ia lakukan yang tidak kalah pentingnya, yakni menghubungi rumah.
" Halo, Assalamualaikum. Bisa bicara dengan Tavisha Kala Dwilaga?"
" Waalaikumsalam, ya dengan saya sendiri. Maaf ini siapa ya?
Tara diam untuk sesaat, ia sungguh merindukan suara sang adik. Bukan hanya adik nya tapi ayah beserta bundanya juga. Ia sangat rindu dengan mereka semua.
" Dek, apa lupa sama suara ini?"
" Hah! Abang? Apa benar ini Abang! Aaaaaah hiks ... "
Drap drap drap
Terdengar suara langkah kaki yang begitu cepat. Bisa Tara duga bahwa saat ini Visha tengah berlari. Ia maklum, dan tahu apa yang saat ini akan dilakukan oleh adik perempuannya.
dugh dugh dugh
" Ayaaah, Bundaaa! Ini Abaang! Abaang telpon!"
Visha mengetuk pintu kamar kedua orang tuanya dengan sangat keras. Ia bahkan sangat tidak sabar menunggu keduanya membuka pintu. Dan ketika Yasa serta Kaluna keluar Visha langsung mengaktifkan mode loudspeaker.
" Bang, ini Ayah."
" Sayang, ini Bunda nak."
" Iya Ayah, Bunda, Ini Tara. Tara kangen Ayah Bunda dan Visha."
TBC
Jika ada yang masih bingung siapa Tara, dia adalah anak Yasa dan Kaluna, cucu Radi dan Hasna. Kisah masa kecilnya di judul " Jangan Menangis Bunda"
Terimakasih.