Terpaksa menikah dengan CEO tampan? Rasanya tak mungkin. Siapa yang tidak ingin dinikahi CEO tampan? Mungkin tidak ada wanita yang akan menolak.
Tapi menjadi istri kedua dan hanya untuk menjaga keutuhan rumah tangga sang CEO dengan istri pertamanya? Hanya untuk melahirkan keturunannya? Hanya untuk diabaikan dan direndahkan? Siapa yang akan bersedia?
Allena, benar-benar terpaksa menikah dengan CEO tampan itu. Dan mulai menjalani hidup sebagai istri kedua yang diabaikan dan harus melahirkan keturunan sang CEO.
Apakah Allena bisa bertahan menjalani rumah tangga yang penuh derita itu atau beralih pada CEO lain yang juga tampan dan tulus mencintainya?
Sebuah karya untuk Lomba Menulis bertema
#Berbagi Cinta
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alitha Fransisca, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 21 ~ Menunggu ~
Allena kaget saat tiba-tiba Zefran menarik lengannya dan menyeretnya keluar dari Night Club.
"Ada apa tuan? Saya mau dibawa ke mana?" tanya Allena heran.
"Ikut saja," ucap Zefran pelan hampir tak terdengar.
Di dalam lift laki-laki itu berdiri dengan raut wajah yang tegang. Allena melirik pelan namun saat Zefran menoleh ke arahnya buru-buru gadis itu memalingkan wajahnya. Bertanya-tanya di dalam hati apa yang akan terjadi namun belum sempat gadis itu memikirkan jawabannya pintu lift telah terbuka. Zefran keluar sementara gadis itu masih berdiri bingung di dalam lift.
Allena tidak pernah berhenti di lantai gedung itu sebelumnya. Hanya orang-orang tertentu saja yang menginjakkan kaki di lantai dengan interior mewah itu. Hanya tamu-tamu penting, para Top Level Management dari berbagai perusahaan atau ibunda dan sahabat Zefran saja yang pernah menginjakkan kaki di lantai tertinggi kedua setelah Night Club Luxury itu.
Zefran kembali menarik tangan Allena, gadis itu terpaksa berlari mengimbangi langkah kaki Zefran. Hingga akhirnya sampai di ruangannya, ruangan yang sangat sepi dan hening. Allena terpana melihat interior mewah ruangan itu dengan ukiran klasik di di dinding, langit-langit dan furniture-nya. Gorden yang mewah senada dengan warna dinding dan juga interiornya.
Zefran menghentikan langkahnya dan menatap Allena, gadis itu diam menunggu sambil mengangkat wajahnya menatap Zefran.
"Lepaskan seragammu!" seru Zefran dengan wajah yang memerah.
"Apa?" tanya Allena yang tidak percaya dengan perintah Zefran.
"Cepat buka seragammu atau aku akan merobeknya? Apa yang akan kamu katakan pada Manager-mu jika melihat seragammu robek," ucap Zefran yang juga telah melepas kemejanya.
"Tuan," ucap Allena dengan wajah cemas.
"Cepat Allena!" perintah Zefran dengan mata yang juga memerah.
Laki-laki itu hampir saja meraih krah seragam Allena untuk dikoyaknya namun Allena melarang. Perlahan gadis itu melepas satu per satu kancing seragamnya. Zefran terlihat tidak sabar. Allena melepas seragam Night Club itu dengan mata yang berkaca-kaca.
Valendino melihat Allena ditarik Zefran, laki-laki itu langsung mengejarnya. Namun terlambat, Zefran dan Allena telah masuk ke dalam lift. Valendino menatap angka yang bergerak turun.
Kantor Zefran, apa yang dilakukannya? Kenapa membawa Allena ke sana? batin Valendino.
Penasaran laki-laki itu pun masuk ke dalam lift dan memilih lantai kantor Zefran. Berlari tergesa-gesa menuju kantor sahabatnya itu. Langkah kakinya terhenti saat Valendino kembali melihat Zefran dan Allena yang masuk ke dalam ruangan kerja Zefran.
