Arumi menikah dengan pria yang tidak pernah memberikan cinta dan kasih sayang padanya, pria yang selalu merasa tak pernah cukup memiliki dirinya. Kesepian dan kesunyian adalah hal biasa bagi Arumi selama satu tahun pernikahannya.
Raka— suami Arumi itu hanya menganggap pernikahan mereka hanya sekedar formalitas semata dan bersifat sementara. Hal ini semakin membuat Arumi menjadi seorang istri yang kesepian dan tidak pernah bahagia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vebi_Gusriyeni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17 : Halangan Masuk Rumah
Raka menatap layar ponselnya sendiri karena merasa Arumi berbeda, tidak biasanya Arumi menjawab sedingin dan sesantai itu dan tak pernah pula Arumi memutuskan panggilan lebih dulu.
Sedang berpikir demikian, Nadira menepuk pundaknya dan langsung saja ia menoleh ke samping sambil tersenyum.
“Bagaimana Mas? Mbak Arumi mau datang?” tanya Nadira pelan.
“Iya, dia mau datang.”
“Aku ingin bicara sama kamu, apa bisa?”
“Tentu, mau bicara apa?”
“Kita ke kamar aja.” Raka mengangguk lalu menggamit tangan Nadira, mereka berjalan ke kamar dan menutup pintu setelah berada di dalamnya.
Nadira mengajak Raka duduk di tepi kasur lalu menggenggam erat tangan pria itu.
“Aku tidak mampu menjalankan peran seperti Mbak Arumi, Mas. Selama ini Mas tau sendiri kan kalau aku begitu dimanja oleh orang tuaku, semua kebutuhanku selalu disediakan dan apa yang aku inginkan selalu dikabulkan. Kalau harus mengurus rumah tanpa bantuan pelayan, mungkin aku tidak akan sanggup, Mas.” Nadira mengemukakan keresahannya akan pernikahan dan respon Raka justru sangat manis serta menerimanya.
“Tidak masalah. Aku mencari seorang istri, bukan pembantu. Kalau kamu butuh pelayan dan sebagainya, aku bisa sewakan jasa mereka. Kamu pasti kepikiran dengan perkataan Arumi waktu itu ya.”
“Iya Mas. Kepikiran banget aku sama perkataan Mbak Arumi, soalnya aku bakalan sibuk sama pekerjaan aku dan juga sama kegiatan harian aku, gak mungkin aku bisa menjaga rumah selama 24 jam.”
“Jangan pikirkan mengenai semua itu, aku hanya ingin kamu memikirkan bagaimana menjadi istri yang aku idamkan selama ini. Masalah pekerjaan rumah dan lainnya, itu bisa diambil alih oleh orang lain. Aku akan berusaha membahagiakan kamu dan kita akan bahagia bersama.” Nadira tersenyum senang karena keluhannya mendapat respon yang baik oleh Raka.
Nadira langsung saja memeluk pria yang sudah sering kali menidurinya itu. Memang selama ini Raka selalu menginap di rumah Nadira karena baginya, Nadira adalah rumah untuk pulang yang paling nyaman.
...***...
Makan malam mewah itu sudah disiapkan oleh Shima dan Nadira, mereka bersiap menyambut Arumi di sana.
“Mewah sekali hidangannya Tante malam ini. Tante sama Om sangat menghargai Mbak Arumi ternyata ya,” seloroh Nadira yang mana sedikit terselip di hatinya rasa cemburu. Shima yang paham dengan perasaan calon menantunya itu langsung memegang kedua tangan Nadira lalu mengusapnya penuh kasih sayang.
“Bukan begitu sayang. Kita semua kan tau kalau Arumi itu suka sekali hidup sederhana, apalagi dia dibesarkan di panti asuhan dalam kondisi jauh dari kesederhanaan. Jadi ... dia akan merasa sungkan dan malu hati ketika melihat kemewahan ini, dia akan merasa tidak pantas berada di sini. Waktu itu aja, dia seperti orang yang tidak biasa dengan kemewahan datang ke sini,” sahut Shima dengan wajah bangga sekaligus meremehkan menantunya sendiri.
“Ooh begitu, jadi hidangan mewah ini hanya untuk menunjukkan ketidakpantasan Mbak Arumi di keluarga ini saja ya?”
“Iya sayang, dia akan berpikir kalau dia memang tak pantas menyandang gelar seorang menantu di rumah ini. Setelah kalian menikah nanti, buat dia semakin tidak nyaman sehingga dia memilih untuk berpisah lalu kita bisa cari kesalahannya agar nama baik kami tetap terjaga.” Nadira tersenyum mendengarkan penjelasan dari calon ibu mertuanya itu.
“Halus sekali ya mainnya Tante.”
“Oh iya dong, kita tak perlu menyentuh fisiknya, cukup sentuh mental dan hatinya.”
Mereka berdua tertawa senang.
Cukup lama mereka semua menanti kedatangan Arumi, tapi perempuan itu masih belum menampakkan batang hidungnya sama sekali. Makanan yang disiapkan juga sudah hampir dingin jika tidak disantap lima menit lagi.
