NovelToon NovelToon
Transmigrasi Ke Tubuh Adik Pelakor

Transmigrasi Ke Tubuh Adik Pelakor

Status: sedang berlangsung
Genre:Sistem / Reinkarnasi / Mengubah Takdir
Popularitas:4k
Nilai: 5
Nama Author: Septi.sari

Setelah kematian bayi malangnya yang baru saja lahir, tepat 2 jam setelah itu Ayu Maheswari tewas secara tragis ditangan suaminya sendiri. Jiwanya menolak mendapat perlakuan keji seperti itu. Ayu tidak terima. Ia berdoa kepada Tuhan-nya, meminta dibangkitkan untuk membalaskan dendam atas ketidak adilan yang ia terima.

Begitu terbangun, Ayu tersentak tetiba ada suaminya-Damar didepan matanya kembali. Namun, Damar tidak sendiri. Ada wanita cantik berdiri disampingnya sambil mengapit lengan penuh kepemilikan.

"Tega sekali kamu Damar!"

Rupanya Ayu terbangun diraga wanita lemah bernama Rumi. Sementara Rumi sendiri adalah adik angkat-Raisa, selingkuhan Damar.

Ayu tidak terima! Ia rasa, Rumi juga pasti ingin berontak. Dendam itu semakin tersulut kuat. Satu ambisi dua tujuan yang sama. Yakni ingin melihat keduanya Hancur!

Rumi yang semula lemah, kini bangkit kuat dalam jiwa Ayu Maheswari.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Septi.sari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Episode 3

Sementara di rumah sakit Abdi Bangsa Yogyakarta, di ruangan ICU. pukul 18.30 wib.

Kini Rumi baru saja dipindahkan menuju ruangan rawat VVIP lantai 8. Masih ditemani sang Ayah, dan Bik Asih, membuat Ayu yang terjebak di tubuh Rumi merasa kembali hidup di sekitar orang-orang yang menyayanginya.

"Kami permisi, Pak!" Dua Perawat tadi melenggang keluar, setelah memastikan semuanya tertata dengan baik.

Pak Darma hanya mengangguk. Ia berjalan menghampiri Rumi, menatap putri angkatnya begitu dingin. Mendapat tatapan asing itu, Ayu rasa sosok Rumi tidak memiliki hubungan dekat dengan pria yang mengaku sebagai Ayahnya. Ayu merasa kasian. Sedangkan semasa hidupnya, Ayu begitu kuat mendapatkan kasih sayang dari Ayahnya-Pak Fauzi.

Entah bagaimana sekarang kabarnya sang Ayah. Apakah Pak Fauzi tahu jika putrinya sudah tiada atau tidak. Ayu sangat merindukan kasih sayang Ayahnya.

"Bagaimana perasaanmu, Rumi?" Kalimat itu terasa dingin, namun ada rasa cemas yang tak mampu Pak Darma jabarkan lebih erat.

"Saya baik-baik saja!" Jawab Rumi secara acuh. Jiwanya yang sudah terganti dengan jiwa Ayu, kini yang ada hanyalah rasa sakit, luka, rasa berontak, bahkan dendam.

Saya? Rumi mengubah kalimat 'Aku' dengan kata 'Saya'? Dada Pak Darma sedikit berdesir nyeri, kala putrinya tak lagi merecokinya seperti waktu-waktu lalu.

"Bagus!" Katanya dingin. "Bik Asih menginap disini malam ini. Nanti Yono akan mengirimkan perlengkapan pakaian Bibi. Saya pulang dulu!"

Bik Asih menunduk segan. "Baik, Pak!"

Hentakan sepatu dengan dingingnya ubin begitu nyaring dalam pendengaran Rumi. Bagaimana bisa seorang Ayah tidak begitu mempedulikan keadaan putrinya, atau bersikap peduli dengan memberinya beberapa pertanyaan pendukung. Ayu masih belum dapat menemukan jawaban tentang keluarga barunya kini. Entah apa yang terjadi sebenarnya dengan sosok gadis bernama Rumi itu. Dan bagaimana gadis malang itu sampai berakhir di rumah sakit hingga koma.

Perlahan, Rumi mulai bangkit dari tidurnya. Ia menyibak selimut diatas tubuhnya, dan berkeinginan untuk turun. Namun belum sampai kakinya menapak keramik, Bik Asih lebih dulu menahannya.

"Non Rumi mau kemana?" Tanyanya cemas. Bik Asih segera berputar kearah kanan ranjang, dan bergegas menghadang jalan Nona mudanya.

Rumi tersenyum tipis. "Saya hanya mau ke kamar mandi!"

