NovelToon NovelToon
Istri Rasa Selingkuhan

Istri Rasa Selingkuhan

Status: sedang berlangsung
Genre:Dijodohkan Orang Tua / Mafia / Cinta Seiring Waktu / Tunangan Sejak Bayi / Nikah Kontrak
Popularitas:12.3k
Nilai: 5
Nama Author: Desau

Andra dan Trista terpaksa menikah karena dijodohkan. Padahal mereka sudah sama-sama memiliki kekasih. Pernikahan kontrak terjadi. Dimana Andra dan Trista sepakat kalau pernikahan mereka hanyalah status.

Suatu hari, Andra dan Trista mabuk bersama. Mereka melakukan cinta satu malam. Sejak saat itu, benih-benih cinta mulai tumbuh di hati mereka. Trista dan Andra terpaksa menyembunyikan kedekatan mereka dari kekasih masing-masing. Terutama Trista yang kekasihnya ternyata adalah seorang bos mafia berbahaya dan penuh obsesi.

"Punya istri kok rasanya kayak selingkuhan." - Andra.

"Pssst! Diam! Nanti ada yang dengar." - Trista.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desau, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 1 - Perjodohan

“Jadi… kita beneran dijodohin?”

Suara Trista memecah keheningan ruang tamu besar yang terlalu elegan untuk percakapan semacam ini. Di antara aroma kopi, kristal gantung, dan senyum puas para orang tua, ia menatap sekeliling seperti mencari kamera tersembunyi. Mungkin ini prank. Harusnya prank.

“Ya, Tris,” jawab ayahnya, Bimo, tenang sambil menyilangkan kaki. “Ini bukan ide baru, kamu tahu. Papa sama Om Ridwan udah janji dari dulu.”

“Janji waktu kapan, Pa?” Trista nyaris tertawa tidak percaya. “Waktu aku masih main boneka?”

“Waktu kalian kecil,” sahut ibunya, Gina, dengan lembut tapi mantap. “Kalian udah bertunangan waktu itu. Ingat nggak?”

Trista memutar matanya. “Yang dikasih cincin permen itu?”

“Simbol tetap simbol,” kata Sari Mahendra, ibu Andra, dengan senyum manis namun tegas. “Dan sekarang waktunya janji itu ditepati.”

Di seberang meja, duduk seorang pria dengan kemeja putih rapi, wajah dingin, dan tatapan yang membuat suhu ruangan turun dua derajat, Andra Mahendra. Pria itu hanya menatapnya sebentar, lalu menghembuskan napas pelan.

“Tenang aja,” katanya datar. “Aku juga nggak terlalu senang.”

Trista menatapnya tajam. “Oh, syukurlah. Aku pikir aku satu-satunya yang waras di ruangan ini.”

“Waras?” Andra menaikkan sebelah alis. “Kamu pikir pernikahan ini cuma soal perasaan? Ini soal tanggung jawab dan masa depan dua keluarga.”

“Dua perusahaan, maksudmu,” balas Trista cepat. “Jadi aku ini investasi?”

Andra mengangkat bahu tanpa ekspresi. “Setidaknya kamu bukan liabilitas.”

Trista mendengus, menahan diri agar tidak menyiramkan teh ke wajah perfeksionis itu. “Nilai sahamku langsung anjlok sepuluh persen begitu kamu buka mulut.”

“Bagus, berarti kamu sadar pasar nggak suka drama,” balas Andra, setenang air kolam.

Dua keluarga itu tertawa kecil, menganggap perdebatan itu hanya candaan manja. Padahal kalau saja mereka tahu, dua calon mempelai ini lebih mirip bom waktu daripada pasangan bahagia.

“Bagus, bagus,” kata Bimo, menepuk tangan. “Berarti udah cocok. Kita rencanakan bulan depan aja, biar nggak kelamaan.”

“Bulan depan?” seru Trista dan Andra hampir bersamaan. Mereka menoleh, saling menatap dengan ekspresi ngeri yang sama.

“Papa nggak bercanda, kan?” tanya Trista dengan suara naik satu oktaf.

“Papa serius,” jawab Bimo tenang. “Kamu udah cukup umur, Tris. Udah waktunya settle down.”

“Settle down?” gumam Trista, wajahnya campuran antara marah dan tidak percaya. “Aku bahkan belum sempat settle in di hubungan aku sekarang!”