Shima berdiri dari duduknya dan menghampiri Raka yang sedari tadi bolak-balik seperti setrikaan memegangi ponselnya. Sedari tadi dia menghubungi Arumi tapi tidak dijawab sama sekali oleh istrinya.
“Bagaimana, Raka? Apa sudah ada balasan dari wanita itu?” tanya Shima.
“Dia tidak menjawab panggilanku dan juga tidak membalas pesanku, Ma.” Tampak jelas di wajah Raka kalau dia kesal bercampur marah saat ini.
“Apa dia sering begini? Atau dia malu datang ke sini?” tanya Shima lagi.
“Aku juga tidak tau. Dia tidak pernah begini sebelumnya.”
“Kita tunggu setengah jam lagi, kalau tidak datang juga, kamu jemput saja istrimu itu.” Raka mengangguk setuju karena memang itu niatnya, jika Arumi tak ada kabar juga, dia akan menjemput istrinya itu dan membawa ke rumah Zafran.
...***...
Sudah tidak ada lagi kesabaran Raka kali ini, emosinya semakin memuncak ketika Arumi tak jua datang memenuhi undangan makan malam tersebut. Raka berdiri dengan kesal dan berpamitan pada kedua orang tuanya.
“Kita ke sana bersama saja, lagian apa yang akan kita sampaikan padanya adalah hal yang penting. Semua harus selesai sebelum pernikahan kamu dengan Nadira.” Zafran kini angkat bicara karena dia juga tidak bisa bersabar lagi.
“Ya sudah, kita ke rumahku saja.”
Shima, Nadira, Zafran, dan juga Raka pergi menuju rumah Arumi. Nadira terus mengusap punggung Raka yang terlihat menahan emosi, mungkin ketika bertemu dengan Arumi nanti, Raka akan langsung menampar perempuan itu.
Baru saja di gerbang, Raka kaget ketika satpam menghalangi mereka semua untuk masuk ke dalam rumah tersebut. Raka turun dari mobilnya dan mencengkeram krah baju satpam itu.
“Beraninya kau menghalangi aku masuk ke dalam rumahku sendiri,” geram Raka.
“Maaf Pak, saya hanya mematuhi perintah dari Nyonya Arumi saja. Dia tidak mengizinkan siapapun masuk ke dalam rumah jika sudah lewat jam 10 malam,” terang satpam tersebut.
“Brengsek, buka pintu gerbangnya atau aku akan menabrak gerbang ini,” ancam Raka yang sukses membuat satpam itu menunduk patuh.
“Saya akan hubungi Nyonya Arumi dulu,” pamitnya lalu pergi ke pos untuk menghubungi Arumi.
Setelah beberapa menit, satpam itu kembali pada Raka dan menyuruh Raka untuk menunggu. “Nyonya akan menemui anda di sini, dia melarang anda untuk masuk.”
Raka benar-benar hilang kesabaran menghadapi satpam itu, dia memaksa untuk masuk tapi satpam tersebut justru lebih keras lagi melarangnya hingga Raka benar-benar tidak bisa masuk ke dalam rumahnya sendiri.
Selang 10 menit, akhirnya Arumi keluar dengan penampilannya yang begitu segar. Raka sendiri langsung pangling melihat penampilan istrinya sendiri. Piyama mahal itu semakin menambah kesan elegan pada diri Arumi.
Arumi berjalan penuh wibawa dengan kepala tegak menuju gerbang.
“Kunci gerbangnya!” perintah Arumi pada satpam yang membuat mereka semua menganga, suara Arumi yang tegas seakan membuat mereka melihat sosok orang lain dalam diri itu.
Satpam mengunci gerbang tersebut lalu Arumi bicara dengan suaminya dari balik gerbang.
“Ada apa sampai kamu datang ke sini? Bukannya rumah ternyaman untukmu itu di rumah Nadira.” Raka memukul gerbang itu dengan kuat hingga terdengar bunyi yang sangat nyaring.
Shima, Zafran, dan Nadira keluar dari mobil dan menghampiri Arumi.
“Apa-apaan ini Arumi? Kenapa kamu melarang suamimu sendiri untuk masuk? Memangnya rumah ini milikmu?” bentak Shima dengan nada tinggi yang hanya dibalas senyuman oleh Arumi.
“Oh jelas ini adalah rumahku, apa kalian semua tidak ingat? Suamiku ini membelikan rumah ini untukku sebagai hadiah pernikahan kami. Dia memberikan hadiah ini di depan semua kerabat dan kolega bisnis kalian. Dengan harapan bahwa semua orang menilai betapa baik dan sangat cintanya dia padaku. Kalian lupa ya?” sengit Arumi dengan senyuman remeh lalu melipat kedua tangannya di dada.
“Tidak masalah kalau lupa, aku ada sertifikatnya kok. Aku bisa menunjukkan setifikat itu agar kalian ingat,” lanjutnya dengan nada yang semakin merendahkan.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
sama-sama kagak gunaaa/Hammer//Joyful/
istri sah : Ngabisin duit suami
pelakor : ngabisin duit buat ngabisin nyawa istri sah/Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm/
pelakor sakit hati : cari pembunuh bayaran 🤣🤣 gak ada harga dirinya lu Dir