Sekuel dari Anak Jenius Mom Sita. Disarankan untuk membaca novel tersebut dulu agar mengetahui tokoh tokohnya.
Kai Bhumi Abinawa memiliki identitas ganda. Ia dijuluki sebagai Mr Sun di dunia hacker yang ditakuti dunia internasional. Sedangkan di dunia nyata Kai dikenal sebagai pemilik sekaligus CEO dari A-DIS ( Abinawa Defense of Internet System) Company yang sukses. Namun kesuksesan yang dimiliki membawa ia dalam banyak masalah. Banyak wanita yang mengejarnya serta musuh yang ingin menjatuhkannya.
Merasa lelah dengan rutinitasnya, Kai memutuskan untuk menepi dan melakukan sebuah perjalanan. Ia meninggalkan semua kemewahannya dan berkelana layaknya pemuda biasa.
Di tengah perjalanannya Kai bertemu penjual jamu gendong yang cantik. Kirana Adzakia nama wanita berhijab tersebut. Kai jatuh hati terhadap Kiran dan Ia memutuskan untuk menetap di daerah tempat tinggal Kiran sebagai penjaga warnet. Namun siapa sangka Kiran adalah seorang janda muda di usianya yang baru 21 tahun.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IAS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MBH 21. Ke Rumah Sakit
Kiran dan ibunya kembali ke rumah setelah selesai sarapan dari rumah Kai. Sungguh Kiran tidak menyangka Kai begitu pandai memasak, bahkan Kiran merasa masakan pria bule itu lebih enak ketimbang masakannya.
Sari yang melihat sang putri tengah melamun seketika memegang bahu putrinya.
" Apa yang kamu pikirkan to nduk? Akhir akhir ini kok ibuk lihat kamu sering melamun."
" Ndak ada apa apa bu. Oh iya ibu kapan mau cek up kesehatan lagi."
" Eh… itu… ndak usaha nduk. Ibuk sudah sehat kok. Kamu lihat sendiri to."
Kiran tersenyum, ia melihat memang ibu nya hari ini tampak lebih baik. Sedangkan Sari ia memaksakan bibirnya tersenyum. Maafkan ibuk nduk, ibuk harus bohong padamu. Ibuk sebenarnya tidak baik baik saja. Tapi ibu ndak mau kamu kepikiran Kiran cah ayu. Kamu sudah cukup menderita selama ini nak.
" Ya sudah kalau gitu ibuk istirahat. Hari ini Kiran akan menemani ibu full he he he."
Gadis berhijab itu tertawa memperlihatkan barisan gigi giginya. Sari mengusap kepala sang anak dan mengangguk. Ia juga merasa hari ini ingin menghabiskan waktu dengan Kiran.
*
*
*
Kai setelah membereskan dapurnya melihat ke arah jam di pergelangan tangan kanannya. Waktu menunjukkan pukul 09.00 pagi.
" Waktunya ke warnet."
Kai berjalan keluar rumah dan mengunci pintu rumahnya lalu melenggang menuju warnet milik Arman. Tak lupa ia mengantongi ponsel jadul miliknya. Sesaat Kai tertawa melihat ponsel miliknya itu.
" Hahahah, jaman sekarang masih ada yang make ponsel begini. Kok ya masih ada yang jual ya."
Kai bermonolog sepanjang jalan menertawakan dirinya sendiri.
" Tolong….. Ibu… bangun buk… bangun… tolong."
Sayup sayup Kai mendengar suara seseorang yang ia yakini suara milik Kiran tengah meminta tolong. Kai menghentikan langkahnya dan menajamkan telinganya.
" Tulung… sopo wae… tulung."
" Benar suara Kiran."
Kai langsung berlari menuju rumah Kiran dengan sangat cepat.
Brak….
Kai membuka pintu rumah Kiran dengan sangat keras. Di dalam rumah tersebut Kiran tengah menangis di sebelah Ibu Sari yang tergeletak di lantai.
" Astagfirullaah…"
Kai mendekat dan memeriksa denyut nadi Ibu Sari. Denyut nadi tersebut begitu lemah. Kai melihat mulut ibu Sari mengeluarkan darah.
" Bang… hiks… tolong ibuk ku bang… hiks… aku mohon."
Sakit, itulah yang dirasakan Kai saat melihat Kiran menangis. Kai merasa hatinya disayat dengan sembilu melihat gadis berhijab di depannya itu menangis.
" Tunggu ya.. Abang carikan mobil untuk bawa ibuk ke rumah sakit."
Kai tidak menanyakan sebab Sari tergeletak di lantai, saat ini yang diperlukan adalah mencari mobil untuk membawa ibu dari Kiran itu ke rumah sakit. Kai teringat Pak No memiliki sebuah mobil di halaman rumahnya. Ia pun segera berlari ke ruamah pak No.
Tok...tok...tokk
" Assalamualaikum pak… pak No… pak…"
" Waalaikumsalam, ono opo Bang. Kok geger (panik)."
