NovelToon NovelToon
TERKUTUK! Rumah Tua Ini Simpan Rahasia Kematian Ibuku Yang Sebenarnya!

TERKUTUK! Rumah Tua Ini Simpan Rahasia Kematian Ibuku Yang Sebenarnya!

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri / Horor / Trauma masa lalu / Keluarga / Roh Supernatural / Romansa
Popularitas:37
Nilai: 5
Nama Author: Bangjoe

Setelah kematian ayahnya, Risa Adelia Putri (17) harus kembali ke rumah tua warisan mendiang ibunya yang kosong selama sepuluh tahun. Rumah itu menyimpan kenangan kelam: kematian misterius sang ibu yang tak pernah terungkap. Sejak tinggal di sana, Risa dihantui kejadian aneh dan bisikan gaib. Ia merasa arwah ibunya mencoba berkomunikasi, namun ingatannya tentang malam tragis itu sangat kabur. Dibantu Kevin Pratama, teman sekolahnya yang cerdas namun skeptis, Risa mulai menelusuri jejak masa lalu yang sengaja dikubur dalam-dalam. Setiap petunjuk yang mereka temukan justru menyeret Risa pada konflik batin yang hebat dan bahaya yang tak terduga. Siapa sebenarnya dalang di balik semua misteri ini? Apakah Bibi Lastri, wali Risa yang tampak baik hati, menyimpan rahasia gelap? Bersiaplah untuk plot twist mencengangkan yang akan menguak kebenaran pahit di balik dinding-dinding usang rumah terkutuk ini, dan saksikan bagaimana Risa harus berjuang menghadapi trauma, dan Pengkhianatan

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bangjoe, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 29: Terjebak di Sarang Misteri

Suara benturan tubuh Kevin ke dinding, erangan lirihnya, dan suara pintu loteng yang terbanting menutup, semuanya bercampur menjadi simfoni horor yang memekakkan telinga Risa. Jantungnya berdebar, memukul-mukul rusuknya seolah ingin keluar. Kevin. Dia dalam bahaya. Dan Risa… dia sendiri, terkunci di dalam. Sendirian bersama gadis kecil bermata gelap, cermin tua yang memantulkan bayangan jahat, dan hawa dingin yang menusuk hingga ke tulang.

“Kevin!” Risa berteriak, suaranya serak. Ia mencoba menerjang ke arah pintu, tapi kakinya terasa terpaku di lantai. Aura di dalam loteng semakin pekat, menghimpit napasnya, membuatnya pusing. Gadis kecil itu tersenyum tipis, senyum yang sama sekali tidak polos, melainkan penuh kepuasan. Matanya yang hitam pekat menyorot penuh kemenangan.

“Kau tidak bisa pergi,” bisik gadis kecil itu, suaranya kini melunak, kembali menjadi melodi menipu yang ia gunakan pertama kali. “Kita akan bermain bersama. Selamanya.”

Di dalam cermin, dua bayangan itu semakin jelas. Wanita berambut panjang dan seorang pria yang wajahnya masih kabur, berdiri tegak di belakang gadis kecil itu, seolah mereka adalah dalang dari semua kekejaman ini. Risa merasa mual. Itu bukan ibunya. Tidak mungkin. Ibunya tidak akan pernah sejahat ini, sekejam ini. Liontin kunci di lehernya kembali terasa menghangat, berdenyut-denyut, seolah mencoba memberinya kekuatan. Tapi kekuatan apa? Untuk melawan siapa?

"Siapa kalian sebenarnya?" Risa memaksakan suaranya keluar, berusaha terdengar berani meski lututnya gemetar. "Apa yang kalian inginkan dariku?"

Gadis kecil itu terkekeh. Tawa itu, dingin dan melengking, membuat bulu kuduk Risa berdiri. "Kami hanya ingin keluarga. Kau… kau adalah bagian dari kami. Darahmu mengalir di sini."