Valendino berdiri di balik dinding memperhatikan tingkah laku keduanya. Laki-laki itu terperangah dengan apa yang dilihatnya, Allena melepaskan seragamnya berdiri di hadapan Zefran.
Zefran yang sudah tidak bisa menahan pengaruh ramuan yang diminumnya itu langsung menarik tubuh gadis yang telah polos itu ke dalam pelukannya. Zefran membenamkan bibirnya ke bibir Allena dengan begitu bernafsu. Allena berpegangan di lengan Zefran membuat laki-laki itu semakin bernafsu hingga akhirnya membaringkan tubuh polos Allena di sofa mewah yang lembut itu.
Valendino menggigit jari yang dikepalnya, menitikkan air mata menyaksikan adegan itu.
Ternyata kamu gadis yang seperti itu Allena, di balik kepolosanmu, di balik senyummu yang terlihat tulus, di balik wajahmu yang lugu ternyata kamu hanyalah perempuan murahan yang munafik. Kalian berdua adalah orang-orang munafik. Di depan semua orang terlihat saling membenci namun di belakang kami, kalian bermain api. Zefran, tega sekali kamu mengkhianati Frisca. Allena, gadis munafik, perusak rumah tangga orang. Aku benci kalian, jerit hati Valendino.
Terdengar deru nafas Zefran yang memburu dari balik sofa itu. Valendino hendak pergi, tak sanggup menyaksikan adegan mesra kedua orang yang kini dibencinya itu. Namun langkahnya terhenti saat melihat Frisca yang datang melenggak-lenggok keluar dari lift.
Valendino mundur, urung pergi dan kembali ke tempat persembunyiannya. Frisca masuk ke ruang kerja Zefran yang terbuka. Belum jauh melangkah Frisca telah mendengar desah Zefran yang begitu keras.
Allena, aku mencintaimu, aku mencintaimu Allena, jerit hati Zefran.
Kata-kata yang biasa dijeritkannya di telinga Frisca kini telah berubah namun tetap hanya diucapkannya di dalam hati.
"APA-APAAN KALIAN INI!" bentak Frisca.
Zefran yang telah bersandar di tubuh Allena, tidak sadar akan kedatangan Frisca. Mendengar teriakan itu, Zefran terkejut dan langsung bangun. Frisca menatap Allena, gadis itu segera meraih seragam untuk menutupi tubuhnya.
"DASAR PEREMPUAN TAK TAU DIRI!" teriak Frisca yang bersiap melayangkan tamparan ke wajah Allena.
Zefran menangkap tangan istrinya dan menatap tajam pada wanita itu. Frisca berusaha melepas tangannya dari genggaman tangan Zefran. Namun dengan kuat laki-laki itu menahannya.
"Pergilah Allena!" ucap Zefran tanpa menoleh ke arah gadis itu.
Allena pun berlari dengan seragam yang belum terkancing sepenuhnya. Air mata gadis itu berderai. Valendino menatap sinis pada Allena yang berlari ke arah lift sambil menangis.
Apa yang kamu tangisi? Kemesraan kalian terganggu? Tidak puas melayani bajingan itu? ucap Valendino di dalam hati.
Sementara itu Frisca menjerit histeris menghadapi kenyataan di depan matanya. Suaminya yang selama ini setia padanya kini telah mengkhianatinya.
"Kenapa kamu lepaskan dia? Apa yang kamu lakukan? Aku tidak rela perempuan itu menggoda suamiku? Lepaskan aku, lepaskan aku!" jerit Frisca ingin melepaskan diri dari genggaman tangan Zefran.
Wanita itu ingin mengejar Allena yang berlari meninggalkan ruangan itu. Zefran menghentakkan tangannya hingga membuat Frisca jatuh di sofa. Laki-laki itu mengenakan pakaiannya kembali dengan santainya.
Namun, raut wajahnya terlihat kesal. Frisca hanya bisa menatap apa yang dikerjakan suaminya.
