NovelToon NovelToon
Kez & Dar With Ze

Kez & Dar With Ze

Status: sedang berlangsung
Genre:Ketos / Teen Angst / Teen School/College / Keluarga / Persahabatan / Romansa
Popularitas:368
Nilai: 5
Nama Author: Elok Dwi Anjani

Mimpi bukan selesai saat sudah meraihnya, tapi saat maut telah menjemput. Aku tidak meninggalkan teman ataupun orang yang ku sayang begitu saja, melainkan mencetak sebuah kenangan terlebih dahulu. Walaupun akan meninggalkan bekas di situ.

Maaf jika aku pergi, tapi terimakasih atas semua kenangan yang kita cetak bersama. Suara tawamu akan selalu bergema, dan senyumanmu akan selalu menjadi canduku. Rela itu tidak semudah sebuah kata saja. Tapi hati yang benar-benar tulus untuk melepaskannya.
Mengikhlaskan? Harus benar-benar melepaskannya dengan merelakannya setulus mungkin.

Seperti biji-biji dandelion yang berhamburan tertiup angin, setelah usai di suatu tempat. Mereka akan kembali tumbuh di berbagai tempat. Entah kita akan dipertemukan kembali atau tidak, setidaknya aku pernah berbahagia karena dirimu.

Ada sebuah kata-kata yang bertuliskan "Di setiap pertemuan pasti ada perpisahan," tapi dengan perpisahan bukan berarti aku dapat melupakan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Elok Dwi Anjani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Berubah?

..."Perubahan dirimu membuatku bimbang karena teringat masa lalu. Tapi aku tidak ingin tenggelam dalam kenangan itu"...

...•...

...•...

Pagi yang cerah di tempat yang berbeda. Arlan membuka matanya dengan melirik ke sampingnya yang terdapat Variel dengan guling yang bocah itu peluk. Ia keluar dari kamar dan ke taman yang ia datangi semalam.

Walaupun cahaya matahari sudah mulai terik. Tapi pagi ini masih dingin seperti biasanya, apalagi semalam hujan sangat deras. Suasana rumah yang masih sepi dengan penghuninya yang masih tertidur pulas di dalam kamarnya.

Arlan menatap seorang laki-laki yang tengah duduk di taman belakang rumah dengan telinga yang tersumpal earphone. Ia menghampirinya dan duduk di sebelah laki-laki tersebut.

"Caspe udah mulai turun tangan lagi?" Tanya Arlan.

Zevan membuka matanya menatap Arlan. "Kenapa? Mau ikut?"

Arlan menggeleng. "Enggak, gua nggak mau kalian canggung karena keberadaan gua."

Menarik earphonenya, Zevan mulai menatap Arlan dengan serius. "Kenapa canggung? Lengkapnya Caspe itu yang mereka tunggu-tunggu, bukan rasa canggung saat yang lain kembali."

"Mungkin.... Gua ikut untuk ini, tapi gua masih nggak mau balik dulu."

"Kenapa?"

"Enggak apa-apa. Kalian ke sana pakai apa?"

"Kereta."

Zevan menyandarkan punggungnya dan mendongak melihat langit yang cerah. Mereka saling diam, diam dengan pikirannya sendiri. Tidak ada yang memulai pembicaraan lagi hingga teriknya matahari benar-benar terasa.

...••••...

"Terus gimana?" tanya Adara. Gadis itu sedang memasang kuda-kuda untuk melatih dirinya yang akan dilatih oleh Leon.

"Kurang ke bawa." Adara sedikit menurunkan badannya dengan kaki yang menahan tubuhnya. "Tahan."

Walaupun sedikit sakit karena masih pemula, tapi Adara akan tetap berusaha untuk menahannya demi meningkatkan kemampuan bela dirinya.

"Terus gimana?"

"Gitu aja terus, sampai lo bener-bener bisa," jawab Leon. Ia duduk di bangku di bawah pohon dengan terus memantau Adara yang sedang menahan rasa sakit di kedua kakinya.

Sebenarnya, Leon tidak ingin Adara kesakitan karena latihan ini akan sangat keras nantinya. Ia hanya akan memberikan Adara dengan beberapa gerakan dan teknik-teknik dasarnya.

"Gimana?" Tanya Leon.

"A-apanya?" Adara masih menahan rasa sakitnya dengan raut wajah yang membuat Leon menahan tawanya.

"Masih sakit?"

"Menurut lo? Lo nggak lihat wajah gua?"

"Enggak, takutnya nanti gua yang ketawa."

Adara mengerutkan keningnya bingung. "Ketawa kenapa?"

"Karena wajah lo lucu." Leon tidak dapat menahan senyumannya. Ia tersenyum menatap Adara.

"Bisa-bisanya lo gombalin gua di saat-saat kayak gini," ujar Adara.

"Emang kenapa?"

"Nggak ada gunanya."

