NovelToon NovelToon
Saat Aku Berhenti Berharap

Saat Aku Berhenti Berharap

Status: sedang berlangsung
Genre:Poligami / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Dijodohkan Orang Tua / Cinta Seiring Waktu / Romansa
Popularitas:8.7k
Nilai: 5
Nama Author: Lisdaa Rustandy

Dua tahun menjadi istri dari pria cuek nan dingin yang tak pernah mencintaiku, aku masih bersabar dalam pernikahan ini dan berharap suatu hari nanti akan ada keajaiban untuk hubungan kami.
Tetapi, batas kesabaranku akhirnya habis, saat dia kembali dari luar kota dengan membawa seorang wanita yang ia kenalkan padaku sebagai istri barunya.
Hatiku sakit saat tahu dia menikah lagi tanpa izin dariku, haruskah dia melakukan hal seperti ini untuk menyakiti aku?
Jujur, aku tak mau di madu, meskipun awalnya aku meyakinkan diriku untuk menerima wanita itu di rumah kami. Aku memilih pergi, meminta perpisahan darinya karena itulah yang ia harapkan dariku selama ini.
Aku melangkah pergi meninggalkan rumah itu dengan hati yang hancur berkeping-keping. Kupikir semua sudah berakhir begitu aku pergi darinya, namun sesuatu yang tak terduga justru terjadi. Ia tak mau bercerai, dan memintaku untuk kembali padanya.
Ada apa dengannya?
Mengapa ia tiba-tiba memintaku mempertahankan rumah tangga kami?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lisdaa Rustandy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Menyerah

[Keesokan Harinya]

Alden berdiri di depan pintu kamar Naysila. Ia merasa ragu untuk mengetuk pintu kamar istrinya, tetapi ingat bahwa semalam ibunya berpesan agar ia dan Naysila bisa menghadiri acara perayaan ulang tahun pernikahan mereka. Mau tak mau, Alden akhirnya mengangkat tangan kanannya bersiap mengetuk pintu kamar.

Namun, sebelum Alden dapat mengetuk pintu, tiba-tiba pintu kamar Naysila terbuka dengan sendirinya membuat Alden menarik tangannya kembali. Naysila keluar dari kamar dan terkejut melihat Alden ada di sana.

"Mas, kamu ngapain di sini?" tanya Naysila sambil menutup pintu kamarnya dan dirinya keluar.

Alden sedikit gugup, tetapi berusaha membuat dirinya tenang kembali dan menunjukkan sikap dinginnya.

"Tadinya aku mau mengetuk pintu kamar kamu, tapi tiba-tiba pintunya terbuka. Maka dari itu aku nggak jadi melakukannya," jawab Alden dengan nada datar.

"Ada apa, sehingga kamu ingin mengetuk pintu kamarku? Aku sudah menyiapkan sarapan di meja makan, jadi aku pikir kamu nggak akan membutuhkan aku lagi hingga harus repot mengetuk pintu kamarku."

"Aku ingin membicarakan hal lain, bukan tentang sarapan."

"Baik, katakan sekarang karena aku mau pergi berbelanja. Aku nggak mau terlalu kesiangan, takutnya barang-barang diskon habis," kata Naysila dengan sikap tak kalah dingin.

Alden menghela napas, lalu berkata. "Semalam, Ibu mengirimkan pesan padaku dan memintaku untuk datang ke rumah, karena akan diadakan acara peringatan ulang tahun pernikahan. Ibu memintaku mengajak kamu datang ke sana, dan ikut merayakan hari bahagia mereka," Alden menjelaskan tanpa basa basi.

"Lalu, apa hubungannya denganku? Kamu mau mengajakku ke sana?" tanya Naysila.

"Tadinya aku ingin pergi sendiri, tetapi Ibu memaksaku untuk membawa kamu juga. Aku nggak bisa menolak kalau Ibu yang sudah meminta, maka dari itu kamu harus ikut denganku datang ke acara itu," sikap yang ditunjukkan Alden seolah acuh tak acuh, namun dalam hati ia sangat berharap Naysila akan ikut.