"Jangan salahkan dia, salahkan dirimu sendiri. Aku sudah bertanya padamu, dengan yakin kamu menyuruhku meminum ramuan itu. Aku sudah bilang aku tidak bisa menahannya lagi. Tapi kamu tetap tidak kunjung datang. Salahkan dirimu sendiri, sekarang pulanglah. Kalau kamu masih mau, kita bisa lakukan di rumah," ucap Zefran hendak berlalu dari tempat itu.
"AKU TIDAK MAU, AKU BENCI PADAMU. KAMU DAN PEREMPUAN MURAHAN ITU!" jerit Frisca sekuat tenaga.
Beruntung seluruh ruangan di lantai itu di khususkan hanya untuk Zefran. Sekuat apa pun Frisca menjerit tak ada satu pun yang bisa mendengarnya kecuali Zefran dan Valendino yang masih bersembunyi.
Tega sekali kamu Zefran mengkhianati istri yang begitu mencintaimu. Dan kamu Allena, perempuan macam apa yang tega menyakiti hati sesama perempuan, batin Valendino geram.
Zefran keluar dari ruangannya dengan wajah yang risau. Zefran cemas dengan keadaan Allena.
Gadis itu pasti terguncang menghadapi kejadian tadi, maafkan aku Allena, batin Zefran.
Allena memang ketakutan, hingga detik ini tubuhnya masih gemetar. Mengikuti keinginan Zefran dengan tatapan yang memaksa dan tempat yang terbuka seperti itu saja sudah cukup membuat tubuhnya gemetar.
Di tambah Frisca yang tiba-tiba muncul dan menyaksikan suaminya masih memeluknya dalam keadaan polos tak mengenakan apa pun membuat gadis itu semakin gemetar karena takut.
Allena menyipratkan air sebanyak-banyaknya ke wajahnya namun tak mampu membuatnya tenang. Setiap kali teringat kejadian itu membuat tubuhnya gemetar. Gadis itu menangis sambil menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Perlahan terduduk di lantai karena kakinya yang tidak kuat lagi menopang berat tubuhnya.
Zefran kembali duduk di kursi langganannya.
"Mana Valen?" tanya Ronald.
"Aku tidak tahu, kenapa bertanya padaku?" tanya Zefran.
"Aku pikir dia menyusulmu. Dia pergi tak lama setelah kamu pergi," jelas Ronald.
Dia menyusulku? Apa dia melihatku dan Allena? Apa dia…
"Aku pulang dulu," ucap Valendino tiba-tiba muncul di hadapan Zefran, Altop dan Ronald.
"Oh, ini dia rupanya, dari mana?" tanya Altop.
"Toilet" ucapnya singkat.
Benarkah? batin Zefran.
Valendino menjabat tangan Altop dan Ronald bergantian lalu menoleh pada Zefran. Laki-laki itu hanya menatapnya lalu mengalihkan pandangannya.
Begitu juga dengan Zefran yang hanya menatap Valendino tanpa berniat menyalaminya. Zefran memiliki firasat kalau Valendino telah melihatnya bersama Allena. Namun tidak tahu sampai sejauh mana Valendino mengetahui hubungan mereka.
Valendino pulang, tak lama kemudian Zefran pun pulang. Altop dan Ronald merasa ada yang aneh dengan kedua sahabat mereka. Zefran paling akrab dengan Valendino sebelumnya. Namun, sekarang sikap mereka terlihat dingin satu sama lain.
"Apa yang terjadi dengan mereka, apa kamu tidak merasa aneh?" tanya Ronald pada Altop.
"Tentu saja, aku juga merasakannya. Biasanya mereka begitu akrab dan saling mendukung. Duduk selalu bersebelahan, hari ini terlihat aneh," ucap Ronald.
"Kalau itu alasannya mungkin karena Allena, Valen pindah ke sebelahmu agar Allena bisa bisa duduk di sampingnya. Zefran, mana mau pindah dari posisinya itu. Apa Valendino harus membiarkan Allena duduk di antara mereka?" tanya Altop.
"Entahlah, apa pun masalah mereka aku ingin mereka cepat menyelesaikannya," ucap Ronald.
