Lulu, seorang yatim piatu yang rela menerima pernikahan kontrak yang diajukan Atthara, demi tanah panti asuhan yang selama ini ia tinggali.
Lulu yang memerlukan perlindungan serta finasial dan Atthara yang memerlukan tameng, merasa pernikahan kontrak mereka saling menguntungkan, sampai kejadian yang tidak terduga terjadi. “Kamu harus bertanggung jawab!”
Kebencian, penyesalan, suka, saling ketertarikan mewarnai kesepakatan mereka. Bagaimana hubungan keduanya selanjutnya? Apakah keduanya bisa keluar dari zona saling menguntungkan?
Note: Hallo semuanya.. ini adalah novel author yang kesenian kalinya. Semoga para pembaca suka..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Meymei, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
3. Syarat
“Tapi, ada syarat yang harus kamu penuhi!”
Lulu yang sempat merasa senang segera merasakan kepalanya tertimpa batu. Ia tahu tidak ada yang gratis di dunia ini.
“Apakah orang-orang yang memiliki banyak orang bisa seenaknya seperti ini?” batin Lulu.
“Apa syaratnya?” tanya Lulu setengah hati.
“Sebaiknya kamu ikut denganku. Tidak nyaman mengatakan persyaratannya disini!”
Tanpa pikir Panjang, Lulu setuju dengan keinginan pemilik tanah. Ia pun berpamitan kepada Ibu Asih dengan mengatakan akan membahas kesepakatan di kantor pemilik tanah. Ibu Asih sempat enggan melepaskan Lulu, tetapi kemudian beliau tetap mengizinkan putri angkatnya itu berangkat setelah Lulu mengatakan jika apa yang dilakukannya adalah demi melindungi panti.
Lulu masuk ke dalam mobil Bersama pemilik tanah di kursi penumpang. Sepanjang perjalanan, tidak ada percakapan antara mereka sampai mobil memasuki sebuah hotel. Lulu sudah merasa was-was lebih dulu karena ia mengira pemilik tanah akan membawanya ke kantornya. Ia tidak menyangka jika pemilik tanah membawanya ke hotel.
“Kenapa tidak turun?”
“Sa-saya tidak bisa masuk.”
“Mana keberanianmu tadi?” Lulu hanya diam menunduk.
“Jangan berpikir macam-macam! Aku mengajak mu kesini karena disini adalah tempat yang paling aman untuk membicarakan syarat yang akan aku ajukan.” Kata pemilik tanah dengan tidak sabar.
Mendengar hal itu, Lulu kembali memantapkan hatinya. Ia turun dari mobil dan mengikuti pemilik tanah. Mereka memasuki salah satu kamar hotel. Di sana, pemilik tanah duduk di sofa dan meminta Lulu duduk dimana saja yang ia suka. Lulu duduk di sofa yang ada dihadapan pemilik tanah.
“Datang ke hotel Q sekarang juga! Aku ada di kamar 111.” Kata pemilik tanah kepada seseorang diujung telepon.
“Sebelum membicarakan syarat, perkenalkan namaku Izqian Atthara Zaki. Kamu bisa memanggilku Atthara seperti yang lain.” Azmi menatap kearah Atthara, ia ingat ada membaca nama itu di surat tanah.
“Lu’lu’ul Maknunah, biasa dipanggil Lulu atau Uli.”
“Lulu, syarat yang aku ajukan adalah kamu menjadi istriku selama 2 tahun. Jika kamu menjadi istriku, kamu akan memiliki tanah tempat panti asuhan itu dan kamu juga tidak perlu lagi berjualan kue. Aku hanya memerlukan seorang istri, pernikahan kita hanya diatas kertas.”
Lulu menatap tak percaya laki-laki yang ada di hadapannya. Atthara mengatakan syarat tersebut tanpa mengedipkan mata dan dengan nada yang sangat arogan. Sungguh membuat Lulu tersinggung, tetapi ia bisa menahan diri untuk tidak marah kepadanya.
“Selain itu, kamu juga bisa menikmati semua fasilitas sebagai istriku. Yang perlu kamu lakukan hanyalah menjadi istriku, memperlakukanku sebagai suamimu saat ada orang lain yang melihat, menemaniku menghadiri pertemuan yang memerlukan pendamping, dan kita tidur secara terpisah.”
“Pernikahan itu sakral, bukan permainan!” protes Lulu.
“Kamu bisa saja mencari laki-laki yang sesuai dengan kriteriamu, tetapi kamu bisa angkat kaki dari panti itu. Pilihan ada ditanganmu!”
