Sweet Alexsandra, seorang gadis yang memiliki sifat dingin. Ia dipaksa untuk menikahi seorang lelaki kejam demi keuntungan bisnis orang tuanya. Perusahaan lelaki itu begitu sulit ditaklukkan. Sehingga gadis itu digunakan sebagai alat. Sweet harus rela melepaskan segala mimpinya. Menjadi seorang istri dari lelaki yang sama sekali tidak menganggap dirinya ada. Lelaki yang selalu menganggapnya sebagai pecinta harta.
Hidup tanpa cinta sudah menjadi hal lumrah baginya. Mungkinkah ia akan mendapatkan kebahagiaan yang sebenarnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon desih nurani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3
Bak negeri dongen, sederet gedung-gedung sejarah berdesain baroque menghiasi setiap penjuru kota Berlin. Memanjakan setiap mata yang memandang. Jerman memang terkenal dengan julukan negeri Nazi. Negara yang penuh dengan sejarah silam. Salah satu saksi hidup perang dunia ke- II. Selain itu, Jerman juga terkenal dengan keramahan penduduknya, menjadikan negeri ini semakin berkesan bagi siapa saja yang berkunjung.
Kaki jenjang milik Sweet terlihat memasuki sebuah ruangan yang cukup luas. Ruangan bernuansa putih. Di sana terdapat sebuah rak yang dipenuhi buku dan sebuah sofa berwarna soft. Tempat di mana ia menghabiskan waktunya sepanjang hari.
Gadis itu meletakkan hanbag miliknya di atas meja. Menarik kursi kerjanya. Ia duduk di sana seraya membuka laptop. Jemari letiknya mulai bermain di atas keyboard. Menyelesaikan pekerjaan yang sempat terbengkalai. Setelah pertemuan kemarin, Sweet memang tidak berangkat ke kantor. Ia memilih untuk berdiam diri di kamar.
Sepertinya hari ini ia benar-benar akan menghabiskan waktu dalam ruang kerja dalam waktu berjam-jam. Bergelut dengan beberapa berkas penting yang belum tersentuh olehnya.
Suara ketukan pintu berhasil mengalihkan keseriusan gadis itu.
"Masuk."
Seorang wanita paruh baya pun memasuki ruangan Sweet. Menghampiri Sweet yang masih berkutat dengan benda pipih di hadapannya.
"Nona, Tuan memanggil anda ke ruangannya sekarang," ujar wanita itu yang merupakan sekretaris sang Ayah.
"Baik Shena, terima kasih. Aku akan segera ke sana," sahut Sweet tanpa melihat lawan bicaranya. Wanita paruh baya itu pun langsung bergegas pergi.
Sweet mematikan laptopnya dan merapikan blazer yang melekat sempurna ditubuhnya. Ia pun langsung bergegas menuju ruangan Jeremy.
"Dad," sapa Sweet seraya membuka pintu.
"Duduklah," titah Jeremy tanpa melihat Sweet. Lelaki itu terlalu sibuk dengan tumpukan berkas yang memenuhi seisi meja. Terlihat raut wajahnya yang menggambarkan rasa lelah. Karena terus memikirkan nasib perusahaan yang sudah susah payah ia bangun dari nol.
Sweet menarik kursi dan duduk dihadapan sang Daddy. Matanya terus memperhatikan setiap pergerakan Jeremy.
Beberapa menit kemudian, Jeremy mengalihkan pekerjaannya. Ia menatap putrinya begitu dalam.
"Sweet, kamu pasti tahu kondisi perusahaan kita saat ini seperti apa, bukan? Kita banyak kehilangan investor penting, saham terus anjlok. Hanya kamu yang dapat membantu, Sweet. Hanya perusahaan Digan't Group yang bisa membantu kita," ujar Jeremy seraya memijat pelepisnya. Sweet masih terdiam.
Jeremy menyerahkan sebuah map pada Sweet. Gadis itu tampak bingung. "Berikan ini padanya, ambil kesempatan untuk meminta maaf atas kejadian kemarin. Berikan kesan baik padanya."