“Darah?” Risa menatap liontinnya. Darah siapa? Darah ibunya? Atau darah yang lebih tua lagi, terhubung dengan kutukan rumah ini? Pikiran Risa berputar-putar. Ia harus tetap tenang. Kevin di luar sana. Mungkin terluka. Ia harus keluar. Tapi bagaimana?

Ia melirik cermin. Bayangan wanita itu mengangkat tangannya, menunjuk ke arahnya. “Kau tidak tahu betapa berharganya dirimu, Risa. Kau adalah kunci. Kunci untuk melepaskan kami sepenuhnya.”

“Melepaskan?” Risa mundur selangkah, menabrak tumpukan kotak tua di belakangnya. Debu beterbangan, membuatnya terbatuk. “Apa maksudmu?”

“Ibumu… dia terlalu lemah,” suara gadis kecil itu berganti lagi, kini terdengar marah. “Dia mencoba melawan. Dia mencoba menyembunyikanmu. Tapi dia tidak bisa. Tidak ada yang bisa lari dari takdirnya.”

Sebuah kilatan ingatan melintas di benak Risa. Malam itu. Malam kematian ibunya. Ia ingat teriakan. Ia ingat bayangan hitam yang sangat besar. Dan ia ingat… wajah ibunya yang ketakutan, sambil memegang sesuatu di tangannya. Sesuatu yang berkilau.

“Liontin ini?” Risa meraih liontin kuncinya. Ia tahu ibunya yang memberikannya. Tapi kenapa? Apa hubungannya dengan semua ini?

“Ya, liontin itu,” suara wanita di cermin itu mendesah, terdengar putus asa namun penuh dendam. “Dia mengambilnya dari kami. Mengunci kami. Tapi kau… kau punya kekuatannya. Kau bisa membukanya. Kau bisa membebaskan kami.”

“Aku tidak akan pernah melakukannya!” Risa berteriak, suaranya bergetar. Ia tidak mengerti sepenuhnya, tapi nalurinya menjerit bahwa ini adalah kesalahan besar. Melepaskan mereka? Itu pasti akan membawa bencana.

Di luar pintu loteng, Kevin berusaha bangkit. Kepalanya pusing, punggungnya terasa sakit. Darah yang merembes dari sudut bibirnya terasa lengket. Gadis kecil itu… atau apa pun itu… kekuatannya luar biasa. Ia tidak menyangka. Ia terlalu meremehkan apa yang Risa hadapi selama ini. Ia harus masuk. Ia harus menolong Risa. Tapi pintu itu. Pintu itu terkunci dari dalam, atau lebih tepatnya, terasa seperti ada tembok tak kasat mata yang menghalanginya.

Ia memukul pintu loteng. “Risa! Kau dengar aku? Jangan lakukan apa pun yang mereka suruh! Aku akan membantumu keluar! Bertahanlah!”

Suara Kevin, meski samar, mencapai telinga Risa. Sebuah harapan kecil menyelinap di tengah keputusasaannya. Kevin! Dia belum menyerah. Dia ada di sana. Risa menarik napas dalam-dalam. Ia tidak boleh kalah. Tidak boleh membiarkan mereka menang. Ia harus berjuang.

“Kenapa ibuku… kenapa dia mati?” Risa bertanya, mencoba mencari celah, mencari kebenaran. “Kalian yang melakukannya, kan?!”

Gadis kecil itu memiringkan kepalanya. “Kami hanya mengambil apa yang seharusnya menjadi milik kami. Ibumu… dia menghalangi. Sama sepertimu sekarang. Tapi kau tidak akan bisa. Kau tidak akan sekuat dia.”

“Kau bohong!” Risa berteriak. “Ibu tidak menghalangi! Dia melindungiku! Dia melindungiku dari kalian!”

Bayangan pria di cermin itu akhirnya bergerak. Wajahnya perlahan mulai terbentuk, samar-samar, seperti kabut yang mengental. Mata Risa membelalak. Wajah itu… ia mengenalnya. Dari foto-foto lama yang Bibi Lastri simpan. Itu adalah… kakeknya. Ayah dari ibunya. Tapi kenapa? Kenapa dia ada di sini? Kenapa dia terlihat begitu jahat?

