MONSTER KEJAM itulah yang Rahayu pikirkan tentang Andika, suaminya yang tampan namun red flag habis-habisan, tukang pukul kasar, dan ahli sandiwara. Ketika maut hampir saja merenggut nyawa Rahayu di sebuah puncak, Rahayu diselamatkan oleh seseorang yang akan membantunya membalas orang-orang yang selama ini menginjak-injak dirinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BI STORY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keberanian Rahayu
TIGA HARI KEMUDIAN
Pagi itu, suasana di ruang makan kediaman Rio terasa mencekam, meski hanya suara denting sendok dan garpu yang terdengar. Laura duduk dengan anggun, sesekali melirik sinis ke arah kursi kosong di ujung meja, tempat yang biasanya diisi oleh Rahayu yang datang dengan langkah terseret dan bantuan pelayan.
"Mana anak manjamu itu, Mas?" sindir Laura sambil mengoles selai ke rotinya.
"Sudah jam segini belum turun. Apa dia mau sarapannya diantar ke tempat tidur lagi seperti putri raja?"
Rio hanya terdiam, wajahnya tampak lelah. Namun, sebelum ia sempat memanggil Bibi Lulu, terdengar ketukan langkah kaki yang teratur dari arah tangga.
Tuk. Tuk. Tuk.
Itu bukan suara tongkat yang meraba-raba. Itu adalah suara langkah kaki yang pasti.
Rahayu muncul di ambang pintu ruang makan. Tanpa tongkat di tangannya. Ia berjalan dengan punggung tegak, dagu terangkat, dan tatapan yang meski kosong, tampak lurus ke depan. Ia menghitung dalam hati : Lima langkah menuju meja, belok sedikit ke kiri untuk menghindari vas bunga besar.
Dengan gerakan yang sangat halus, Rahayu menarik kursi makannya sendiri dan duduk tanpa meleset sedikit pun.
"Pagi, Pa," sapa Rahayu tenang. Suaranya tidak lagi bergetar.
Laura dan Santi ternganga. Santi sampai menghentikan gerakan tangannya yang sedang memegang ponsel.
"Wah, ada apa ini?" celetuk Santi dengan nada mengejek.
"Tiba-tiba bisa jalan sendiri? Mau pamer ya, karena sebentar lagi jadi istri orang kaya?"
Rahayu tidak langsung menjawab. Ia menghirup udara di sekitarnya. Bau parfum melati yang menyengat ada di sebelah kanannya. Laura.
"Santi," sahut Rahayu dingin.
"Seharusnya kamu belajar berjalan dengan anggun sepertiku, bukannya sibuk mengomentari orang lain. Aku denger kemarin kamu hampir jatuh karena heels-mu tersangkut karpet saat mencoba menggoda kolega Papa, kan?"
Santi tersentak. Wajahnya memerah.
"Kamu... dari mana kamu tahu?!"
"Telingaku gak buta, Santi. Dan bau parfum murahanmu itu tertinggal di lorong kerja Papa cukup lama kemarin sore," lanjut Rahayu sambil meraih gelas di depannya dengan akurasi yang menakutkan.
"Rahayu! Jaga bicaramu pada adikmu!" tegur Laura, suaranya meninggi.
"Kamu pikir karena kamu akan menikah dengan Andika, kamu bisa bersikap lancang di rumah ini?"
Rahayu meletakkan gelasnya pelan. Ia menoleh ke arah sumber suara parfum melati itu.
"Lancang? Bukankah yang lancang adalah orang yang mencoba mengganti vitamin anak tirinya dengan bubuk gula agar fisiknya semakin lemah? Atau mungkin... ada niat lain yang lebih gelap, Tante Laura?"
Meja makan mendadak hening. Rio meletakkan sendoknya dengan keras, matanya menatap Laura dengan penuh tanya.
"Apa maksudnya ini, Laura? Vitamin apa?"
Laura gugup, wajahnya memucat seketika.
"Itu... itu hanya salah paham! Rahayu pasti berhalusinasi karena stres mau menikah!"
"Aku gak berhalusinasi, Pa," potong Rahayu, kini beralih menatap arah ayahnya.
"Papa ingin aku menikah agar aku aman, kan? Baiklah. Aku akan menikah dengan Andika Rahardjo. Tapi jangan harap aku akan pergi dari sini sebagai pecundang yang kalian buang."
Rahayu berdiri, tanpa menyentuh makanannya. Ia bisa merasakan tatapan benci Laura yang membakar, namun itu justru memberinya kekuatan.
