NovelToon NovelToon
The Villain Wears A Crown

The Villain Wears A Crown

Status: sedang berlangsung
Genre:Mengubah Takdir
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: karinabukankari

Balas dendam? Sudah pasti. Cinta? Tak seharusnya. Tapi apa yang akan kau lakukan… jika musuhmu memakaikanmu mahkota?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon karinabukankari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 17: The Crown That Chooses

Hujan mengguyur tanah Ravennor sepanjang malam, membasuh sisa darah, abu, dan bisik-bisik pengkhianatan yang menggema di dinding istana tua itu. Di dalam ruang takhta yang kini retak dan sunyi, Seraphine berdiri seorang diri, memandangi kursi mahkota yang dulu hanya bisa ia lihat dari balik pintu yang terkunci.

Kini, pintu-pintu itu terbuka. Tapi pertanyaannya: untuk siapa?

Gaun Seraphine basah di ujungnya, tertarik lumpur dan debu perang yang belum sempat dibersihkan oleh pelayan. Tak ada pesta. Tak ada musik. Hanya keheningan dan bisikan-bisikan lembut dari roh masa lalu yang seolah ikut menanti keputusan terakhir.

Langkah kaki bergema dari balik pilar kanan.

"Jangan bilang kau berencana duduk di situ," ujar suara yang ia kenal betul.

Seraphine menoleh dan mendapati Caelum, wajahnya pucat, tapi tubuhnya tegak. Luka di pelipisnya belum sembuh sempurna. Tapi tatapannya kembali tajam.

"Aku hanya melihatnya," jawab Seraphine pelan. "Tak ada larangan untuk melihat, bukan?"

"Di istana ini," Caelum melangkah perlahan, "semua yang kita lihat, bisa menjadi takdir."

Seraphine menghela napas. "Mungkin aku bosan ditentukan oleh takdir. Mungkin kali ini... takdir harus ditentukan olehku."

Caelum menghentikan langkahnya tepat di depan tangga takhta.

"Kalau begitu, katakan padaku, Seraphine. Apa yang akan kau pilih? Takhta… atau aku?"

Seraphine menatapnya lama. Terlalu lama.

Sampai akhirnya—

Suara ledakan kecil dari sisi timur mengagetkan mereka.

"Ya TUHAN!" teriak sebuah suara lain, kali ini panik dan… sangat tidak elegan.

Seraphine langsung mengenal suara itu. "Ash."

Mereka berdua berlari ke arah kebisingan, hanya untuk menemukan Ash—sang pangeran bayangan, mantan buronan, dan kakak Seraphine yang (konon) sangat serius—sedang duduk di tengah puing-puing dapur istana dengan ekspresi masam, rambut berantakan, dan wajah penuh abu.

"Aku cuma ingin teh. TEH!" keluhnya keras. "Ternyata tombol yang kutekan malah aktifkan jebakan rahasia."

Seraphine memijit pelipisnya. “Kenapa kau bahkan... sentuh tombol apa pun di dapur istana?!”

Ash berdiri sambil menunjuk sebuah teko perak. “Itu! Teko itu bicara padaku! Katanya aku cukup tampan untuk menjadi raja!”

Caelum mengangkat alis. “Teko bicara padamu?”

Ash mengangguk cepat. “Aku pikir itu sihir. Atau pujian. Atau keduanya.”

Suara berat dari belakang mereka menyela, “Itu bukan teko. Itu Ember, artefak lama yang dulu digunakan untuk mengetes... ego pengkhianat.”

Mereka semua menoleh dan melihat Orin berdiri di ambang pintu. Jubah hitamnya kini dipenuhi benang-benang emas, dan sorot matanya jauh lebih tua daripada usianya.

“Dan kau gagal tesnya, Ash,” tambah Orin pelan. “Karena teko itu selalu bohong.”

Ash mengangkat kedua tangan. “Tapi dia menyebutku tampan! Aku tak bisa menyangkal kebenaran universal seperti itu!”

Seraphine hampir tertawa. Tapi tawanya tak sempat keluar ketika seseorang lainnya masuk dari sisi lorong: Lady Mirella.

