Impian setiap wanita adalah menikah dengan pria yang mencintai dan dicintainya. Namun takdir berkata lain untuk Azura, gadis cantik yang terpaksa menikah dengan pria pengidap gangguan jiwa demi kepentingan keluarga tirinya.
Meski sang ayah masih hidup, hidup Azura sepenuhnya digenggam oleh ibu tiri yang licik dan kejam. Akankah Azura mampu bertahan dalam pernikahan yang tak diinginkannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aurora.playgame, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ep. 3 - Pengantin boneka
"Ayah, aku mohon... Jangan nikahkan aku dengan pria asing. Selama ini, aku tidak pernah banyak meminta. Ayah, tolong lihat aku sebagai putrimu, anak dari istri yang pernah Ayah cintai. Aku mohon...."
Malam itu sunyi. Hanya suara detik jam di dinding yang terdengar mengisi kekosongan rumah besar itu.
Semua orang sudah masuk kamar untuk bersiap menyambut pesta besar esok hari, hari pernikahan Azura.
Tapi di salah satu sudut rumah, seorang gadis tengah berlutut di ruang tengah, tubuhnya gemetar, wajahnya sembab.
Dialah Azura.
Ia duduk di depan seorang pria paruh baya yang berdiri membelakangi nya. Pria itu nampak sedang termenung menatap bingkai foto di meja, foto almarhumah Saraswati, ibu kandung Azura.
"Ayah..." panggil Azura lirih.
Ayahnya adalah satu-satunya harapan untuk menyelamatkannya dari pernikahan bisnis itu.
Ya, pernikahan bisnis karena Azura seolah di jual pada keluarga kaya hanya untuk harta semata.
Beberapa detik kemudian, Wirawan perlahan menoleh. Matanya nampak letih, penuh beban, namun masih menyimpan sisa kelembutan yang pernah dimiliki pria itu pada masa lalu.
"Ayah, aku mohon...."
Air mata pun terus menetes dari sudut mata Azura, hingga jatuh ke lantai yang dingin. Tangannya menggenggam ujung bajunya erat-erat, seperti menggenggam secuil harapan.
Lalu, Wirawan maju satu langkah. Tangannya yang mulai keriput dan gemetar mengangkat dan menyentuh bahu Azura dengan ragu.
"Azura... kamu memang putriku. Tapi Ayah—"
"ADA APA, MAS!?."
Suara nyaring tiba-tiba menggema di ruangan yang sunyi itu. Rita muncul dari balik pilar, dengan mengenakan daster satin dan wajah yang penuh curiga.
"Apa kamu mau mempermalukan keluarga ini, Mas?!," bentak Rita, lalu melangkah cepat dan berdiri di antara mereka.
Spontan Wirawan pun segera menarik tangannya dari bahu Azura, seperti tersentak dari hipnotis.
"Kamu mulai terhasut oleh perkataan anak ini, Mas?! Anak yang tidak tahu diuntung dan hanya menyusahkan!," seru Rita sambil menyilangkan tangannya di dada. Sementara, sorot matanya menyala tajam pada Azura yang masih berlutut.
Sedangkan Azura hanya menggigit bibirnya karena menahan amarah dan kepedihan. Matanya lalu berpaling pada sang ayah dan masih berharap... meski sedikit saja.
Namun harapan itu musnah saat Wirawan menunduk dan berkata datar, "Cukup, Rita. Ini sudah malam. Lagipula, pernikahan itu akan tetap terlaksana."
Teg!!
Tanpa menunggu jawaban, Wirawan pun berdiri dan berjalan pergi, meninggalkan ruangan dan anak kandungnya yang masih berlutut.
Langkah kakinya terasa berat, tapi hatinya lebih berat.
Adapun Azura, ia hanya membeku dan tak bergerak. Napasnya mulai tersengal. Punggungnya terguncang karena tangisnya yang pecah.
"Heh! Malang sekali. Jangan mimpi mau hidup senang," cibir Rita sambil tertawa kecil penuh kemenangan kemudian berlalu menuju kamarnya.
Beberapa saat kemudian, lampu ruang tengah pun padam. Dan Azura masih di sana, sendiri dalam gelap.
Hatinya seolah terkubur hidup-hidup. Esok, ia akan menikah dengan lelaki yang bahkan tidak mengenal dirinya.
Tapi lebih dari itu...
ia telah kehilangan satu-satunya orang yang ia harap bisa menyelamatkannya, ayah kandungnya sendiri.
**
Tek! Tek! Tek! Tek!
Malam terasa berlalu terlalu cepat bagi Azura. Mata yang sembab karena tangisan belum sempat terpejam saat fajar datang menggantikan malam.
Hari yang paling ingin ia hindari... akhirnya tiba juga. Hari pernikahannya.
Di dalam kamar yang telah disulap menjadi ruang rias, dua orang MUA profesional sedang sibuk menata rambut dan wajah Azura.
Wajah gadis itu kini tampak sangat cantik dan anggun dalam balutan kebaya putih gading.
Tapi tak satu pun senyum tergurat di wajah cantiknya. Hanya tatapan kosong dan kaku yang membalas pantulan dirinya di cermin.
"Kamu cantik sekali, Dek. Calon suami pasti langsung jatuh cinta," kata salah satu MUA yang berusaha menghibur.
Namun, Azura hanya mengangguk kecil, dengan bibir yang tetap terkatup rapat. Karena di dalam hatinya, badai sedang mengamuk. Ia merasa seperti boneka hidup yang dirias untuk dikorbankan.
Sementara itu, di ruangan berbeda, suasana jauh berbeda. Rita dan Nadine bersorak gembira. Riasan mereka bahkan lebih mencolok dari calon pengantin.