Leon meraih meminum minumannya dan menghampiri Adara. "Udah. Abis ini sikap pasang."

"Ha? Gimana?"

Leon menunjukkan bagaimana sikap pasang dirinya. Ia juga menunjukkan pola gerak langkah lurus dan segi empat silang dengan pukulan dan tendangan untuk menunjukkan ke Adara. Hanya iseng, karena itu bukan gerakan yang aslinya akan ia tunjukkan.

"Susah banget, pake muter-muter segala lagi," kata Adara.

Leon tersenyum tipis mendengarnya. "Terus gimana?"

"Ajarin gua kayak tendangan, pukulan, cara menghindar, dan yang masih biasa-biasa aja dulu. Baru variasi gerakan lainnya."

"Gimana, ya..." Leon mengetuk-ngetuk dagunya dengan melirik Adara yang sedang menatapnya.

"Kenapa?"

"Di sini nggak ada samsak. Di rumah gua ada, dan ada peralatan lainnya juga."

"Ya, udah. Ke rumah ko aja," balas Adara.

"Tapi kagak ada orang sama sekali di rumah. Gimana kalau kita ke Timezone? Kita main mesin tinju-tinjuan sambil adu kekuatan. Yang paling dapat skor tinggi, traktir batagor."

"Deal!"

Ya, Adara masuk dalam jebakan yang Leon buat. Dengan tubuh Adara yang kurang sehat dan dalam keadaan mood berantakan, ia bisa mengibuli gadis itu.

Sejak pagi tadi, Adara menghampiri rumah Leon dan meminta untuk diajari bela diri walaupun sedikit demi sedikit, tapi setidaknya ia tahu dan benar cara melakukannya.

Adara memasuki rumahnya untuk mencari cardigan, dan mengenakannya dengan melangkah kembali keluar menghampiri Leon yang menunggunya di bawah pohon.

"Ayo!" Seru Adara. Ia sudah mulai semangat karena ajakan Leon yang sangat menggiurkan, apalagi ada sangkut-pautnya dengan batagor.

Mereka berdua tidak menggunakan kendaraan pribadi, melainkan umum. Dari rumah Adara dan berjalan ke arah jalan raya untuk ke sebuah halte bus yang akan mengantarkan mereka di sebuah tempat dengan sebutan 'Timezone' yang Leon sebutkan tadi.

Sebuah bus sampai dan langsung membukakan pintu tersebut. Saat kakinya akan menaiki bus, Leon langsung di seruduk oleh Adara yang tiba-tiba melesat memasuki bus seperti orang terburu-buru, sementara Leon hanya bisa geleng-geleng kepala melihat kelakuannya.

Tidak membutuhkan waktu lama, mereka sampai di sebuah tempat yang terlihat sangat ramai karena hari weekend seperti ini. Banyak yang kesana-kemari dengan canda guraunya bersama teman, keluarga, saudara, bahkan dengan pasangannya.

Adara celingak-celinguk mencari mesin tinju-tinjuan yang akan ia gunakan bersama Leon dalam sebuah permainan. "Di mana?"

"Ikut gua." Leon menarik tangan Adara ke suatu tempat dengan menelusup di keramaian taman yang bisa dikatakan sangat padat walaupun di siang-siang seperti ini.

Seorang gadis memajukan bibirnya saat mendapatkan skor rendah dan memukul laki-laki di sebelahnya dengan pukulan manja. "Aku nggak bisa, aku nggak kayak cewek lain yang bisa pukul ini dengan kekuatan. Aku itu cewek yang bener-bener cewek, bukan cewek yang suka tinju-tinjuan."

Adara langsung menatap gadis itu sinis dan melepaskan genggaman tangan Leon untuk menghampiri permainan yang ia cari itu. Ia bersiap memukul saat mesin tersebut juga sudah mulai melepaskan benda yang akan dipukul seseorang.

Dengan kekuatan dan wajah seriusnya Adara. Ia memukul benda mesin tersebut dengan sedikit kekesalannya saat melihat gadis tadi. Tidak dapat dipungkiri, skornya sangat tinggi.

Gadis itu langsung melongo saat melihat skor tinggi Adara. Tidak jauh darinya, Leon juga terkejut dengan skor tersebut. Ia mengacungkan jempolnya ke Adara yang langsung dibalas dengan anggukan kepala dan senyuman percaya dirinya.

"Kok bisa?" Tanya Leon.

"Apanya?" Balas Adara.

Leon melirik mesin tersebut yang masih memunculkan skor tinggi Adara. Adara yang paham dengan maksud Leon langsung menghampirinya dan memeluk bahu laki-laki tersebut. "Gimana?"

"Kerennn."

"Jangan lupa batagornya."

Leon melirik Adara dan melepaskan pelukan gadis itu di bahunya. "Gua belum coba."

"Ya, udah, buruan."