“Ada pertemuan darurat,” katanya sambil membungkuk singkat. “Dewan sihir ingin bertemu denganmu, Lady Seraphine. Mereka bilang... makhluk dari utara telah bergerak.”

“Makhluk?” tanya Caelum cepat. “Apa maksudmu?”

“Yang bangkit dari salju,” ujar Mirella pelan. “Yang membawa mahkota... dan tak mengenal kematian.”

Diam menyelimuti ruangan.

Ash berseru, “Apa itu boneka salju raksasa? Atau zombie? Atau—”

“—Itu dia,” sela Seraphine sambil berbalik. “Itu pilihan kita.”

Caelum mengejarnya. “Pilihan?”

“Aku tidak bisa memilih kau atau takhta, Caelum,” katanya tanpa menoleh. “Karena aku tak bisa memilih apa pun kalau dunia runtuh duluan.”

Beberapa Jam Kemudian, Ruang Dewan Istana

Cahaya biru dari bola sihir menyala di tengah meja bundar, memproyeksikan bayangan makhluk-makhluk dari utara—tinggi, ramping, bermata putih dan tanpa suara. Mereka tidak menginjak tanah… mereka meluncur di atas es dan salju. Dan di belakang mereka, berdiri sosok berjubah hitam dengan mahkota es runcing seperti taring naga.

“Dulu kami menyebutnya sebagai Raja yang Terlupakan,” kata seorang penyihir tua. “Ia bangkit setiap seribu tahun, membawa musim dingin dan kehancuran.”

“Apa dia makhluk sihir?” tanya Seraphine.

“Lebih dari itu,” jawab Mirella pelan. “Dia... sihir itu sendiri. Ia pernah ditolak takhta kerajaan ini. Dan sekarang ia kembali… untuk mengambilnya.”

“Berapa lama kita punya waktu?” tanya Caelum.

“Satu bulan,” jawab si penyihir. “Sebelum salju mencapai dinding istana.”

Ash mengangkat tangan. “Kalau kita pergi ke selatan saja, bagaimana?”

Orin menatapnya. “Dan membiarkan seluruh kerajaan dibekukan?”

Ash mendesis. “Itu terdengar sangat menyenangkan kalau kau seekor penguin, Orin.”

Seraphine berdiri.

“Aku akan pergi ke kapel tua malam ini,” katanya tegas. “Tempat Ordo Umbra pernah berkumpul. Mereka punya jawaban tentang si Raja Es itu.”

Caelum melangkah ke depan. “Aku ikut.”

Seraphine menatapnya. “Ini bukan misi yang bisa kau jaga dengan pedangmu, Caelum. Ini tentang ingatan dan sihir tua.”

Caelum mengangkat satu alis. “Kalau begitu, anggap aku sebagai pelindung ego-mu.”

“Jangan harap aku menyelamatkanmu kalau teko bicara padamu,” balas Seraphine, dan untuk pertama kalinya… mereka tertawa bersama. Ringan. Hangat. Manusiawi.

Dan sementara tawa itu menggema di ruang dewan, bola sihir di tengah meja menyala lagi—tapi kini memperlihatkan bayangan baru.

Sesosok pria berdiri di tengah badai, membawa panji Ravennor yang robek. Di belakangnya, ratusan pasukan bersenjata.

Mata Seraphine melebar.

“Siapa itu?” tanya Ash.

Orin berdiri pelan.

“Itu... Jeneralku.”

“Jenderalmu?” seru Ash. “Sejak kapan bocah sebelas tahun punya jenderal?”

Orin tidak menjawab. Tapi Seraphine tahu jawabannya.

Perang belum selesai.

Dan takhta belum memilih pemiliknya.

Tapi waktu... waktu takkan menunggu.

Malam di Ravennor datang tanpa bintang. Langit kelabu menyelimuti menara-menara istana, seolah langit sendiri menahan napas menunggu kehancuran berikutnya. Tapi di dalam dinding batu kapel tua di ujung selatan istana, nyala lilin masih berani menyala. Nyala yang berkedip, menari dalam gelap, menyinari wajah-wajah yang membawa sejarah yang bahkan langit pun lupa.

Seraphine menatap altar di hadapannya—hitam, tergores, dan berdarah. Tanda Ordo Umbra.