"Bibi bantuin ya, Non! Sebentar, Bibi ambilin dulu infusnya." Dengan cekatan, Bik Asih kini berjalan disamping tubuh Rumi, sedikit membantu langkah Nona mudanya yang masih begitu lemah.

"Ini, Non! Nanti panggil Bibi kalau sudah selesai, ya!"

Rumi hanya mampu mengangguk. Lalu pintu ia tutup dengan gerakan pelan.

Dan benar saja, begitu Ayu menatap cermin disisi dinding, ia tercengang melihat wajah cantik seorang Rumi. Sorot mata sendu dibalik lentiknya bulu mata indah. Serta hidung mancung bertengkar, bibir tipis berwarna pink alami, wajahnya putih kemerahan, semakin membuat kecantikan itu terpancar kuat. Namun, kecantikannya tertutupi oleh sikap lugunya.

"Rumi, kita sama-sama sakit karena perbuatan dua manusia durjana itu. Tolong, bekerja samalah denganku. Aku tahu, kau sejujurnya ingin berontak. Tapi kekuasaan lebih unggul dari pada statusmu saat ini." Lirih Ayu menatap kuat kearah cermin. Seolah ia kini tengah berbicara dengan Rumi, mengajaknya bersatu untuk membalaskan dendam. "Mulai sekarang, dapat kupastikan, tidak akan ada lagi yang dapat menindas kita."

Pintu terbuka kembali dari dalam. Dengan antusias, Bik Asih membantu sang Noa. Ia memegangi lengan Rumi untuk kembali ke ranjang.

'Mumpung sepi, aku harus mencari tahu apa yang terjadi dengan gadis ini. Aku yakin, Bik Asih pasti tahu semuanya.' batin Ayu begitu ia sampai di atas ranjang.

Bik Asih masih sibuk memasang kembali infus itu. Dan kini waktu sudah menunjukan pukul 17.30 wib.

Sambil merapikan barang diatas nakas, Bik Asih berkata, "Non, saya ambilkan air hangat ya?! Sudah mau petang, tadi Non belum bersih-bersih."

"Terimakasih, Bik! Tapi saya tadi sudah sekalian bersihkan badan." Ucap Rumi yang begitu agak segan. Kalimatnya begitu lugas dan tenang, hingga membuat Bi Asih sedikit terheran.

Bahkan, wanita tua itu sampai memalingkan wajah, menatap sang Nona seolah memastikan, benar tidaknya wanita yang duduk diatas ranjang sang Nona muda.

Rumi tersenyum tipis sambil mengernyit. "Apa ada yang salah dengan saya, Bik?"

"Non Rumi baik-baik saja, kan? Ini benar Non Rumi?!" Bik Asih sedikit berpikir, merasa bingung, sembari menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Mungkin hanya perasaan saya saja, Non." Putusnya.

Rumi hanya mampu tersenyum tipis. Lalu kembali menoleh pada Bik Asih. "Bik," panggilnya penuh ketegasan. "Apa saya memang selalu sendiri seperti ini?" Ada nada kesedihan dibalik pertanyaan yang dilontarkan oleh Rumi.

Bi Asih terdiam sejenak. Merasa kalut, karena tidak biasanya sang Nona bertanya seperti itu. Sejak dulu pun, Nona mudanya itu selalu di acuhkan. Meskipun sama-sama mendapat fasilitas yang memadai, tapi waktu. Kasih sayang. Itu semua tidak pernah kedua orang tuanya berikan untuknya. Lalu, mengapa Nona mudanya itu sampai menanyakan hal yang sudah sering ia terima.

Pikir Bik Asih, mungkin karena Rumi baru saja sadar dari komanya. Jadi, agak sensitif. Demi menenangkan Nona mudanya itu, Bik Asih ikut duduk ditepi ranjang, lalu mengusap lengan Rumi.

"Non kan sudah tahu. Bukanya Bibi nggak mau jawab, Bibi hanya nggak ingin melihat Non semakin terpuruk. Nggak usah dipikirin yang selalu membuat hati Non sakit. Kan masih ada Bibi yang selalu dampingi Non Rumi."

Ayu semakin yakin, jika keluarga Rumi tidak ada yang begitu peduli dengannya. Nyatanya saja, tidak ada satu pun pihak keluarga yang menemani, atau bersikap empati terhadap sakitnya.

"Bik ... Apa benar pria tadi Ayah Rumi?" Tetiba saja Rumi berkata seperti itu.