"Hahaha, sebentar lagi kita akan semakin kaya! Gadis bodo itu akan jadi ATM berjalan kita!," seru Rita sembari membenahi maskara di cermin.
"Benar, Bu. Aku dengar kekayaan keluarga Pak Adrian itu tidak terbatas. Kita akan kaya tujuh turunan!," tambah Nadine dengan tawa yang mengejek.
"Si Rangga itu sakit jiwa, tapi siapa peduli? Uang tetap uang, sayang. Azura itu cuma tiket kita masuk dunia elite!."
HA HA HA HA HA...
Mereka tertawa sangat keras, tanpa tahu, bahwa di balik pintu yang sedikit terbuka, seorang kerabat dekat Azura mendengar segalanya dengan ekspresi getir.
"Malang sekali nasibmu Azura...."
**
Kembali ke kamar pengantin...
Azura perlahan berdiri saat kebaya sudah sempurna dikenakan. Seluruh tubuhnya gemetar. Ia merasa seperti berjalan menuju tiang gantungan.
"Sudah siap, Dek? Pengantin pria dan rombongan akan tiba sebentar lagi," ujar salah satu MUA.
Azura memejamkan matanya. Dalam hatinya ia berdoa. Bukan agar pesta ini sukses. Tapi agar Tuhan memberinya jalan... untuk tetap hidup.
Sementara, di ruang tamu rumah sudah penuh dengan tamu-tamu penting dan dekorasi megah.
Para wartawan juga mulai berdatangan, karena kabarnya, keluarga besar Atmaja akan hadir. Tapi nyatanya hanya satu mobil hitam mewah yang terlihat menepi.
Lalu, Pak Adrian turun dari mobil dan terlihat sendiri tanpa Rangga.
Semua mata memandang ke arah pria karismatik itu, namun tak seorang pun tahu apa yang sebenarnya terjadi.
Karena... Rangga menghilang. Dan pernikahan yang dirancang sebagai perjodohan bisnis bisa saja berubah jadi skandal besar dalam hitungan menit.
Dimana calon pengantin laki-lakinya?
**
Langit pagi yang awalnya cerah, kini mulai mendung, seolah turut berduka atas nasib seorang gadis yang akan dipaksa menikah tanpa cinta dan tanpa harapan.
Namun, tetap saja. Rumah besar itu kini semakin ramai oleh tamu undangan dan suara musik yang mengalun lembut.
Semua terlihat megah. Semua terlihat sempurna. Namun di balik itu, segalanya retak dan penuh duka.
Kini, Azura berdiri di balik tirai putih di sebuah ruangan. Wajahnya memang cantik, namun matanya tak memantulkan cahaya kehidupan. Hatinya berkecamuk, tubuhnya dingin seperti es.
"Sebentar lagi akad dimulai. Kamu harus siap. Jangan mempermalukan keluarga ini," tegas Rita sambil menyibak tirai.
Azura hanya menunduk dan tidak menjawab. Dalam benaknya, hanya satu pertanyaan yang terus berulang, di mana lelaki yang akan menjadi suaminya?
Tak lama kemudian, semua orang mulai berkumpul. Penghulu sudah duduk. Para saksi pun sudah siap. Tapi kursi mempelai pria masih kosong.
Sementara itu, Pak Adrian, sang calon mertua, ia tampak tenang dan berwibawa, meski raut wajahnya menyiratkan sesuatu.
Ia melirik jam tangan, lalu memberi isyarat ke salah satu orang kepercayaannya.
"Kita mulai saja," ucapnya pelan.
"Tapi, Tuan Muda Rangga...?," bisik Rita dengan heran.
"Tenang saja. Ini sudah sesuai rencana," jawab Pak Adrian dengan tatapannya yang tajam.
Kemudian, seorang pria berbaju putih dengan wajah yang tertunduk datang masuk dari belakang.
Wajahnya nyaris tak terlihat karena sorotan kamera dan lampu ruangan. Lantas ia langsung duduk di tempat mempelai pria tanpa banyak bicara.
Lalu, Azura pun melangkah pelan menuju pelaminan dengan langkah yang goyah. Setiap langkah dan setiap detik terasa seperti mimpi buruk yang nyata baginya.
Dan saat ia duduk di sebelah pria itu, Azura menoleh sekilas, namun wajah pria itu tetap tertunduk dan nyaris tidak terlihat.
"Saya nikahkan dan saya kawinkan engkau Rangga Atmaja bin Adrian Atmaja dengan Azura binti Wirawan, dengan mas kawin uang tunai 1 miliar dibayar tunai."
"Saya terima nikahnya Azura binti Wirawan..."
Prok Prok Prok Prok Prok!!!
Tepuk tangan pun bergemuruh dan semua orang pun bersorak.
Tapi Azura hanya terpaku.
Benarkah itu suaminya?
Kenapa wajahnya tak terlihat?
Kenapa jantungnya tidak tenang?
Selesai akad, pria yang baru saja menjadi suami Azura langsung digiring pergi ke mobil pengantin oleh pengawal pribadi Pak Adrian.
Tanpa sepatah kata. Bahkan tak sempat menyentuh tangan Azura.
Pemandangan itu spontan membuat semua orang heran dan tertegun. Pasalnya, tidak semua orang tau jika laki-laki yang menjadi pengantin itu mengidap gangguan jiwa.
Yang mereka pikirkan adalah rasa heran dan iba pada pengantin perempuan yang di tinggal sendiri setelah akad berlangsung.
Ada apa ini? Kenapa pengantin pria langsung pergi?
Mungkin ini pernikahan yang di jodohkan.
Merasa bingung dan tidak tau harus bagaimana, Azura pun hanya terpaku di tempat duduknya dan bertanya-tanya, "Apa... apa benar dia suamiku?."
BERSAMBUNG...
tambah lagi doooooooong