Gina langsung menatapnya tajam, memberi isyarat halus agar diam. Sementara Ridwan, ayah Andra, menyahut dengan senyum lebar. “Lihatlah dari sisi positifnya, kalian udah saling kenal sejak kecil. Nggak perlu adaptasi lama.”

Andra menunduk. Rahangnya mengeras.

Ia tahu apa maksud ayahnya. “Saling kenal” mungkin benar, tapi “saling cocok” jelas tidak. Apalagi saat ini, ia sudah memiliki seseorang. Ajeng, gadis sederhana dari keluarga petani di desa. Seorang sekretaris yang jujur, hangat, tapi tidak akan pernah diterima keluarga Mahendra yang terlalu mencintai status.

Dan di seberang meja, Trista menatap cangkir tehnya kosong-kosong. Dia juga punya seseorang, Regan, montir yang tangannya selalu bau oli tapi matanya… selalu hangat. Namun di ruangan ini, nama Regan tidak akan pernah pantas disebut.

Beberapa jam setelah pertemuan itu, di taman belakang rumah keluarga Mahendra, Trista berdiri dengan tangan terlipat. “Aku masih nggak percaya Papa kamu dan Papa aku beneran sepakat segitunya.”

Andra bersandar pada pagar besi, melirik jam tangannya. “Percaya aja. Mereka nggak main-main.”

Trista menatapnya sinis. “Dan kamu santai aja gitu?”

Andra menatap lurus ke depan. “Aku udah coba nolak. Nggak ada gunanya.”

“Kalau aku tahu mereka mau kayak gini, aku udah kabur ke luar negeri,” gerutu Trista.

“Kenapa nggak sekarang aja?” sahut Andra pelan, bibirnya nyaris membentuk senyum.

“Karena aku masih waras,” balas Trista cepat. “Kamu pikir aku mau ninggalin Reg--” Ia berhenti sebelum nama itu lolos.

Andra menoleh, seolah mendengar sesuatu. “Ninggalin siapa?”

“Nggak penting.”

Andra mengangkat alis. “Kamu juga punya pacar, ya?”

Trista menatapnya tajam. “Kenapa? Kamu juga punya, kan? Si Ajeng?”

Kali ini giliran Andra yang diam. Tatapan matanya sedikit menajam, tapi suaranya tetap datar.

“Jangan bawa-bawa dia.”

“Kenapa? Malu karena dia bukan sosialita?” serang Trista. “Atau karena keluarga kamu nganggep dia nggak pantes?”

Andra mendekat selangkah. Suaranya turun, tapi tegas. “Jangan ngomongin dia, Trista.”

Trista nyengir sinis. “Lucu juga. Kamu bisa dingin ke semua orang, tapi langsung defensif begitu ngomongin Ajeng. Jadi memang bener, kamu cinta dia.”

“Dan kamu cinta siapa?” balas Andra cepat. “Montir itu?”

“Jangan sebut Regan kayak gitu!”

“Kenapa? Aku cuma nyebut profesinya.”

Trista terdiam, giginya terkatup rapat. “Aku lupa, kamu nggak pernah ngerti makna kerja keras.”

“Dan kamu nggak pernah ngerti makna tanggung jawab.”

Keheningan menggantung di udara. Burung di pohon pun seolah enggan berkicau di tengah panasnya percakapan. Tapi justru di situ, entah kenapa, Trista melihat sesuatu di mata Andra, bukan sekadar dingin, tapi juga lelah. Seolah pria itu pun sebenarnya tidak bahagia dengan keputusan ini.

Andra menarik napas panjang. “Kita bisa bikin kesepakatan.”

Trista menyipitkan mata. “Kesepakatan apalagi?”

“Pernikahan ini cuma formalitas. Kita jalanin buat nyenengin orang tua. Setelah itu, kita bebas.”

“Bebas?” Trista menatapnya dengan curiga. “Maksudnya, cerai?”

“Ya. Setahun cukup buat bikin semua terlihat alami. Kita buat masalah, dan buktikan kalau kita memang nggak cocok. Orang tua kita keras kepala, orang seperti mereka harus dikasih pelajaran dulu biar sadar. Yaitu perceraian kita.”

Trista terdiam beberapa detik, menimbang. Ide itu gila… tapi juga logis. “Dan dalam setahun itu kita harus tinggal serumah?”