Valendino dan Zefran telah kembali ke rumah masing-masing. Zefran duduk termenung di balkon kamar sambil memijat pangkal hidungnya ketika terdengar pintu walk in closet terbuka. Zefran berdiri dan melihat istrinya sedang memasukan gaun-gaunnya ke koper.
"Apa yang kamu lakukan?" tanya Zefran.
Frisca diam, masih sibuk melempar pakaiannya ke koper. Zefran mengambil pakaian yang menumpuk di koper itu lalu melemparnya kembali ke rak dinding ruangan khusus untuk penunjang penampilan itu.
Frisca sangat terkejut melihat gaun-gaunnya berhamburan di rak gantungan dan di lantai.
"APA YANG KAMU LAKUKAN???" teriak Frisca.
"Aku yang bertanya lebih dulu padamu," ucap Zefran dengan menatap tajam pada istrinya itu.
"Aku ingin pulang ke rumah orang tuaku!" bentak Frisca.
"Siapa yang mengizinkanmu untuk pergi ke sana?" tanya Zefran masih melempar gaun-gaun Frisca ke lantai.
"KAU SUDAH GILA!" teriak Frisca.
"Kamu yang sudah gila, aku menolak untuk menikah lagi tapi kamu yang memintaku untuk menikahi Allena. Lalu terjadi hal seperti ini kamu malah menyalahkanku," ucap Zefran menatap tajam pada istrinya.
"Tentu saja aku menyalahkanmu, aku meminta ramuan itu untukku kamu malah mencobanya pada Allena," ucap Frisca kesal.
"Siapa yang salah? Kamu yang memintaku membawa ramuan itu, kamu yang memintaku untuk meminumnya. Tapi di saat aku bernafsu, saat hasratku memuncak kamu tidak ada di sampingku. Aku sudah menanyakan kesiapanmu dan kamu bilang kamu akan segera datang tapi kamu tidak kunjung-kunjung datang. Allena ada di hadapanku, dia istriku dan aku berhak melakukan itu dengannya. Kenapa sekarang menyalahkanku? Apa kamu ingin aku melakukannya dengan perempuan lain di Night Club itu?" jelas Zefran panjang lebar.
Frisca tercenung mendengar penjelasan Zefran. Situasi yang membuat keadaan jadi begini. Zefran juga tidak menginginkan ini terjadi. Wanita itu akhirnya terduduk di sofa walk in closet itu. Zefran mendekatinya dan memeluk wanita yang sangat dicintainya itu. Menepuk punggung wanita itu untuk menghiburnya.
Sementara itu Allena pulang dari Night Club dengan wajah yang lesu. Kejadian tadi membuatnya takut untuk bertemu siapa pun. Baik itu Zefran maupun Frisca.
Keesokan paginya Allena berusaha bangun lebih pagi agar bisa sarapan lebih dulu dan berangkat lebih cepat. Allena tak ingin bertemu dengan pasangan itu.
Zefran yang juga merasa tidak enak hati bertemu dengan Allena, merasa heran karena tak mendapati gadis itu di meja makan. Ada rasa khawatir mungkin terjadi sesuatu pada gadis itu. Zefran melirik ke lantai atas berpikir mungkin gadis itu masih di kamarnya karena sakit.
Apa dia sakit lagi? Kenapa masih belum turun untuk sarapan? Gadis itu sangat mudah terguncang? Apa yang terjadi padanya, tidak, aku harus melihatnya, batin Zefran merasa tidak tenang.
"Mau kemana?" tanya Frisca yang heran melihat Zefran berdiri dari tempat duduknya.
"Ponselku ketinggalan," jawab Zefran berdalih.
"Nanti saja," ucap Frisca.
"Ada yang ingin aku periksa sekarang," ucapnya tak peduli lagi dan langsung berlari ke lantai atas.
Ada yang ingin diperiksanya itu memang benar, Zefran ingin melihat keadaan Allena. Terakhir kali gadis itu jatuh pingsan di lantai tanpa mengenakan pakaiannya. Kejadian itu terbayang lagi dalam ingatan Zefran.