Tawaran Atthara memang menggiurkan. Tetapi Lulu masih dengan prinsipnya yang menginginkan pernikahan sekali seumur hidup. Belum lagi stigma janda di masyarakat dan bagaimana ia menjalani pernikahan yang hanya didasarkan kontrak itu? Ditengah pemikirannya, bayangan panti asuhan tempatnya tumbuh menyeruak. Banyaknya kenangan dan harta satu-satunya Ibu Asih, serta anak-anak yang bergantung pada kelangsungan panti.
Tok.. Tok.. Tok..
“Masuk!” seru Atthara.
“Siang, Bos!”
“Siapkan perjanjian pernikahan untuk kami! Isinya sama dengan yang aku katakan kemarin. Jika Lulu ingin menambahkan sesuatu, kamu bisa menambahkannya asal tidak melewati batas.”
“Baik, Bos!”
Segera laki-laki yang baru saja sampai itu mengeluarkan dokumen yang telah ia susun kemarin. Beruntung ia sudah menyiapkannya sebagai jaga-jaga. Ia tidak menyangka jika atasannya akan mendapatkan Perempuan secepat ini.
“Ada yang ingin ditambahkan?” tanyanya pada Lulu.
Lulu menggeleng. Ia bahkan belum menyetujui pernikahan kontrak yang diajukan Atthara. Bagaimana bisa ia mengajukan syarat dalam keadaan seperti ini? Mengingat panti asuhan, Lulu akhirnya mengalah dengan prinsipnya. Walaupun ia akan mendapatkan murka Allah karena mempermainkan pernikahan, ia akan menerimanya asalkan Ibu dan adik-adiknya bisa mendapatkan tempat berteduh dan kehidupan yang layak.
“Anda mengambil keputusan yang benar. Walaupun Bos saya terkesan dingin, dia sangat menghargai Perempuan. Saya jamin, masa depan Anda akan tetap cerah. Meskipun sudah bercerai.” Kata laki-laki yang memperkenalkan dirinya sebagai asisten Atthara, Bobby.
“Tutup mulutmu!” sergah Atthara.
“Silahkan tanda tangan!” Bobby menyerahkan kertas tersebut kepada Atthara dan kemudian Lulu.
“Berikan nomor ponselmu!” Atthara menyodorkan ponselnya.
Lulu mnerimanya dan mnegetikkan nomornya disana. Atthara melakukan panggilan yang langsung masuk di ponsel Lulu.
“Simpan dan tunggu kabar dariku!” Lulu hanya mengangguk.
Jiwanya masih tidak berada di tubuhnya saat ini. Sampai-sampai ia menabrak Atthara yang berhenti di depan lift saat akan mengantarnya pulang. Atthara tidak marah. Ia hanya diam dan melanjutkan langkah kakinya masuk kedalam lift yang terbuka.
Mobil Atthara berhenti di panti. Lulu turun dan mengucapkan salam. Atthara tidak menjawabnya dan langsung pergi begitu saja. Lulu melangkah gontai masuk kedalam rumah. Saat Ibu Asih ingin bertanya, beliau mengurungkan niatnya dan membiarkan Lulu masuk kedalam kamarnya.
Di sisi lain.
“Cari informasi tentang perempuan itu!” kata Atthara pada sopirnya.
“Siap, Bos!”
Mobil melaju membelah jalan yang padat di jam makan siang. Satu jam kemudian, mobil memasuki sebuah rumah tingkat 2 dengan gerbang yang besar. Atthara turun dari mobil dan memasuki rumah.
“Darimana saja?” tanya laki-laki paruh baya yang sedang membaca koran di ruang tamu.
“Bukan urusan Papa!” jawab Atthara cuek seraya menaiki tangga menuju kamarnya.
Tetapi langkahnya terhenti kala melihat kamar sang nenek terbuka. Ia memutuskan untuk menemui sang nenek lebih dulu.
“Kamu dari mana?” tanya sang nenek saat melihat cucunya masuk ke dalam kamar.
“Bertemu calon cucu menantu, Nenek.”
“Benarkah? Akhirnya kamu memutuskan untuk menikah! Siapakah Perempuan beruntung itu?”
“Namanya Lulu, berhijab lebar dan baik hati.”
“Berhijab lebar?” tanya sang nenek tidak percaya.
“Ya. Bukankah pilihan cucumu ini sangat bagus?”
“Memang bagus. Tetapi apa yang membuatmu memilihnya?”
“Entahlah, Nek! Aku hanya merasa cocok.”
Atthara tidak berbohong. Tetapi arti cocok yang ia maksud, berbeda dengan apa yang sang nenek pikirkan.
“Kapan kamu akan mengenalkannya dengan nenek?”
“Tunggu waktu yang tepat!”