Sweet menerima map itu dengan ragu. Sebenarnya ia tidak ingin bertemu apa lagi menjalin hubungan dengan lelaki yang sama sekali tidak menarik perhatiannya. Jika bukan karena Jeremy, ia tidak akan sudi menginjakkan kaki ke perusahaan itu. Perusahaan yang penuh dengan rumor, jika di sana begitu banyak peraturan yang ketat. Bahkan sedikit saja membuat kesalahan, kehilangan pekerjaan menjadi taruhannya. Bahkan banyak rumor mengatakan jika nyawa juga akan menjadi taruhan jika bekerja di sana.
"Sweet, Daddy menaruh kepercayaan penuh padamu."
"Aku akan melakukan sebisaku, Dad. Aku pergi dulu," ucap Sweet bangun dari duduknya. Jeremy mengangguk. Gadis itu pun langsung beranjak pergi.
Setelah keluar dari ruangan Jeremy. Sweet langsung bergerak menuju perusahaan Digan't Group. Sweet memperhatikan perusahaan besar di depan matanya saat ini. Perusahaan yang dua kali lipat jauh lebih besar dari perusahaan Jeremy.
Cukup lama Sweet berdiri di sana. Mengumpulkan segenap hati untuk masuk. Kakinya seakan enggan untuk melangkah ke sana. Namun, raut wajah lelah sang Daddy terus terlintas dalam ingatannya. Ia tidak ingin mengecewakan lelaki itu lagi.
Sweet tampak menghela napas beberapa kali. Lalu ia pun memberanikan diri untuk masuk ke sana. Dengan kaki yang sedikit bergetar. Bayangan mengerikan itu kembali terlintas dalam ingatannya. Namun, dengan cepat ia menepis semua ingatan silam itu.
"Permisi, Nona. Saya ingin bertemu dengan Tuan Digan. Apa beliau ada?" tanya Sweet pada salah seorang resepsionis cantik.
"Maaf, dengan siapa dan dari perusahaan mana? Apa Anda sudah pernah membuat janji?"
"Ah, saya dari Jerome Group. Saya juga tidak pernah membuat janji," balas Sweet apa adanya.
"Maaf, Nona. Tuan sangat sibuk hari ini, beliau tidak bisa diganggu."
"Oh, jika seperti itu aku akan menunggu. Terima kasih," ucap Sweet langsung beranjak menuju ruang tunggu. Seakan memaksa sang resepsionis untuk menghubungi atasannya.
Sweet kembali menahan langkahnya saat memasuki ruangan yang pernah ia kunjungi setahun yang lalu. Tempat di mana ia melihat kejadian yang masih membekas dalam ingatannya. Dengan segenap rasa, ia masuk dan duduk di sana. Menunggu seseorang yang menurutnya sama sekali tidak penting. Keringat dingin perlahan membasahi wajahnya. Menahan rasa takut.
Resepsionis cantik tampak bingung dengan sikap keras kepala Sweet. Ia langsung menghubungi sekretaris Josh. Seorang lelaki tampan dan bertubuh kekar. Asisten pribadi Alex sekaligus merangkap sebagai sekretaris. Pemilik nama lengkap Joshua Brianta.
Selang beberapa waktu, lelaki berparas sangar itu tampak menghampiri sang resepsionis.
"Serly, di mana wanita itu?" tanyanya datar.
"Di ruang tunggu, Tuan."
Josh pun langsung bergegas menuju tempat di mana Sweet berada. Dari kejauhan, gadis itu telihat terus melihat jam ditangannya. Ia berusaha untuk tetap terlihat tenang dan santai. Tidak ada yang tahu jika wanita itu sedang menahan rasa takut.
"Nona Sweet?" tanya Josh menghampiri Sweet. Gadis itu langsung menoleh.
"Ya." Sweet langsung berdiri sambil menatap lelaki jangkung yang saat ini ada dihadapannya. Napasnya tercekat, saat mengingat dengan jelas wajah lelaki itu. Namun, ia tetap berusaha tenang.
"Ikut dengan saya," perintah Josh seraya meninggalkan tempat itu. Sweet pun hanya bisa mengekor dari belakang. Dengan pikiran yang berkecamuk.
Langkah kaki mereka terhenti di depan sebuah pintu yang bertuliskan Chief Executive Officer Room.
"Silakan masuk, Tuan menunggu Anda di dalam."
Sweet sedikit mundur saat Josh berbalik untuk menatapnya.
"Anda tidak masuk?" tanya Sweet bingung.
"Tidak, Nona. Silakan," jawab Josh membukan pintu untuk Sweet.