“Aku pernah melihat ini dalam mimpi,” bisiknya. “Tempat pengikat janji. Darah diikat demi kesetiaan. Tapi tidak semua yang terikat… bisa dibebaskan.”

Di belakangnya, langkah kaki terdengar.

Caelum berdiri di ambang pintu kapel, wajahnya disinari bayangan api. Ia tak berkata apa-apa. Hanya menatap Seraphine seperti pria yang mencoba membaca buku yang sudah terbakar setengahnya.

"Aku takut," Seraphine berkata, akhirnya. "Takut kalau darahku akan membawa kehancuran. Takut bahwa apa pun yang kutemukan di sini… akan membuatku jadi sesuatu yang bukan manusia lagi."

Caelum mendekat perlahan. "Kalau kau jadi monster," katanya pelan, "aku akan tetap tinggal. Asal aku bisa jadi monster bersamamu."

Seraphine memalingkan wajahnya, menahan senyum kecil yang menyakitkan. "Bodoh."

"Aku tahu," kata Caelum. "Tapi kau suka itu."

Sebelum Seraphine sempat membalas, suara denting logam dari dalam altar terdengar. Batu altar bergeser perlahan, memperlihatkan tangga spiral menurun ke bawah tanah. Udara dingin menyeruak ke atas seperti bisikan dari liang kubur.

Seraphine menarik napas dalam. "Sudah waktunya."

Mereka turun bersama, memasuki kegelapan yang tidak mengenal waktu.

Di bawah kapel – Ruang Relik

Ruang itu terbuat dari tulang dan bayangan. Huruf-huruf kuno terukir di dinding, menyala samar dalam bahasa yang tidak lagi dikenal. Di tengah ruangan, sebuah pedestal berdiri, dan di atasnya—sebuah kotak kaca berisi benda yang tampak sederhana:

Belati berdarah.

Seraphine mendekatinya perlahan.

“Apa itu?” tanya Caelum.

Seraphine berlutut. “Ini… senjata pengikat darah. Dulu digunakan Ordo Umbra untuk mengikat saudara dalam sumpah hidup dan mati.”

Caelum mendekat, tatapannya gelap. “Kenapa terasa seperti… belati itu hidup?”

Karena memang begitu. Belati itu berdenyut pelan, seolah jantungnya sendiri masih berdetak, meski telah tertinggal ratusan tahun di bawah tanah.

Seraphine membuka kaca itu perlahan. Aroma darah tua menyergap udara. Di sisi bilahnya, ukiran melingkar menampilkan satu nama—tertulis dalam bahasa sihir kuno.

“Caelum…” bisik Seraphine. “Nama ini…”

Caelum berjongkok di sebelahnya. Saat dia melihat ukiran itu, ekspresinya berubah.

"Itu nama ayahku," katanya pelan.

Seraphine menoleh cepat.

“Artinya… belati ini milik Raja sebelumnya?” bisiknya.

Caelum mengangguk. “Dan artinya… kita tidak sedang berhadapan dengan kekuatan asing. Kita menghadapi darah yang kembali menuntut warisannya.”

Seraphine memandangi belati itu dengan mata yang mulai mengerti.

Raja dari Utara bukan sekadar legenda. Dia… saudara darah. Pengkhianat kerajaan.

“Dia dibuang,” kata Seraphine perlahan. “Tapi dia tak pernah mati. Dan sekarang dia kembali… untuk mengikat kembali darah yang pernah dipecah.”

Beberapa jam kemudian – Balairung Utama

Seluruh dewan berkumpul. Ash berdiri gelisah, menyentuh pelipisnya seperti sedang menghitung bencana yang akan datang. Orin bersandar di tiang, diam, tapi matanya tajam menilai setiap gerakan Seraphine.

Seraphine meletakkan belati itu di tengah meja batu.

“Ini bukan sekadar senjata. Ini adalah kunci. Satu-satunya cara untuk mengikat atau menghancurkan penguasa sihir darah.”

Mirella melangkah maju. “Tapi belati itu juga bisa mengikat kau, Lady Seraphine. Darahmu punya jejak yang sama. Kau bisa jadi… satu-satunya yang cocok untuk menggantikannya.”