Namun, laki-laki itu tak menemukan Allena di kamarnya. Ada rasa rindu merasuki relung hatinya. Sejak insiden di kantor, Zefran belum melihat wajah gadis itu lagi. Zefran ingin mendengar dari mulutnya kalau dia baik-baik saja.
Saat di Night Club Zefran hanya bisa memandang Allena dari jauh. Setelah resah seharian di kantornya memandang sofa di mana dia melakukannya bersama Allena. Laki-laki itu akhirnya tiba di lantai atas gedung sebelum waktunya. Zefran tak menemukan Valendino di sana.
"Kamu tahu kemana Valen?" tanya Altop.
"Tidak, kenapa aku harus tahu kemana dia pergi?" jawab Zefran.
"Sebenarnya apa yang terjadi pada kalian. Sikap kalian terlihat aneh," ucap Ronald.
Zefran diam, laki-laki itu hanya meneguk minumannya lalu kembali menatap Allena yang sedang termenung menatap layar ponselnya.
Allena tidak mendapat balasan dari pesan yang dikirimnya saat bekerja di toko bunga tadi. Allena ingin bertanya langsung pada Valendino namun malam itu Valendino tak terlihat.
Paginya Allena masih belum mendapat balasan dari Valendino. Allena tidak melihat Valendino sejak malam kejadian di kantor Zefran. Bagi Allena, Valendino seperti lenyap di telan bumi.
Namun seperti janji yang telah mereka sepakati, Allena menunggu Valendino di taman kota untuk dijemput memenuhi undangan makan malam keluarga Valendino. Allena bahkan telah meminta izin untuk tidak masuk kerja pada Manager Night Club.
Allena melirik jam tangannya, waktu yang di janjikan telah lewat sepuluh menit. Allena mengirim pesan.
~ Kak, aku di sini menunggu, Kak Valen di mana? ~
Pesan itu terkirim namun belum dibaca Valendino. Laki-laki itu hanya membaca notifikasi tanpa membukanya melalui aplikasi. Valendino bukannya tidak tahu kalau Allena telah menunggu. Laki-laki itu berada di dalam mobil yang berhenti tak jauh dari lokasi Allena menunggu.
Dari sana Valendino dapat menatap Allena dengan jelas. Terlihat olehnya Allena yang mulai resah karena Valendino yang belum juga muncul.
~ Kak, apa kakak baik-baik saja? Apa terjadi sesuatu? ~
Valendino kembali menatap notifikasi yang masuk, lalu tersenyum miring.
Kamu peduli padaku? Ingin tahu apa aku baik-baik saja? Tidak! Aku tidak baik-baik saja, aku hampir saja tertipu olehmu, tertipu wajah lugumu. Aku hampir masuk ke dalam jebakanmu. Perempuan murahan, perusak rumah tangga orang. Oh ya ampun ternyata aku jatuh cinta pada perempuan murahan, batin Valendino.
~ Kak, tolong balas pesanku, apa yang terjadi? ~
~ Kak, apa acaranya batal? ~
~ Kak, apa aku bersalah padamu? ~
~ Kak, apa kakak membenciku?
Berulang kali gadis itu mengirim pesan namun tak satu pun dibalas oleh Valendino. Laki-laki itu menatap Allena yang mulai menangis.
~ Kak, katakan sesuatu, katakan kalau kakak baik-baik saja, hanya itu. Kakak tidak ingin menemuiku, tak apa. Aku akan pergi. Aku tidak akan muncul lagi dihadapanmu, jika itu yang kakak inginkan ~
Allena menghapus air matanya. Menatap kalung berliontin cincin di lehernya. Gadis itu bertekad menunggu Valendino hingga laki-laki itu membalas pesannya. Hujan turun, seiring air matanya yang terus mengalir. Allena menghapus air mata itu, Allena merasa telah terjadi sesuatu.
Allena berlari dan berlindung di bawah pohon sambil menatap langit yang masih menurunkan hujan. Berusaha menahan hujan yang membasahi wajahnya dengan kedua tangannya. Dan hari pun mulai gelap.
Valendino tak sanggup lagi menatap gadis yang keras hati itu. Tak mau beranjak dan pergi dari tempat itu. Tak mau berhenti menunggu meski tubuhnya telah menggigil kedinginan.