"Baiklah, terima kasih." Sweet memasuki ruangan itu dengan perasaan waswas.
Sweet cukup terkejut saat melihat kondisi ruangan yang begitu mewah dan didominasi warna gelap. Bukan kata elegan yang tersirat dalam benaknya, melainkan kesan mengerikan. Karena Sweet sangat benci kegelapan.
"Kita bertemu lagi, anak kecil."
Sweet terhenyak mendengar suara milik Alex. Suara itu berasal dari arah sofa. Mata tajam Sweet langsung tertuju pada lelaki itu.
Sweet menghela napas berat. Lalu, tanpa rasa ragu, Sweet menghampiri Alex.
"Selamat siang, Tuan Digan." Sapa Sweet berusaha untuk tetap santai.
"Duduk." Perintah Alex pada Sweet. Gadis manis itu pun mengikuti perintahnya, duduk berhadapan dengannya.
"Terima kasih," ucap Sweet.
"Apa tujuanmu?" tanya Alex menatap Sweet dengan serius. Sweet memberanikan diri untuk mengunci mata biru Alex.
"Tujuan saya ke sini untuk mengajukan kerja sama dan ingin meminta maaf atas kejadian kemarin." Jawab Sweet seraya menyerahkan map pada Alex. Sweet sendiri tidak tahu isi dari map itu. Karena Jeremy tidak memintanya untuk melihat isi berkas tersebut.
Alex membuka map itu sambil sesekali melirik Sweet. Lelaki itu mengernyit. Lalu ia mengambil bolpoin dari sakunya dan langsung menandatangani isi map itu.
"Kamu tahu isi map ini?" tanya Alex menyerahkan map itu kembali.
"Tidak, Daddy hanya berpesan untuk menyerahkan ini pada Anda."
Alex menatap Sweet sambil tersenyum penuh arti. Lalu meneliti penampilan Sweet yang jauh lebih sopan dari sebelumnya.
"Kembalikan ini pada Ayahmu, katakan padanya aku setuju."
Sweet sangat terkejut bercampur bingung. Sebenarnya apa isi map itu ? Hingga Alex langsung menyetujui kerja sama tanpa ragu.
Ada yang aneh, batin Sweet.
"Masih ada yang lain?"
"Ah, tidak." Sweet terkejut dan langsung bangun dari duduknya.
"Terima kasih, Tuan. Saya pamit undur diri, maaf sudah mengganggu waktu Anda yang berharga."
"Tidak perlu sungkan, kedepannya kita akan memiliki waktu yang lebih panjang lagi, bukan?" ujar Alex kembali membuat Sweet bingung. Namun, Sweet langsung mengangguk.
"Baiklah, sekali lagi saya ucapkan terima kasih." Sweet langsung mengundurkan diri. Dengan cepat ia meninggalkan ruangan penuh aura aneh itu. Hampir saja jantungnya copot.
Setelah kepergian Sweet, Alex menyeringai. Menatap pintu di mana Sweet menghilang dari pandangan.
"Pintar sekali mereka, menggunakan trik lama untuk mengambil keuntungan dariku? Itu tidak mudah. Sesuai permintaan, permaian akan segera dimulai," ucap Alex mengembangkan senyuman penuh arti.
***
Jeremy membuka kembali map yang Sweet berikan. Raut wajahnya berubah seketika. Sweet yang melihat itu tampak heran.
"Sweety." Jeremy bangun dari duduknya. Ia menghampiri putrinya yang masih terlihat bingung. Melihat itu, Sweet ikut bangun dari duduknya.
"Terima kasih. Kau memang putriku," lanjutnya seraya memeluk Sweet. Membuat gadis itu semakin bingung.
"Terima kasih." Jeremy semakin mengeratkan pelukannya. Ia benar-benar bahagia.
"Dad." Sweet berusaha melepaskan pelukan Jeremy.
"Baiklah-baiklah, maafkan Daddy, sayang. Sekarang Daddy akan membawa kamu ke sebuah tempat," ujar Jeremy melerai pelukannya. Sweet menatap Jeremy penuh tanda tanya.
"Jangan menatap Daddy seperti itu, ayo ikut." Jeremy menarik tangan putrinya. Mereka pun mulai meninggalkan perusahaan. Dan menciptakan beribu pertanyaan dalam benak Sweet.