Andra mengangkat bahu. “Ya. Tapi aku sibuk kerja di kantor Papa. Kamu nggak akan sering lihat aku.”

“Syukurlah,” gumam Trista.

Senyum kecil terangkat di sudut bibir Andra. “Perasaan sama.”

Trista mendengus. “Baiklah. Tapi aku punya syarat.”

“Apa?”

“Pertama, jangan ikut campur urusan pribadiku. Termasuk kalau aku masih mau ketemu… teman-temanku.”

Andra menyilangkan tangan. “Termasuk montir itu?”

“Dan aku nggak akan ikut campur juga soal Ajeng,” balas Trista cepat, mengabaikan sindiran Andra. “Fair?”

Andra menatapnya lama, lalu mengangguk. “Fair.”

...***...

Keesokan harinya, Sari Mahendra datang membawa map besar ke ruang kerja Andra.

“Ini rancangan awal pernikahan kamu dan Trista. Mama pikir tema putih elegan cocok buat kalian.”

Andra membuka map itu tanpa ekspresi. Di dalamnya ada foto gedung, model gaun, dan jadwal fitting.

“Kalau Trista nggak suka?” tanyanya datar.

Sari tersenyum. “Dia akan suka. Semua perempuan pada akhirnya mau disayangi, Andra.”

Andra tidak menjawab. Tapi dalam hati, dia tahu Trista bukan tipe perempuan yang mudah dikendalikan.

Sementara itu, di apartemennya, Trista sedang menatap laptop dengan tampilan undangan digital bertuliskan Andra & Trista - A Perfect Union.

“Perfect union my foot!" umpat Trista.

Sahabatnya, Sinta, menatap dari sofa sambil mengunyah keripik. “Tapi aku jujur aja ya, Tris, Andra tuh ganteng banget. Kalau aku yang dijodohin, aku nggak bakal protes.”

Trista mendengus. “Kamu juga nggak bakal tahan lima menit dengar omongannya.”

Sinta tertawa. “Ganteng, tajir, perfeksionis, nyebelin… kombinasi klasik buat cinta benci romantis.”

“Cinta benci apaan!” seru Trista. “Aku lebih milih jatuh dari tangga lima lantai daripada jatuh cinta sama Andra Mahendra.”

“Jangan ngomong gitu keras-keras, nanti semesta denger,” goda Sinta.

Trista melempar bantal ke arah sahabatnya, tapi tawa kecil lolos juga dari bibirnya. Meskipun dalam hati, ia tahu Sinta mungkin benar, terkadang semesta punya selera humor yang aneh.

1
Tiara Bella
ternyata andra sm trista bersandiwara didpn Regan....tp Regan gk percaya
Rommy Wasini Khumaidi
Andra kan merasa dia pemenangnya...oh jelas dong,dia sah dimata hukum & agama,trs Andra juga sudah mendapatkan hatinya Trista
Cindy
lanjut
kalea rizuky
regan tulus bgt lo
Cindy
lanjut
Rommy Wasini Khumaidi
terserah kamu lah thor,aku hanya berharap takdir yang baik untuk mereka.
Tiara Bella
tuh kan langsung ketemu....mafia apa sh gk bisa ditemukan ..Andra sm trista gimana itu nasibnya
Ass Yfa
bener bngt mereka suami istri tapi kayak selingkuh...huh...🤣🤣
Rommy Wasini Khumaidi
mafianya beda,mungkin ini mafia tipe kadal yang bisa dibuayaain🤣
Cindy
lanjut
Tiara Bella
nikmatin dl aja bulan madu kalian....masalah mah tunggu nanti
Cindy
lanjut
Tiara Bella
skrng senang² dl gk tw entar
Cindy
lanjut
Tiara Bella
aduh Andra santai bngt gk tw apa yg dihadapi itu mafia.....
Vike Kusumaningrum 💜
Nginap aja, biar Regan kalang kabut 🤭
Rommy Wasini Khumaidi
nggak nginep aja nih dirumah orang tua biar gk kucing²an lagi
Rommy Wasini Khumaidi
lebih pintar malingnya dong,malingnya halal untuk menyentuh dan disentuh😁
Cindy
lanjut
Tiara Bella
makan malam yg hangat dan kekeluargaan ...
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!