Valendino menyalakan mesin mobilnya dan melaju kencang menuju Night Club Luxury. Di sana laki-laki itu memesan minuman yang memabukkan.
"Apa yang kamu lakukan di sini, bukankah malam ini kamu mengundang Allena. Kenapa kamu malah ke sini, Allena menunggumu sejak tadi," ucap Altop yang mendapat laporan kalau Allena meminta izin tidak masuk kerja.
Mendengar itu Zefran langsung berlari menuju parkir mobilnya. Laki-laki itu memacu mobilnya menuju taman kota. Zefran mencari mengelilingi taman kota itu. Derasnya hujan tak menghalangi niat laki-laki itu mencari Allena. Hingga akhirnya menemukan gadis itu yang berlindung di bawah pohon sambil memeluk dirinya sendiri karena kedinginan.
"Ayo pulang!" ucap Zefran menarik tangan Allena.
"Tidak! Tuan, aku di sini sedang menunggu. Aku tidak bisa pergi, aku takut dia datang," ucap Allena berusaha melepaskan tangan Zefran.
"Dia tidak akan datang, Valen ada Night Club. Dia tidak ingin menemuimu. Dia sama sekali tidak mau menemuimu. Sadarlah Allena!" bentak Zefran membuat Allena terdiam.
Gadis itu tertunduk menangis, tak tahu apa yang terjadi. Tapi Allena dari lubuk hati yang paling dalam, gadis itu percaya dengan ucapan Zefran. Allena menangis sesenggukan. Zefran langsung memeluknya dengan erat. Di bawah curah hujan yang deras Allena menangis sejadi-jadinya di pelukan Zefran.
...~ Bersambung ~...
kau surve 1000 pembaca lelaki
aku yakin 100% tidak akan ada mau punya istri kayak Alena
*istri tapi gampang meladeni pria lain
*istri tapi gampang kontak fisik (pelukan dengan pria lain, sudah tidak terhadap berapa kali Alena pelukan dengan pria lain
*istri yang tidak bisa menjaga perasaan suami dari cemburu
*istri yang lebih menentukan perasaan pria lain dari pada perasaan suaminya
*istri munafik suaminya cemburu dibilang cemburu buta tapi dia sendiri cemburu juga
*istri makan ada masalah sedikit pergi dari rumah, sudah dua kali Alena buat suaminya hampir mati karena kelakuan laknatnya
*fakta zebran sudah berkali makan hati dan mengeluarkan airmata karena Alena, dan sudah berap kalian zefran diremehkan dan direndahkan pria lain
*Alena istri yang tidak bisa menjaga harga diri suaminya didepan pria lain
wanita kayak gini yang kalian bangga kan
aku yakin 100% tidak akan ada lelaki yang mau punya istri kayak Alena
dan mirisnya novel ini membela dan membenarkan semua kelakuan Alena dan valen
jadi doaku semoga author dapat suami yang sifatnya kayak alena dan semoga author punya sahabat wanita yang sifat dan baiknya kayak valendino yang selalu baik dan perhatian pada suami author, amin
*saat Alena cembur 100% kesalahan zefran karena tidak bisa menjaga dan peka terhadap perasaan dan hati istrinya
kecemburuan Alena kalian benarkan, dan kalian menghujat zefran
*tapi saat zefran cemburu tetap 100% kesalahan zefran karena kalian anggap cemburu buta, tidak percaya istrinya,
otak egois kalian, kalian hanya pikir perasaaan Alena tapi kalian tidak sadar zefran juga punya perasaan.
suami mana tidak cemburu melihat istrinya dekat dengan pria lain bahkan sampai sering kontak fisik,
sadar tidak kelakuan Alena yang terlalu dekat pada lelaki lain itu juga melukai perasaan suami, ingat suami kalian juga punya perasaan
Thor pakai otak sedikit saja tempat kan lah salah ya salah benar ya benar jika zefran salah ya salah jika kelakuan Alena salah ya salah, jangan kalian selalu membela dan membenarkan kelakuan alena
salam akal waras wanita