" Pak saya mau pinjam mobil bapak. Itu ibu Sari ibunya Kiran pungsan."
" Astagfirullah.. Yo yo.. Sek tak jupuke kuncine ( bentar tak ambil kan kuncinya)."
Pak No segera mengambil kunci mobil ke dalam lalu menyerahkan kepada Kai. Pak No pun berlari menuju rumah Kiran dan malah tidak ikut Kai menaiki mobil karena saking paniknya.
" Nduk… ono opo."
" Ibu pak No.. Ibu.. Teko teko pingsan, kulo mboten ngertos kenging nopo ( tiba tiba pingsan, saya tidak tahu karena apa)."
" Wes ojo giduh, sek tenang. Ayo gowo ibu mu nang rumah sakit ( sudah jangan panik ayo bawa ibumu ke rumah sakit)."
Kai memarkirkan mobil milik pak No tepat di halaman rumah milik Kiran. Kai segera turun dan berlari ke dalam rumah lalu menggendong Ibu Sari menuju mobil.
" Kiran kamu masuk dulu agar nanti bisa menyangga kepala ibu."
Kiran mengangguk, ia pun berlari keluar dan masuk ke mobil masih dengan air mata berlinangan. Kai yang sudah berjalan ke arah mobil langsung memasukkan tubuh bu Sari dibantu dengan pak No.
" Ayo segera bawa ke rumah sakit Bang."
" Iya Pak."
Kai segera menuju ke kursi kemudi dan langsung mengemudikan mobil tersebut ke rumah sakit. Beruntung kota M bukanlah kota besar jadi tidak ada istilah macet di sana. Hanya butuh waktu 15 menit untuk sampai di RSU D kota setempat.
Kai langsung menggendong tubuh bu Sari menuju ke ruang IGD diikuti Kiran dan Pak No di belakang. Beberapa perawat membawa brankar dan mengambil alih tubuh bu Sari untuk dilakukan pertolongan.
Kiran terduduk lemas di kursi, air matanya dari tadi belum juga berhenti. Ragu ragu Kai menyentuh bahu gadis berhijab itu.
" Kiran, sudah jangan nangis terus. Lebih baik doakan ibu saja."
Kiran menghapus air matanya seketika dan mengangguk. Ucapan Kai memang benar.
" Nduk, kenapa ibu mu tadi."
" Ndak tau Pak No. Tadi Kiran lagi di dapur tiba tiba terdengar suara batuk ibu. Pas Kiran kembali ibu sudah pingsan di lantai. Padahal dari pagi tadi ibuk sehat sehat aja pak No. Malah kelihatan paling sehat daripada kemarin kemarin."
Pak No mendesahkan nafasnya dengan begitu berat. Entah mengapa pria tua itu punya firasat yang tidak enak.
" Keluarga pasien silahkan masuk. Ada yang ingin pasien sampaikan."
Sebelumnya di ruang penanganan Sari sudah tersadar. Seorang dokter menyampaikan bahwa Sari harus segera dioperasi untuk menyelamatkan nyawanya namun Sari menolak ia merasa semuanya percuma.
" Dok… Saya tidak ingin dioperasi."
" Tapi bu, nyawa ibu dalam bahaya."
" Saya tahu dok, tapi saya juga tahu bahwa operasi ini keberhasilannya tidaklah tinggi. Jangan beritahu kepada keluarga saya. Dan biarkan saya menemui keluarga saya."
Dokter mengangguk, ia menghormati setiap keinginan pasiennya.
" Ibu…."
Kiran menghambur ke pelukan sang ibu. Sari tampak sangat pucat. Darah yang tadi di mulutnya sudah dibersihkan.
" Jangan nangis nduk. Ibu ndak mau kamu nangis yo…"
" Njih bu. Kiran nggak akan nangis. Kiran janji."
Sari tersenyum, ia mengusap lembut wajah putrinya. Kiran memiliki garis wajah seperti suaminya sungguh terlihat cantik di mata Sari.
" Nak Bule."
Merasa dirinya dipanggil, Kai pun mendekat. Ia berdiri di sisi kiran.
" Apa nak bule benar benar menyukai Kiran?"
Kai sedikit bingung dengan pertanyaan sang ibu. Ia berpikir dari mana ibu nya Kiran ini tahu dia menyukai putrinya.
" Iya bu, saya menyukai Kiran."
Sari tersenyum ia pun mengangguk lalu mengeratkan pegangan tangannya terhadap sang putri.
" Dokter, bisakah saya pulang."
Dokter yang sudah tahu keinginan Sari pun hanya mengangguk.
" Tapi bu. Ibu masih sakit."
" Ndak nduk… ibu sudah sembuh. Dan sebentar lagi ibu akan sembuh. Ayo kita pulang setelah infus ibu habis."
Kiran hanya mengangguk, ia merasa permintaan ibunya mutlak dan tidak bisa di sanggah.
TBC