Raka secara tak sengaja menemukan pecahan kitab dewa naga,menjadi bisikan yang hanya dipercaya oleh segelintir orang,konon kitab itu menyimpan kekuatan naga agung yang pernah menguasai langit dan bumi...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mazhivers, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 11
Duduk bersandar di dinding gua yang dingin, Raka menatap Maya dengan tatapan penuh pertanyaan. "Maya, apa menurutmu… apa semua ini ada artinya?" tanyanya, menunjuk ke arah simbol-simbol yang baru mereka temukan.
Maya, meskipun tampak lelah, mengangguk perlahan. "Aku yakin, Raka. Kakek selalu bilang, tidak ada yang kebetulan di dunia ini, terutama yang berkaitan dengan hal-hal kuno dan kekuatan para dewa. Gambar naga melingkari pohon… dan tulisan 'Pelindung Alam'… itu pasti ada hubungannya dengan kekuatan kitab, bukan?"
Raka menghela napas. "Aku juga berpikir begitu. Saat aku mengucapkan kata-kata itu semalam, cahaya hijau muncul dan seolah-olah hutan itu sendiri melindungimu dari sihir Zyra. Tapi apa maksud dari gambar mata dan 'Kebenaran Tersembunyi'? Dan… 'Pengorbanan Cinta'…" Suara Raka tercekat saat mengucapkan kata-kata terakhir.
Maya meraih tangan Raka dan menggenggamnya erat. "Aku tidak tahu, Raka. Tapi kita akan mencari tahu bersama-sama, bukan? Kita akan mengungkap semua kebenaran ini."
Raka membalas genggaman Maya, merasakan kekuatan dan keteguhan gadis itu. Di tengah semua ketidakpastian dan bahaya yang mengelilingi mereka, Maya adalah satu-satunya hal yang terasa pasti dan benar. Ia menatap mata gadis itu, dan untuk pertama kalinya, ia melihat bukan hanya seorang teman masa kecil, tetapi seorang wanita yang ia cintai, lebih dari yang pernah ia sadari.
"Maya," katanya pelan, suaranya dipenuhi emosi, "sejak kita meninggalkan desa… sejak semua ini terjadi… aku…" Ia tidak tahu bagaimana cara melanjutkan kata-katanya. Perasaan yang selama ini terpendam di hatinya kini mendesaknya untuk diungkapkan, tetapi rasa takut akan masa depan dan bahaya yang mengintai membuatnya ragu.
Maya menatapnya dengan lembut, seolah bisa membaca pikirannya. "Aku juga merasakan sesuatu yang berbeda, Raka," bisiknya. "Aku… aku takut. Sangat takut. Tapi bersamamu… rasanya aku bisa menghadapi apa pun." Air mata menggenang di pelupuk matanya, tetapi ia berusaha tersenyum.
Raka mengulurkan tangannya yang bebas dan menghapus air mata di pipi Maya. "Kita akan menghadapi ini bersama, Maya. Aku janji. Aku akan melindungimu. Kita akan melindungi kitab ini."
"Dan Bram…" kata Maya dengan suara lirih, tatapannya menjadi kosong. "Dia… dia mengorbankan dirinya untuk kita."
Rasa bersalah kembali menghantam hati Raka. "Aku tahu. Aku tidak akan pernah melupakannya. Aku marah padanya karena telah mengkhianati kita, tapi… di akhir, ia memilih jalan yang benar. Kita harus menghormati pengorbanannya."
"Menurutmu, kenapa Kaldor begitu menginginkan kitab ini?" tanya Maya setelah beberapa saat hening. "Apa kekuatan sebenarnya yang tersimpan di dalamnya?"
Raka menggelengkan kepalanya. "Aku tidak tahu pasti. Tapi Bram bilang, kitab ini bisa menghancurkan keseimbangan dunia jika jatuh ke tangan yang salah. Itu berarti kekuatannya pasti sangat besar." Ia kembali menatap Kitab Dewa Naga di pangkuannya. "Kita harus mencari tahu bagaimana cara menggunakan kekuatan ini, Maya. Kita tidak bisa terus berlari dan bersembunyi selamanya."
"Tapi bagaimana caranya, Raka? Kita bahkan tidak bisa membaca tulisannya," kata Maya dengan nada putus asa.
"Kita akan mencari cara," jawab Raka dengan tekad. "Mungkin ada orang lain di luar sana yang bisa membantu kita. Bram bilang ada kuil kuno di pegunungan di utara, tempat para penjaga kitab berkumpul. Mungkin di sana kita bisa menemukan jawaban."
"Apakah kau yakin kita bisa sampai ke sana?" tanya Maya, raut wajahnya menunjukkan keraguan. "Zyra… dia sangat kuat. Dan Kaldor pasti akan mengirim lebih banyak orang untuk mencari kita."
"Kita harus mencoba, Maya," kata Raka sambil berdiri. Ia mengulurkan tangannya untuk membantu Maya berdiri. "Kita tidak punya pilihan lain. Kita harus berjuang untuk dunia kita, untuk orang-orang yang kita sayangi."
Maya menerima uluran tangan Raka dan berdiri dengan sedikit meringis kesakitan. "Kau benar, Raka. Kita harus mencoba."
Mereka berdua saling menatap, dan di mata mereka terpancar tekad dan harapan yang baru. Rasa takut masih ada, tetapi cinta dan kebersamaan telah memberikan mereka kekuatan untuk menghadapi masa depan yang tidak pasti.
"Sebelum kita pergi," kata Raka sambil menunjuk ke arah ukiran di dinding gua, "ada satu hal lagi yang membuatku penasaran. Gambar mata dan tulisan 'Kebenaran Tersembunyi'. Menurutmu, apa maksudnya?"
Maya mengamati ukiran itu dengan seksama. "Aku tidak yakin, Raka. Tapi mungkin… mungkin ada kebenaran tentang semua ini yang belum kita ketahui. Kebenaran tentang kitab ini, tentang Kaldor, tentang diri kita sendiri…"
Tiba-tiba, suara gemuruh yang mereka dengar sebelumnya kembali terdengar, kali ini jauh lebih dekat dan lebih keras. Suara itu tidak lagi terdengar seperti air terjun, tetapi lebih mirip raungan binatang buas yang sangat besar.
"Kita harus pergi sekarang!" seru Raka dengan nada panik. Ia meraih tangan Maya dan mereka berdua berlari keluar dari gua, tidak menyadari bahwa di balik air terjun, mata berwarna merah menyala mengawasi kepergian mereka dengan penuh amarah. Raungan itu semakin keras, menandakan bahwa bahaya yang lebih besar sedang menunggu mereka di luar sana, dan kebenaran tersembunyi yang mereka cari mungkin akan terungkap dengan cara yang paling menyakitkan. Perjalanan mereka baru saja dimulai, dan di setiap langkah, mereka akan dihadapkan pada ujian cinta, pengkhianatan, dan misteri yang akan menentukan nasib mereka dan seluruh dunia.