Adara menatap gerak-gerik laki-laki itu saat bersiap akan memukul benda tersebut. Ia membulatkan matanya saat Leon melakukan tendangan memutar. Ini jauh di luar pemikirannya, Adara melongo saat itu juga. Bahkan, gadis yang tadi saja juga ikut melongo dengan seorang laki-laki di sebelahnya.

Skor yang Leon dapatkan melewati skor Adara. Bahkan jauh dari skornya. Adara menepuk tangannya karena kagum dengan berjalan ke arah Leon yang sedang tersenyum puas menatap mesin tersebut.  Ia melirik Adara dan menunjuk skornya dengan alis yang sengaja ia gerakan.

"Kalahin gua kalau mau batagornya," kata Leon.

Senyuman Adara langsung luntur saat itu juga. Ia pikir skornya sudah tinggi dan dapat mengalahkan Leon, ternyata tidak. Skor laki-laki itu jauh lebih tinggi dengan miliknya. Ia berdecak sebal menatap Leon yang hanya tersenyum meremehkan di depannya.

"Ayo!"

"Kemana?" Tanya balik Adara. Nada bicaranya saja sudah terdengar jelas jika gadis itu sedang sebal.

"Kalahin skor gua sampai melewatinya."

"Sekarang?"

"Tahun depan Adara.... Ya, sekaranglah."

Adara menghela nafasnya berjalan ke arah mesin tersebut. Tidak lupa, ia membayar terlebih dahulu untuk memainkan mesin tersebut. Dengan rasa malasnya karena skor miliknya jauh di bawah Leon, ia memukul benda tersebut dengan pukulan biasa. Bahkan bisa dikatakan bukan pukulan, karena lebih terlihat seperti senggolan.

"Itu tadi apaan?" Tanya Leon.

Benar saja, mesin tersebut menunjukkan skor Adara yang rendah daripada sebelumnya. Bahkan, gadis tadi juga menahan tawanya saat melihat skor Adara jauh di bawahnya.

"Pukulan," jawab Adara.

Leon menghela nafas sabar. Mungkin harus dimaklumi karena ini perempuan. "Serius, kalau lo bener-bener bisa melampaui kemampuan gua. Gua kasih hadiah dan traktir batagor sebulan."

Adara merubah raut wajahnya sumringah. Ia langsung membayar lagi untuk memainkan mesin tersebut. Wajahnya tampak serius menatap benda itu. Sontak orang-orang yang melihatnya tertawa saat Adara bukan memukul benda tersebut, melainkan menendangnya seperti Leon tapi melesat.

Bahkan, gadis itu tertawa terbahak-bahak hingga memukuli laki-laki di sebelahnya.

Malu? Apa yang Adara rasakan selain malu? Leon saja menahan tawanya dengan menutupi mulutnya. Adara yang kesal kembali memukul benda tersebut dengan keras hingga skornya mendekati skor milik Leon.

Suara tawa mereka langsung mereda saat itu juga. Setelah itu, Adara langsung menarik tangan Leon untuk meninggalkan permainan tersebut. Leon hanya diam, mengikuti langkah Adara yang entah kemana menariknya. "Mau kemana?"

"Pulang."

Leon langsung menarik tangannya kembali dan menatap Adara yang sedang memasang wajah kesal ke arahnya. "Kenapa? Kita belum selesai di sini. Lo aja belum lampaui skor gua."

"Entar aja." Adara bersedekap dada seraya melirik Leon dengan mata sinisnya.

"Kenapa lo? Katanya mau belajar, kok nanti aja? Mau kapan?"

"Entar aja, kalau sepi."

Mencoba untuk bersabar dan mengikuti apa yang Adara inginkan. Leon melangkah mengikuti langkah gadis itu yang mengarah pada stan penjual minuman yang menjual minuman Boba.

"Tunggu di sini aja sampai sepi," kata Adara, dengan meletakkan tasnya di bangku depan stan tersebut dan melangkah untuk memesan minuman di sana.

"Nggak mungkin sepi, weekend kok sepi," lirih Leon.

"Heh!" Panggil Adara.

Leon menatapnya dengan tatapan mata datar. "Gua punya nama."

"Mau minum apa?"

"Es teh."

"Ha?" Adara berjalan beberapa langkah ke depan karena kurang mendengar jawaban Leon.

"Es teh!"

"Nggak ada, lah. Dikira warteg kali," gumam Adara.

"Terserah."

Adara mendengkus kesal menatap Leon. "Yang bener!"

Seakan-akan tidak ada rasa malu, mereka memperdebatkan mengenai minuman. Padahal, Leon bisa langsung melihat menu dan memesannya, bukan mengarangnya.

Orang-orang yang melewati mereka pun melirik Adara dan Leon dengan tatapan aneh karena suara keduanya yang keras membuat mereka mengalihkan pandangannya. Sempat malu, tapi lama-lama terbiasa.

...••••...

...TBC....

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!