Naysila tersenyum kecut, "Kenapa harus aku? Kamu kan bisa mengajak istri baru kamu itu dan mengenalkan mereka kepada orang tua kamu. Biar mereka tahu kalau putranya sudah berpoligami tanpa izin dari siapapun."

Alden menghela napas panjang. Rahangnya mengeras, dan sorot matanya yang dingin kini sedikit bergetar. Ia sudah menduga kalau Naysila akan menyinggung pernikahannya yang kedua, tetapi mendengarnya langsung dari mulut perempuan itu tetap saja menimbulkan rasa tidak nyaman di hatinya.

"Aku nggak ingin membahas itu sekarang," kata Alden, suaranya tetap datar, tetapi ada nada lelah di dalamnya. "Aku hanya butuh jawaban dari kamu, ya atau tidak."

Naysila mendengus pelan. "Tentu saja. Kamu pasti malas membahasnya, kan? Karena kamu sendiri tahu kalau yang kamu lakukan itu salah. Dan aku yakin, kamu juga nggak akan pernah mau membawa istri kamu itu ke hadapan orang tua kamu, karena kamu juga tahu kalau orang tua kamu nggak akan pernah memberikan restu atas pernikahan kalian."

Alden mengepalkan tangannya di sisi tubuhnya. "Aku datang ke sini bukan untuk bertengkar, Nay. Aku cuma menyampaikan pesan dari Ibu. Aku tahu kamu marah, aku mengerti kalau kamu kecewa atas pernikahan keduaku. Tapi ini bukan soal kita. Ini tentang mereka, orang tuaku. Mereka nggak salah apa-apa, dan mereka cuma ingin melihat kita datang sebagai pasangan suami-istri, seperti biasa."

Naysila tertawa sinis. "Seperti biasa? Kamu bercanda, Mas? Kamu memintaku bertemu dengan orang tuamu dan pura-pura mesra lagi di hadapan mereka? Ingat ya, dulu mungkin kita suami istri yang walaupun tidak saling mencintai tapi bisa berpura-pura mesra di hadapan orang tua kita. Tapi sekarang, kita cuma dua orang asing yang terjebak dalam status pernikahan yang telah kamu nodai! Jadi jangan berharap aku mau melakukannya lagi!"

Alden menatap Naysila dengan rahang mengeras. Ia ingin menyangkal, ingin membela diri, tapi ia tahu apa yang dikatakan perempuan itu ada benarnya. Pernikahan mereka memang sudah hancur sejak awal namun masih dipertahankan hanya karena tak mau menyakiti perasaan orang tua.

"Kalau kamu nggak mau ikut denganku menghadiri acara itu, dan kamu merasa lelah dengan pernikahan kita. Kenapa kamu masih bertahan? Bukankah aku sudah memberikan kamu kebebasan untuk pergi ke rumah orang tuamu?" ujar Alden tegas, seolah memang ingin Naysila memilih jalan untuk pergi darinya.

DEGH!

Hati Naysila seolah dihantam dengan keras oleh perkataan Alden, kini ia semakin yakin bahwa Alden memang menginginkan kepergiannya.

"Segitu bencinya kamu padaku, Mas? Sampai kamu tega berbicara seolah mengusir aku?" kata Naysila dengan air mata yang tiba-tiba saja mengalir di pipi.

Alden diam, bungkam dan memalingkan muka tak mau melihat Naysila menangis.

Naysila menangis tanpa suara, namun isakan pelannya samar-samar terdengar. Naysila berusaha kuat, ia menghapus air matanya dan menguatkan diri.

"Baiklah, kalau memang kamu sangat ingin aku pergi. Mungkin, awalnya aku mengira bahwa aku akan kuat menghadapi ini lebih lama, tapi hari ini aku sadar bahwa aku sudah lemah dan gak bisa melanjutkan semua ini. Hari ini, aku akan ikut denganmu ke rumah orang tuamu dan berpura-pura seperti biasa. Tapi setelah itu, tolong antarkan aku pulang secara baik-baik pada orang tuaku. Ceraikan aku dengan cara yang baik seperti saat orang tuamu memintaku pada mereka. Aku mengalah, Mas," tutur Naysila dengan air mata yang terus mengalir deras.

