NovelToon NovelToon
Ketika Bar-Bar Bertemu Sabar

Ketika Bar-Bar Bertemu Sabar

Status: sedang berlangsung
Genre:Romansa pedesaan / Diam-Diam Cinta / Cinta setelah menikah / Cintamanis / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:3.5k
Nilai: 5
Nama Author: ijah hodijah

Aira, gadis kota yang bar-bar dan suka bebas berekspresi, terpaksa ikut orang tuanya pindah ke kampung.

Di sana hidup lebih tenang, katanya... padahal justru membuat hidup Aira jungkir balik.

Setiap hari ia bersitegang dengan Ustadz Fathur, ustadz muda yang kelewat sabar tapi cerewet soal adab dan pakaian.

Yang satu bar-bar, yang satu sabar... tapi sabar juga ada batasnya, kan?

Dan saat perdebatan mereka mulai jadi bahan berita sekampung, Ustadz Fathur malah nekat melamar Aira…

Bukan karena cinta, tapi karena ingin mendidik.
Masalahnya, siapa yang akhirnya lebih dulu jatuh cinta... si bar-bar atau si sabar?

Baca selengkapnya hanya di NovelToon.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ijah hodijah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 3

Suasana langsung hening.

Pak Hadi memijat pelipis, sementara Bu Maryam hampir pingsan karena malu. Sedangkan Ustadz Fathur? Ia hanya tersenyum tipis sambil menatap ke arah langit sore.

“Insya Allah... Sabar itu pahala, ya Allah,"

Dan di situlah — di sore pertama kedatangannya di kampung... Aira resmi membuat ustadz paling sabar di kampung itu mulai menguji kadar kesabarannya.

Langit sore semakin berubah jingga kemerahan saat suara adzan magrib dari surau kecil di ujung jalan menggema. Burung-burung pulang ke sarang, dan aroma tanah lembap bercampur dengan wangi masakan dari dapur tetangga.

Pak Hadi tersenyum kikuk sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. “Kalau begitu, saya ikut ke masjid, Ustadz. Sekalian berjamaah.”

“Baik, Pak. Kita jalan bareng, ya,” jawab Fathur sambil tersenyum ramah.

Begitu kedua lelaki itu berjalan menuju masjid, Bu Maryam berbalik ke arah Aira.

“Ra, masuk dulu, yuk. Waktunya shalat magrib.”

Aira masih menatap arah mereka pergi. “Sebentar, Ma. Aku mau duduk dulu, capek banget. Baru juga pindah, belum sempat napas.”

Bu Maryam menatapnya lembut tapi tegas. “Aira… sudah sering Papa bilang, shalat itu di awal waktu. Bukan nanti kalau sempat.”

Aira mendesah pelan. “Ma, aku mau napas dulu. Aku masih kaget, Ma. Rasanya asing banget di sini. Sepi, gak ada temen, sinyal juga parah.”

Bu Maryam berjalan mendekat, duduk di sampingnya. “Mama tahu. Tapi justru waktu hati kamu lagi tidak tenang, itulah waktu terbaik mendekat mendekat sama Allah.”

Ia menatap Aira dalam-dalam. “Bukan untuk ditakuti, Ra, tapi untuk dikuatkan. Dunia ini bisa terasa asing, tapi kalau kamu dekat dengan-Nya… kamu tidak akan pernah benar-benar merasa sendirian.”

Aira diam, memandang lantai kayu teras. Angin sore berhembus lembut, membawa suara jangkrik dari sawah belakang.

Akhirnya ia menghela napas. “Oke deh, Ma… aku shalat. Tapi abis itu boleh kan aku mandi dulu? Panas banget dari tadi di mobil.”

Bu Maryam tersenyum hangat. “Boleh, Sayang. Mama tungguin di dalam, ya.”

Aira mengikuti ibunya masuk. Di dalam rumah, suasana hening hanya diisi suara adzan dari kejauhan.

Di antara langkah-langkah kecilnya menuju sajadah, Aira sadar... mungkin ketenangan memang dimulai dari hal sederhana: menurunkan gengsi, dan memulai dari yang kecil.

***

Langit sudah gelap. Dari luar jendela terdengar suara jangkrik dan desiran angin malam. Rumah itu kini terasa tenang setelah Aira selesai shalat dan mandi. Ia keluar dari kamar dengan rambut setengah kering, memakai kaus longgar dan celana panjang santai.