Meskipun sedikit terasa janggal oleh beberapa pertanyaan Nonanya, Bik Asih dengan sabar menjawab dan menjelaskan. Lagi-lagi, mungkin Nona mudanya sedikit sensitif.

"Kok Non tanya begitu. Itu ya Papahnya Non. Siapa lagi?!" Kekeh Bik Asih mencairkan suasana.

"Papah? Tapi kenapa biasa saja melihat saya siuman, Bik? Dan ... Dimana Mamah saya? Lalu, wanita tadi siang bersama pria itu ... Siapa dia? Kenapa benci sekali dengan saya?" Dan lagi, pertanyaan polos itu tak mampu Ayu bendung, hingga membuat Bik Asih semakin agak takut.

"Non benar-benar nggak ingat? Apa perlu Bibi panggilkan Dokter?"

Rumi menghentikan gerakan sang Maid. Ia menggelengkan kepala cepat, "Tidak usah, Bik! Mungkin ... Saya masih sedikit pusing karena efek koma."

"Jangan di paksain buat mikir dulu, Non! Ibu ada di rumah. Semenjak Non koma, kesehatan Ibu sedikit menurun. Mungkin setelah tahu jika Non sadar, pasti Ibu sehat lagi." Bik Asih hanya ingin melihat Nona mudanya sedikit tenang. Lalu ada jeda sedikit, seolah berat sekali untuk menjawab. "Yang tadi, itu Mas Damar, calon tunangannya Non Raisa, kakak Non. Sikap Non Raisa yang tadi, jangan dimasukan dalam hati ya Non. Kan memang sikapnya sejak dulu selalu seperti itu sama Non Rumi."

"Apa? Calon tunangan?" Ayu sampai membekap mulutnya karena saking terkejut.

Melihat reaksi Nona mudanya, hal itu semakin membuat Bik Asih yakin, jika ada sesuatu yang ganjil dalam sikap Nonanya.

"Non kaget? Kan sudah sejak lama, Non. Memangnya kenapa?"

Ayu yang semula terkejut, kini berusaha menormalkan wajahnya semaksimal mungkin. Dadanya berdesir nyeri mendapati kebohongan yang disembunyikan suaminya selama ini. 'Ternyata mereka sudah tunangan? Ya Tuhan ... Rasanya sakit sekali. Jahat sekali suamiku. Mungkinkah kematianku juga rencana besar dari mereka?!' tanpa terasa air mata Rumi luruh begitu saja. 'Anaku? Aku yakin anaku masih hidup. Mereka pasti telah menyembunyikan bayiku. Aku tidak terima Tuhan. Berilah keadilan!'

Entah mengapa, melihat Nonanya menangis membuah Bik Asih juga ikut menahan sesag. Tangan keriputnya terulur mengusap lengan rapuh Rumi. "Menangis lah, keluarkan semuanya Non! Ada Bibi yang sayang sama Non."

Rumi yang membutuhkan bahu untuk bersandar, sontak saja menyandarkan kepalanya pada bahu lemah Bik Asih. "Apa sesakit itu menjadi Rumi, Mbok? Apa tidak ada yang peduli dengan sakit Rumi?"

Mbok Asih terdiam, membiarkan Nona mudanya menumpahkan semua sesag yang menyergap dada. Ia tidak dapat membayangkan, bagaimana hari-hari menyedihkan menjadi Rumi.

"Ayah ... Lusa aku akan mewakili sekolah dalam ajang karate. Ayah bisa 'kan hadir?" Rumi sudah antusias membawa undangan untuk orang tuanya, berdiri dengan wajah cerah.

Bukanya menjawab tidak atau iya, Pak Darma hanya mengangkat tangan sebelah. Wajahnya tenang, tak menghiraukan, dan tetap asik menatap laptop kerja didepannya.

Jika sudah seperti ini, Rumi hanya mampu tersenyum getir, "Ya sudah, Rumi akan bilang sama Ibu saja!" Sejak dulu pun ia tidak diperkenankan memanggil kedua orang tuanya dengan sebutan Papah dan Mamah.

Bu Sintia sedang duduk tenang diruang tengah. Tampak fokus pada majalah yang ia pegang, sambil sesekali menyesap teh hangat.

"Bu ... Lusa Aku akan mewakili sekolah dalam perlombaan. Ibu bisa 'kan hadir? Ini pihak sekolah memberikan Ibu undangan," kata Rumi antusias sambil menyodorkan undangan dari sekolahnya.

Bu Sintia menoleh.