Ash berteriak, “APA? Ganti raja es?! Maaf, aku tidak membawa jaket musim dingin untuk itu!”

Caelum menatap adiknya dengan keheranan. “Kau bahkan tidak pakai mantel sekarang.”

“Karena aku stylish dalam penderitaan,” jawab Ash cepat.

Tawa kecil terdengar dari pojok ruangan. Orin—ya, Orin—tertawa tipis. Mungkin ini kiamat sungguhan.

Seraphine menatap semua mereka. “Aku akan pergi ke Utara. Menghadapi dia. Tapi bukan untuk menggantikannya. Aku akan menggunakan belati ini… untuk memutus ikatan darah yang membelenggu kita semua.”

Ash mendekat. “Kau tidak akan pergi sendiri. Aku ikut. Dan aku akan membawa teh. Banyak teh.”

Mirella berdiri. “Dan aku akan siapkan penjaga bayangan. Kita akan masuk diam-diam sebelum dia tahu.”

Caelum mengangguk. “Kalau kau memimpin, Seraphine… maka kita ikut.”

Orin menatapnya, mata perak dingin berkilat. “Kalau kau gagal… darahmu akan memanggil kekuatan yang lebih tua dari sihir itu sendiri.”

Seraphine membalas tatapannya. “Kalau aku gagal, kau tahu apa yang harus dilakukan.”

Diam.

Kemudian Orin menjawab, pelan. “Kita semua tahu.”

Di ujung malam itu – Balkon tertinggi Istana Ravennor

Seraphine berdiri sendiri, memandangi utara. Salju sudah mulai turun. Perlahan tapi pasti. Seolah salju itu tak hanya membawa musim… tapi juga sejarah.

Caelum datang dan berdiri di sampingnya.

“Kalau kita mati di sana,” katanya, “apa yang kau sesali?”

Seraphine menoleh. “Tidak menciummu lebih sering.”

Caelum tertawa kecil. “Kita bisa perbaiki itu sekarang.”

Dan ia mencium Seraphine.

Tanpa terburu-buru.

Tanpa pertahanan.

Dua api dalam badai, saling menggenggam sebelum diterpa salju terakhir.

Dan di kejauhan, di pegunungan yang membekukan dunia… Raja Es membuka matanya.

Dan tersenyum.

1
karinabukankari
🎙️“Capek? Lelah? Butuh hiburan?”

Cobalah:

RA-VEN-NOR™

➤ Teruji bikin senyum-senyum sendiri
➤ Kaya akan plot twist & sihir kuno
➤ Mengandung Caelum, Ash, dan Orin dosis tinggi

PERINGATAN:
Tidak dianjurkan dibaca sambil di kelas, rapat, atau pas lagi galau.
Efek samping: jadi bucin karakter fiksi.

Konsumsi: TIAP JAM 11 SIANG.
Jangan overdosis.
karinabukankari
“Kamu gak baca Novel jam 11?”

Gemetar...
Tangan berkeringat...
Langit retak...
WiFi ilang...
Kulkas kosong...
Ash unfollow kamu di mimpi...

➤ Tiap hari. Jam 11.

Ini bukan sekadar Novel.
Ini adalah TAKDIR. 😭
karinabukankari
“Halo, aku kari rasa ayam...
Aku sudah capek ngingetin kamu terus.”

➤ Novel update jam 11.
➤ Kamu lupa lagi?

Baiklah.
Aku akan pensiun.
Aku akan buka usaha sablon kaus bertuliskan:

❝ Aku Telat Baca Novel ❞

#AyamMenyerah
karinabukankari
Ash (versi ngelantur):
“Kalau kamu baca jam 11, aku bakal bikinin kamu es krim rasa sihir.”

Caelum (panik):
“Update?! Sekarang?! Aku belum siap tampil—eh maksudku… BACA SEKARANG!”

Orin (pegangan pohon):
“Aku bisa melihat masa depan... dan kamu ketinggalan update. Ngeri ya?”

📅 Jam 11. Tiap hari.