Dari ruang tamu, terdengar suara Pak Hadi yang baru pulang dari masjid.

“Assalamu’alaikum,” ucapnya sambil menaruh peci di atas meja.

“Wa’alaikumussalam,” jawab Bu Maryam dari dapur yang sedang menyiapkan teh hangat. “Bagaimana, Pa? Papa bisa langsung akrab sama ustadz yang di depan rumah tadi?”

Pak Hadi tersenyum sambil duduk. “Iya, namanya Ustadz Fathur. Masih muda, tapi sopan sekali. Ramah juga, jamaah di masjid banyak yang hormat sama dia.”

Ia meneguk teh hangat yang disodorkan istrinya. “Kayaknya kampung ini adem juga, orang-orangnya baik.”

Aira yang baru keluar ikut duduk di kursi sebelah ayahnya, memeluk bantal kecil di pangkuan.

“Ustadz itu ya yang tadi ke sini? Yang pake sarung dan senyum-senyum mulu itu?” tanyanya setengah malas.

Pak Hadi terkekeh. “Iya, kenapa?”

“Enggak, cuma nanya aja. Papa jangan aneh-aneh ya, nanti malah dijodohin segala.”

Pak Hadi menatap putrinya sambil tersenyum geli. “Lho, Papa cuma ngobrol biasa kok. Tapi ya kalau ada yang niat baik, kenapa enggak?”

“Pa, serius deh, jangan aneh-aneh. Aku kasihan sama Reno,” protes Aira dengan wajah cemberut.

“Reno?” tanya Bu Maryam dari dapur, menatap penasaran.

“Temen kampus, Ma,” jawab Aira cepat.

“Temen doang kan?” selidik Pak Hadi sambil mengangkat alis.

Aira menunduk. “Iya sih… tapi tetap aja, Pa. Aku kasihan.”

Pak Hadi tertawa pelan. “Kasihan kenapa? Dia teman kamu, bukan tunangan. Papa cuma bicara biasa kok. Lagian, baru juga pindah, siapa tahu di kampung ini justru kamu menemukan hal baru.”

Aira mendengus, memeluk bantal lebih erat. “Hal baru apaan, Pa? Yang ada sinyal ilang, nyamuk gede, dan suara hewan apa tuh yang baru berhenti nyanyi dari tadi.”

Bu Maryam menahan tawa sambil meletakkan gelas teh untuk Aira di meja. “Nanti juga betah, Ra. Biasanya yang paling banyak protes itu yang paling cepat jatuh cinta sama tempatnya.”

Aira memutar bola matanya malas. “Ya kali, Ma…”

Tapi dalam hati kecilnya, entah kenapa ada sedikit rasa penasaran. Nama “Ustadz Fathur” mulai menempel di kepalanya... walau ia pura-pura tak peduli.

***

Keesokan harinya.

Pagi ini udara masih sejuk. Jalanan kampung mulai ramai oleh orang-orang yang hendak ke sawah atau ke pasar. Aira berlari kecil di tepi jalanan utama kampung itu, mengenakan legging hitam dan kaus ketat berlengan pendek. Earphone menempel di telinganya, lagu semangat terdengar pelan.

Beberapa ibu yang sedang menyapu halaman memperhatikan dengan pandangan heran. Tak lama kemudian, Ustadz Fathur yang baru keluar dari masjid yang tidak jauh dari Aira berdiri memanggil pelan, “Aira!”

Aira melepas sebelah earphone. “Iya, Pak?”

“Jogingnya bagus. Tapi bajunya… terlalu ketat, Neng.” Nada suaranya tenang tapi tegas.

Aira menghentikan langkahnya. “Lho, kan cuma olahraga, Pak. Di kota juga biasa kayak gini.”

Ustadz Fathur menatapnya sabar. “Iya, tapi ini kampung. Orang-orang di sini belum tentu bisa memahami seperti di kota. Nanti mereka salah paham.”

Aira menghela napas. “Tapi Pak, kalau terus mikirin omongan orang, kapan aku bebas jadi diri sendiri?”

Ustadz Fathur tersenyum kecil. “Kebebasan itu bukan berarti bebas dari nilai, Neng. Kadang justru kita dihormati karena tahu kapan harus menyesuaikan diri.”

Aira mendengus pelan, memutar matanya sedikit. “Iya, iya, nanti Aira ganti bajunya deh.”