"Tante Laura, simpan senyum kemenanganmu itu untuk sementara," bisik Rahayu tepat saat ia melewati kursi Laura.
"Karena begitu aku menjadi Nyonya Rahardjo, aku akan memastikan setiap sudut rumah ini dibersihkan dari... parasit.
Tanpa menunggu balasan, Rahayu berjalan keluar ruang makan dengan langkah mantap, meninggalkan Laura yang gemetar karena amarah dan Rio yang terpaku melihat perubahan drastis putri tunggalnya.
Suasana di ruang makan itu tidak lagi mencekam, melainkan meledak. Begitu punggung Rahayu menghilang di balik pintu, keheningan yang ditinggalkannya terasa seperti kayu bakar yang baru saja terbakar habis.
Rio berdiri dengan gerakan yang begitu tiba-tiba hingga kursi makannya terjungkal ke belakang, menimbulkan suara dentuman keras yang membuat Santi menjerit kecil. Wajah pria itu merah padam, urat-urat di lehernya menegang.
"Rio... Mas, dengerin aku dulu! Itu semua fitnah!" Laura mencoba berdiri, tangannya gemetar meraih lengan suaminya.
"Anak itu hanya ingin mengadu domba kita! Dia sengaja..."
PLAK!
Tamparan keras mendarat di pipi kiri Laura, membuat kepala wanita itu tersentak ke samping. Suara tamparan itu bergema di seluruh ruangan, memutus kalimat pembelaan Laura seketika.
"Papa!" teriak Santi histeris. Ia menutup mulut dengan kedua tangan, matanya terbelalak melihat ibunya yang kini tersungkur sambil memegang pipinya yang memerah.
"Diam kamu, Santi!" bentak Rio dengan suara menggelegar.
"Aku sudah cukup sabar melihat tingkah kalian selama ini. Aku diam karena aku pikir kalian benar-benar peduli pada Rahayu di saat aku sibuk bekerja. Tapi mengganti obatnya? Kamu ingin membunuh anakku perlahan-lahan, Laura?!"
"Aku tidak... aku tidak bermaksud begitu, Mas..." Laura terisak, air mata buayanya mulai mengalir, namun kali ini Rio tidak merasa luluh sedikit pun.
"Jangan bohong lagi!" Rio memukul meja dengan kepalan tangannya.
"Rahayu tidak pernah bicara tanpa bukti. Dia bahkan tahu bau parfummu di ruang kerjaku dan kelakuan genit Santi. Kalian pikir aku buta? Kalian pikir aku tidak tahu kalau kalian memperlakukan putriku seperti sampah saat aku tidak ada?"
Rio melangkah maju, memojokkan Laura yang masih bersimpuh di lantai. Tatapannya dingin, penuh dengan rasa jijik yang selama ini terpendam.
"Dengar baik-baik, Laura. Jika sampai terjadi sesuatu pada Rahayu sebelum atau sesudah pernikahannya, atau jika aku menemukan satu butir saja bubuk gula di botol obatnya lagi... aku sendiri yang akan menyeretmu ke kantor polisi. Aku tidak peduli kamu istriku atau bukan."
"Pa, ini keterlaluan! Mama cuma mau yang terbaik!" Santi mencoba membela, namun Rio menatapnya dengan pandangan yang membuat nyali gadis itu menciut.
"Dan kamu, Santi. Jika aku mendengar kamu mengganggu kakak tirimu lagi, atau mencoba mendekati kolega-kolegaku dengan cara murahan seperti itu, aku akan memutus semua fasilitasmu. Kamu akan tahu rasanya menjadi 'orang cacat' yang tidak punya apa-apa di dunia ini!"
Rio mengambil napas panjang, mencoba mengatur emosinya yang meluap. Ia merapikan jasnya dengan kasar.
"Mulai hari ini, Bibi Lulu yang akan mengurus full semua keperluan Rahayu secara pribadi. Kalian berdua dilarang mendekati kamarnya tanpa izin dariku. Jika kalian melanggar... bersiaplah angkat kaki dari rumah ini tanpa membawa satu rupiah pun."
Tanpa menoleh lagi, Rio melangkah pergi meninggalkan ruang makan. Laura jatuh terduduk, bahunya terguncang hebat karena tangis kemarahan, sementara Santi hanya bisa mematung, menyadari bahwa takhta yang mereka bangun di rumah itu mulai retak akibat keberanian seorang gadis buta yang selama ini mereka remehkan.
BERSAMBUNG
jangan lupa mampir juga keceritaku PENJELAJAH WAKTU HIDUP DIZAMAN AJAIB🙏