"Aku mungkin akan menyakiti perasaan orang tuaku, tapi itu tak apa daripada aku juga terus berbohong pada mereka. Walaupun awalnya mungkin akan menyakiti mereka, namun aku yakin cepat atau lambat orang tuaku bisa menerima dan mengerti. Jadi, kamu gak perlu susah payah lagi untuk menyingkirkan aku, Mas. Aku yang pergi sendiri dan kamu pantas merayakannya," tambah Naysila dengan dada yang sesak.

Alden tertegun. Entah mengapa dadanya terasa sesak saat mendengar permintaan itu keluar dari mulut Naysila dan juga penuturannya. Ia tahu, cepat atau lambat, hal ini akan terjadi dan inilah yang selama ini Alden inginkan. Tapi mendengarnya langsung saat ini tetap saja menimbulkan rasa perih yang tak bisa ia jelaskan.

Alden tak tahu seperti apa sebenarnya yang ia rasakan, namun ia merasa berat untuk mengatakan 'Ya' pada permintaan Naysila.

Alden menundukkan kepalanya, menyembunyikan ekspresinya yang mulai retak. "Jadi, ini keputusan kamu?" tanyanya dengan suara pelan, hampir berbisik.

Naysila mengangguk, meski air mata masih membasahi pipinya. "Aku sudah lelah, Mas. Aku nggak mau lagi bertahan dalam pernikahan yang cuma bikin aku sakit hati." Naysila mengusap air matanya. "Dua tahun kita jalani ini, namun sampai saat ini belum ada kemajuan, kamu bahkan menikah lagi tanpa siapapun tahu. Aku sadar, kamu nggak akan pernah bisa memilih aku, jadi aku yang akan memilih untuk pergi, mengalah untuk kebahagiaan kamu. Aku gak bisa mempertahankan sebuah hubungan yang hanya menghabiskan waktu, aku butuh kepastian dan juga kebahagiaan."

Hening.

Alden mengepalkan kedua tangannya erat, mencoba menahan sesuatu yang sejak tadi bergemuruh dalam dadanya. Ia ingin mengatakan sesuatu, ingin menghentikan perempuan itu. Tapi apa haknya? Ia sendiri yang menghancurkan semua ini dan bahkan menginginkannya, bukan?

"Baik," kata Alden akhirnya, dengan suara yang nyaris tak terdengar. "Setelah acara selesai, aku akan mengantarmu pulang ke rumah orang tuamu."

Naysila tersenyum pahit. Entah kenapa, mendengar Alden begitu mudah menyetujui permintaannya malah membuat hatinya semakin sakit. Ia berharap, meski hanya sedikit, ada keraguan di dalam diri pria itu. Tapi nyatanya, Alden justru menerima keputusannya tanpa sedikit pun usaha untuk menahannya.

"Aku akan bersiap untuk nanti malam," kata Naysila akhirnya, lalu berbalik dan masuk kembali ke dalam kamarnya, rencana untuk berbelanja pun ia urungkan.

Alden masih berdiri di tempatnya, menatap pintu kamar yang kini tertutup rapat. Tangannya mengepal di sisi tubuhnya, rahangnya mengatup keras.

Bodoh.

Untuk pertama kalinya, Alden merasa dirinya adalah pria paling bodoh di dunia.

"Sebenarnya, aku kenapa? Kenapa aku sama sekali tidak merasa senang saat dia meminta aku mengantarkan dirinya pulang pada orang tuanya? Kenapa ini? Kenapa aku malah merasa sesak?" Alden membatin. Ia pun bingung dengan perasaannya sendiri.

Alden bergerak, ia berjalan pelan menjauh dari kamar Naysila, tapi sesekali akan berbalik dan menoleh ke arah pintu kamar yang selama 2 tahun ini tak pernah ia buka atau masuki. Hatinya terasa sangat berat, Alden merasa ia mulai goyah akan keinginannya sendiri.