"Maaf Rumi, tapi lusa Ibu sudah hadir di sekolah Kakakmu." Jawab Bu Sintia begitu lembut. "Ibu bangga sekali, Kakaku mewakili sekolahnya dalam ajang dance. Pasti lusa penampilannya sangat memukau," tanpa peduli perasaan Rumi, Bu Sintia membayangkan penuh kagum. "Maaf ya, Rumi! Nanti biar Bik Asih saja yang nemenin kamu ke sekolah besok."

Rumi hanya mampu menelan kekecewaan kembali. Ia masih bisa tersenyum, meski dadanya terasa sesag. Dan hal itu bukan pertama kalinya ia mendapat menolakan. Sejak SMP pun, Rumi selalu di nomor duakan, sebab usianya dari sang Kakak hanya berselisih 2 tahun saja.

***

Sementara di kediaman megah Suseno, sudah sejak pukul 5 sore Pak Darma tiba di rumah. Dan seperti biasanya, ia selalu menyindiri di ruangan kerja yang berada di lantai 2.

Disana, Pak Darma menarik laci disisi meja kerjanya. Parubaya itu mengambil sebuah foto berukuran kecil, yang menunjukan hangatnya sebuah keluarga kecil yang baru saja menyambut kelahiran bayi perempuan. Jemarinya terangkat, mengusap hangat pada wajah wanita yang tengah duduk disamping suaminya. Dan bayi mungil itu. Bayi itu tampak nyaman dalam dekapan sang Ayah, ketika seseorang berhasil mengabadikan moment spesial itu.

Tes!

Tak terasa air mata Pak Darma luruh begitu saja.

1
Nyonya Gunawan
Plaese thor jgan nanggung" updatenya..
Septi.sari: hihi, baik kak sabar ya🤭😭❤❤
total 1 replies
Nyonya Gunawan
Jadi ayu itu raina putri kandung darma yg di bunuh ma damar..
Septi.sari: benar kak, sejak dulu sudah menjadi incaran untuk di bunuh. miris banget😭🤧
total 1 replies
Nyonya Gunawan
Penyesalanmu sdah terlambat damar..
Septi.sari: benar kak, nangis deh si damar🤧
total 1 replies
Nyonya Gunawan
Good job rumi..
Septi.sari: rumi gak kaleng2 kakak🤭🤣
total 1 replies
Nyonya Gunawan
Kaget g' pasti lah..
Nyonya Gunawan
Ayoooo afan jdi lah detektif cari tau ttg kematian ayu,,keluargamu bnar" iblis..
Septi.sari: kak ❤❤❤❤
total 1 replies
Nyonya Gunawan
Rumi ternyata afan mencintai kamu,, Kira" Rumi/ Ayu jujur g' y ma afan
Septi.sari: nanti gimana ya, sukanya sama Ayu, tapi ayu di tubuh rumi🤭. afan pasti bingung kak🤣
total 3 replies
Nyonya Gunawan
Cari tau afan ttg kebusukan keluargamu & kematian ayu..
Septi.sari: afan bakal menguak semuanya kak❤❤
total 1 replies
Nyonya Gunawan
Selamat libur thor,,klo bisa double up donk..😁😁
Septi.sari
bab 13 otw kak. septi mau ambil nafas dulu🤭❤❤
Nyonya Gunawan
Masih jdi teka teki..
Nyonya Gunawan
Sebenarnya rahasia apa sich yg ayu ketahui hingga keluarga adipati membunuh ayu
Septi.sari: nanti bakal ketemu di bab2 selanjutnya kak. makasih sudah mengikuti🤗❤
total 1 replies
Nyonya Gunawan
Afan cari tau ttg ayu,,
Nyonya Gunawan
Main cantik rumi balas sakit hatimu kpd oran" yg tlah membuatmu terluka..
Septi.sari: 😍😍😍❤❤❤
total 1 replies
Nyonya Gunawan
Ooooh gtu raisa jahat bget y..
Septi.sari: iya kak, disini raisa udah ngehancurin hidup Ayu Dan Rumi.❤ jahat banget.
total 1 replies
Septi.sari
kak, terimkasih. saya jelaskan ya.

ayu itu istrinya damar yang sudah di bunuh mertuanya sendiri kak. lalu Ayu bertransmigrasi ke tubuh Rumi.

sementara Rumi, dia adik angkat Raisa, selingkuhanya Damar. apa masih bingung kak🤗😍
Nyonya Gunawan
Ayu nich siapa thor,,apa dia jga lemah..
Rumi nich knp jga.
Nyonya Gunawan
Singkatan dri Damar & Ayu
Nyonya Gunawan
Masih bingung ma alur ceritanya..
Nyonya Gunawan
Msh nyimak dlu y thor,,
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!