“Bagus,” ujar Ustadz Fathur lembut. “Saya tidak marah, cuma pengin kamu nyaman tinggal di sini tanpa jadi bahan omongan.”

Aira kembali berlari kecil menuju jalanan yang semakin terlihat indah pemandangannya dengan langkah cepat, tapi dalam hatinya masih mendebat.

“Di kota nggak ada yang masalahin baju kayak gini. Kenapa di sini semua hal harus diatur sih?”

Namun entah kenapa, ucapan Ustadz Fathur barusan masih terngiang di kepalanya.

Tidak lama kemudian.

Aira menatap jalan bercabang di depan matanya. Napasnya masih tersengal setelah berlari cukup jauh dari rumah. Ia sempat menoleh ke belakang, tapi semuanya tampak sama... rumah-rumah kayu kecil dan jalan tanah yang saling menyerupai.

“Aduh... ini jalan ke mana lagi sih?” gumamnya, menarik napas panjang. Earphone-nya kini sudah dilepas, keringat menetes di pelipisnya.

Ia memilih belok kiri, melewati jalan setapak yang diapit hamparan sawah menghijau. Suara gemericik air dari irigasi terdengar menenangkan. Tapi semakin jauh melangkah, jalan semakin sempit dan becek.

Tiba-tiba, suara “wek… wek… wek…” terdengar nyaring dari kejauhan. Aira berhenti dan melihat sekumpulan bebek berjalan beriringan melewati lumpur sawah, diikuti seorang kakek tua membawa tongkat bambu panjang.

“Lho… kok ada bebek?” Aira mendekat, lalu tertawa kecil. “Lucu banget, kayak di video TikTok.”

Namun saat mencoba menyeberang ke sisi lain, kakinya malah terperosok ke lumpur.

“Ya ampun! Ihhh... ini lumpur beneran!” teriaknya panik sambil berusaha menarik kakinya yang nyangkut. Tapi semakin ditarik, malah makin dalam.

Bersambung

1
Rian Moontero
lanjuuuttt😍
Ijah Khadijah: Siap kak. Ditunggu kelanjutannya
total 1 replies
Ilfa Yarni
ya udah nanti ustadz tinggal drmh Aira aja toh Aira ank tunggal pasti orang tuanya senang deh
Ilfa Yarni
wallpapernya oke banget rhor
Ijah Khadijah: Iya kak. Ini diganti langsung sama Platformnya.
total 1 replies
Ilfa Yarni
bukan sama itu kyai sama Aira ank yg baru dtg dr kota
Ilfa Yarni
ya udah Terima aja napa sih ra
Ilfa Yarni
cieeee Aira mau nikah nih yee
Ilfa Yarni
cieee Aira dilamar ustadz Terima doooong
Ilfa Yarni
wah itu pasti laporan sijulid yg negor Aira td tuh
Ilfa Yarni
bagus Aira sebelum mengkoreksi orang koreksi diri dulu
Ilfa Yarni
klo dikmpg begitu ra kekeluargaannya tinggi
Ijah Khadijah: Betul itu. maklum dia belum pernah ke kampung kak
total 1 replies
Rina Nurvitasari
ceritanya bagus, lucu, keren dan menghibur TOP👍👍👍 SEMANGAT
Ijah Khadijah: Terima kasih kakak
total 1 replies
Ilfa Yarni
km lucu banget aura baik dan tulus lg sampe2 ustadz Fatur mengkhawatirkan km
Ilfa Yarni
aura jadi bahan ledekan dan olk2an mulu kasian jg eeeustadz Fatur nunduk2 suka ya sama neng aira
Ilfa Yarni
woi para santri Aira ga genit kok memang ustadz Fatur yg minjemin motornya
Ilfa Yarni
aduh Aira hati2 tar km jatuh lg
Ilfa Yarni
cieee begitu yg tadz okelah klo gitu nikah dulu dgn neng aira
Ilfa Yarni
Aira harus percaya diri dong km cantik lho warga kmpg aja mengakuinya aplg ustdz Fatur heheh
Ilfa Yarni
aaah ustadz Fatur sering amat nongki nongki dgn orangtua Aira suka ya sama neng aira
Ilfa Yarni
hahahahaha ke sawah pake baju kondangan aira2 km ya bikin ngakak aja
Ijah Khadijah: Salah kostum🤭🤭
total 1 replies
Ilfa Yarni
gitu aja ngambek Aira namanya jg ank ank
Ijah Khadijah: Iya kak.🤭
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!