“Kakek?” Risa bergumam, tak percaya. Suaranya nyaris tak terdengar. Ia merasa tubuhnya lemas. Jadi, ini adalah rahasia yang terkubur? Bahwa kutukan ini melibatkan keluarganya sendiri? Bahwa kakeknya… entah bagaimana… terlibat dalam kematian ibunya?

Bayangan kakeknya menyeringai. Senyumnya lebar dan mengerikan. “Kau cucuku, Risa. Darah dagingku. Kau harus menyelesaikan apa yang ibumu gagal lakukan. Lepaskan kami. Bebaskan kami dari penjara ini.”

“Penjara?” Risa menatap sekeliling loteng berdebu itu. Apa maksud mereka? Apakah loteng ini… adalah penjara mereka? Atau cermin itu? Atau seluruh rumah ini?

“Rumah ini… seluruhnya adalah penjara kami,” suara kakeknya menggelegar dari cermin. “Kami terikat. Terjebak. Sejak perbuatan bodoh ibumu.”

“Ibu tidak bodoh!” Risa balas membentak. “Dia menyelamatkanku! Dia menyelamatkan kami semua!”

“Menyelamatkan?” Gadis kecil itu kembali tertawa. “Dia hanya menunda. Menunda takdir yang tak terhindarkan. Dan sekarang, kaulah yang harus membayar harganya. Darah untuk darah. Nyawa untuk nyawa.”

Kevin di luar mendengar teriakan Risa. Ia bisa merasakan energi aneh yang memancar dari loteng, mendorongnya mundur setiap kali ia mencoba mendekat. Ia harus memikirkan cara lain. Ia melihat sekeliling lorong. Ada sebuah kotak perkakas tua yang tergeletak di sudut. Mungkin ada linggis atau palu. Ia harus mendobrak pintu itu, apa pun risikonya.

Tangannya gemetar saat ia meraih linggis berkarat. Ini gila. Ini di luar akal sehatnya. Tapi Risa di dalam. Risa dalam bahaya. Akal sehat bisa menunggu. Ia harus bertindak. Dengan sekuat tenaga, ia mulai menggedor pintu loteng, memukulnya berulang kali, berharap engselnya akan menyerah atau kuncinya patah.

Di dalam, suara Kevin yang menggedor-gedor pintu membuat gadis kecil itu berbalik, matanya kembali gelap pekat. “Dia mengganggu!” katanya marah. “Dia tidak akan pernah mengerti. Dia bukan dari sini.”

Bayangan wanita dan pria di cermin juga terlihat tidak senang. Aura dingin di loteng semakin menusuk. Risa tahu ia kehabisan waktu. Mereka akan melakukan sesuatu. Mereka akan menyerangnya. Atau lebih buruk lagi, mereka akan menyerang Kevin.

“Apa yang ingin kalian lakukan?” Risa bertanya, suaranya dipenuhi ketakutan yang sesungguhnya. “Kalian ingin mengambil jiwaku?!”

Gadis kecil itu tersenyum lebar. “Jiwa? Lebih dari itu. Kami ingin tubuhmu. Tubuh yang kuat. Tubuh yang bisa bergerak bebas. Tubuh yang bisa membawa kami keluar dari sini. Tubuh yang bisa merasakan dunia lagi.”

Tubuhnya. Mereka ingin merasuki tubuhnya. Risa terkesiap. Selama ini ia dihantui, dibisiki, diganggu. Mereka mencoba melemahkannya. Untuk apa? Untuk mempersiapkannya menjadi wadah. Untuk mereka. Untuk makhluk-makhluk terkutuk ini yang telah lama terperangkap di rumah ini.