Like kalau kamu tim baca sambil ketawa.
Komen kalau kamu tim “gue nyempil di kantor buat baca novel diem-diem”
karinabukankari
“Lucu…
Kamu bilang kamu fans Ravennor,
Tapi jam 11 kamu malah scroll TikTok.”

Jangan bikin aku bertanya-tanya,
Apakah kamu masih di pihakku…
Atau sudah berubah haluan.

➤ Novel update tiap hari.
➤ Jam 11.

Jangan salah pilih sisi.
– Orin
karinabukankari
“Aku tidak banyak bicara…
Tapi aku perhatikan siapa yang selalu datang jam 11… dan siapa yang tidak.”

Dunia ini penuh rahasia.
Kamu gak mau jadi satu-satunya yang ketinggalan, kan?

Jadi, kutunggu jam 11.
Di balik layar.
Di balik cerita.

– Orin.
karinabukankari
“Oh. Kamu lupa baca hari ini?”

Menarik.

Aku kira kamu pembaca yang cerdas.
Tapi ternyata...

➤ Baca tiap hari. Jam 11.
➤ Kalau enggak, ya udah. Tapi jangan salahin aku kalau kamu ketinggalan plot twist dan nangis di pojokan.

Aku sudah memperingatkanmu.

– Ash.
karinabukankari
📮 Dari: Caelum
Untuk: Kamu, pembaca kesayanganku

"Hei…
Kamu masih di sana, kan?
Kalau kamu baca ini jam 11, berarti kamu masih inget aku…"

🕚 update tiap hari jam 11 siang!
Jangan telat… aku tunggu kamu di tiap halaman.

💙 – C.
karinabukankari
🐾 Meong Alert!

Kucing kerajaan udah ngamuk karena kamu LUPA update!

🕚 JAM 11 ITU JAM UPDATE !

Bukan jam tidur siang
Bukan jam ngelamunin mantan
Bukan jam ngintip IG crush

Tapi... JAMNYA NGIKUTIN DRAMA DI RAVENNOR!

😾 Yang kelewat, bakal dicakar Seraphine pakai kata-kata tajam.

#Jam11JamSuci #JanganLupaUpdate
karinabukankari
🐓 Jam 11 bukan jam ayam berkokok.
Itu jamnya:
✅ plot twist
✅ karakter ganteng
✅ baper kolektif
✅ kemungkinan besar ada adegan nyebelin tapi manis

Jangan lupa update TIAP HARI JAM 11 SIANG

📢 Yang gak baca… bakal disumpahin jadi tokoh figuran yang mati duluan.
karinabukankari
🕚 JAM 11 SIANG ITU JAM SUCI 😤

Itu bukan jam makan, bukan jam rebahan...
Itu jam baca komik kesayangan KAMU!

Kalau kamu ngelewatin update:
💔 Caelum nangis.
😤 Seraphine ngambek.
😎 Ash: “Terserah.”

Jadi yuk… BACA. SEKARANG.

🔁 Share ke temanmu yang suka telat update!
#ReminderLucu #UpdateJam11
karinabukankari
⚠️ PENGUMUMAN PENTING DARI KERAJAAN RAVENNOR ⚠️

📆 Update : SETIAP HARI JAM 11 SIANG!

Siapa yang lupa...?
➤ Ditarik ke dunia paralel.
➤ Dikejar Orin sambil bawa kontrak nikah.
➤ Dijadikan tumbal sihir kuno oleh Ash.
➤ Dipelototin Seraphine 3x sehari.

Jadi... JANGAN LUPA BACA YAAA!

❤️ Like | 💬 Komen | 🔔 Follow
#TimGakMauKetinggalan
karinabukankari
📢 HALOOO PARA PEMBACA TERSAYANG!!
Komik kita akan UPDATE SETIAP HARI!
Jadi jangan lupa:
💥 Siapkan hati.
💥 Siapkan cemilan.
💥 Siapkan mental buat gregetan.

⏰ Jam tayang: jam 11.00 WIB

🧡 Yang lupa update, nanti ditembak cinta sama si Caelum.

➕ Jangan lupa:
❤️ Vote
💬 Komen
🔁 Share
🔔 Follow & nyalain notif biar gak ketinggalan~
Luna_UwU
Ditambahin sekuel dong, plis! 🙏
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!