Ketika Alden masuk ke kamarnya, Serena yang sedang duduk di depan cermin menoleh dan menghampiri.

"Kamu bertengkar lagi dengannya?" tanya Serena yang sebenarnya sejak tadi tahu Alden dan Naysila bertengkar.

Alden tak menjawab, ia mematung di tempatnya, tatapan matanya kosong.

"Al, kamu sepertinya terlalu kasar padanya. Kalau kamu ingin mengantarkan dia pulang ke rumah orang tuanya, seharusnya sejak awal saja, jangan menunggu hingga dua tahun. Kamu sama saja menghancurkan hati dan masa depannya, wajar kalau Nay sangat kecewa dan marah sama kamu," kata Serena dengan meraih tangan Alden dan menggenggamnya.

"Al, kalau kamu memang gak bisa mencintai Nay, kenapa kamu gak coba untuk mencintai aku yang kamu akui sebagai istri?" tanya Serena penuh percaya diri.

Alden menatap dingin, melepaskan tangan Serena darinya, "Aku gak butuh ceramah kamu. Kerjakan saja tugasmu, karena sebentar lagi tampaknya akan berakhir," katanya.

"Dan ingat, aku gak akan pernah mau mencintai wanita malam sepertimu. Jadi, lebih baik kamu sadar diri sebelum bicara seperti itu," tambah Alden.

Setelah itu, Alden masuk ke ruang kerjanya dan mengurung diri di sana, sementara Serena mendengus kesal karena Alden bahkan tak pernah meliriknya sebagai seseorang yang menarik. Di mata Alden, Serena adalah wanita malam yang ia pungut dengan tawaran uang yang besar untuk berpura-pura jadi istrinya, tak lebih.

Suasana pagi itu kacau, baik Alden maupun Naysila, keduanya memilih untuk tetap berada di kamar mereka untuk merenungi semua yang baru saja terjadi.

"Baiklah, ini akhirnya, Nay... Kamu yang mengalah, maka mari kita pergi dan memulai hidup yang baru tanpa orang seperti dia," batin Naysila yang masih saja terus menangis.

*****

1
Sunaryati
Karena sejak awal pernikahan kamu langsung menutup hati, dan menyakiti hati dan sekarang malu akan berjuang, setelah merasakan kehilangan saat ditinggalkan
Sunaryati
Jika ragu akan disakiti lagi namun kamu akan beri kesempatan, buat perjanjian Nay
Aretha Shanum
ahh bosen alurnya , menye2 kaya bumi sempit ga ada lski2
Lisdaa Rustandy: iya, emang sempit kok. kalo mau yg luas keluar dari novel aja🤣🤣
total 1 replies
lovina
ketawa sj kalau baca novel modelan gini, wnaitanya selalu naif dan bodoh sdngkan laki2nya selalu di buat semaunya dan ujungnya balikan dgn ending sm semua novel, baca buku berkali2 dgn alur yg sama... niat amat author2 dadakan kek gini g bisa yah buat yg beda, g mungkinkan oyak nya cmn satu tuk semua author...kalau di kritik biasnaya tantrum
Lisdaa Rustandy: maaf, saya sudah berkarya hampir 4thn, jadi bukan dadakan lagi. Setidaknya buatlah versi anda sendiri sebelum menertawakan karya orang lain🤣🤣🤣
total 2 replies
Sunaryati
Kamu renungkan semua kesalahan kamu Alden, dan berpikir cara memperbaikinya. Nayla jika kamu masih ada cinta untuk Alden berpikir jernih baru ambil keputusan.
Lestari Ari Astuti
semoga bersatu kembali
partini
hemmm enak bener jadi laki udah cup sana cup nyesel minta maaf balikan ga jadi baca Thor
Lisdaa Rustandy: tapi Alden gak pernah ngapa2in sama Serena, kan dari awal cuma boongan. Cup sana cup sininya darimana, kak? 😄 Alden masih ORI itu
total 1 replies
Lestari Ari Astuti
di tunggu kelanjutannya
Tutuk Isnawati
nyesel deh sekarang gliran orgny dah. prgi
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!