“Tidak akan pernah!” Risa berteriak, mundur selangkah lagi hingga punggungnya menyentuh dinding berdebu. Ia meremas liontin kuncinya erat-erat. Jantungnya berdebar kencang. Ia harus melakukan sesuatu. Jika mereka merasukinya, itu berarti dirinya akan lenyap. Ibunya tidak akan membiarkan itu terjadi. Ia harus menemukan kekuatan yang ibunya percaya ada padanya.

Bayangan wanita di cermin mengangkat tangannya lagi, dan kali ini, sebuah cahaya hitam kehijauan mulai memancar dari telapak tangannya, mengarah lurus ke Risa. Udara di sekitar Risa terasa membeku. Ia tidak bisa bergerak. Ketakutan melumpuhkannya. Gadis kecil itu maju selangkah, senyum jahatnya melebar.

“Waktunya sudah tiba,” kata gadis kecil itu. “Kau tidak bisa melawan takdirmu.”

Rasa dingin yang luar biasa menusuk Risa, seolah ribuan jarum es menusuk kulitnya. Ia merasakan kekuatan tak terlihat menariknya, mencoba merobek jiwanya dari tubuhnya. Ia bisa mendengar bisikan-bisikan jahat di kepalanya, tawa-tawa melengking yang semakin keras. Ia menutup matanya rapat-rapat, memeluk liontin kuncinya, dan memikirkan Kevin. Memikirkan ibunya. Memikirkan semua kenangan baik. Ia harus melawan. Ia harus berjuang.

Di luar, Kevin akhirnya berhasil mendobrak pintu loteng. Engselnya berderit keras, dan pintu itu terbuka dengan paksa, menampilkan pemandangan yang membuat darahnya surut. Risa terhuyung, dikelilingi oleh aura hitam kehijauan yang mengerikan. Gadis kecil itu berdiri di depannya, tangannya terentang, dan di cermin, dua bayangan jahat itu menyeringai. Ini bukanlah sesuatu yang bisa ia lawan dengan akal sehat atau kekuatan fisik biasa.

“Risa!” Kevin berteriak, menerjang masuk tanpa pikir panjang. Ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan, tapi ia tidak akan membiarkan Risa sendirian. Ia tidak akan membiarkan mereka mengambil Risa. Ia berlari, menerjang gadis kecil itu, mendorongnya menjauh dari Risa dengan seluruh kekuatannya.

Gadis kecil itu menjerit marah. “Berani sekali kau!”

Sebuah gelombang energi hitam yang lebih kuat dari sebelumnya menghantam Kevin. Tubuhnya terpental, menghantam dinding lagi, tapi kali ini dengan kekuatan yang lebih dahsyat. Kevin merasakan sakit yang luar biasa menjalar di sekujur tubuhnya. Pandangannya mulai kabur. Tapi ia tidak menyerah. Ia tidak akan membiarkan Risa sendirian.

Risa melihat Kevin terjatuh, terbatuk-batuk, berusaha bangkit lagi. Ketakutan dan kemarahan membanjiri dirinya. Mereka menyakiti Kevin. Mereka menyakiti orang yang ia sayangi. Tidak akan. Ia tidak akan membiarkan mereka lolos.

Liontin kunci di lehernya berdenyut lebih kuat dari sebelumnya. Risa merasakan sensasi aneh menjalar dari liontin itu, naik ke lengannya, ke seluruh tubuhnya. Sebuah kekuatan. Bukan kekuatan fisik, tapi sesuatu yang lebih dalam. Lebih tua. Sesuatu yang terhubung dengan darahnya, dengan liontin ini, dengan takdir yang selama ini mereka bicarakan.

Ia mengangkat tangannya, liontin itu tergantung di antara jari-jarinya. “Kalian… tidak akan pernah mengambil apa pun lagi dariku!” teriak Risa, suaranya kini dipenuhi dengan amarah dan kekuatan yang belum pernah ia rasakan. Matanya menatap tajam ke arah gadis kecil itu, lalu ke bayangan-bayangan di cermin. Ia akan melawan. Ia akan melindungi Kevin. Ia akan melindungi dirinya. Dan ia akan mengakhiri semua ini.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!