Siapa sangka putri tertua perdana menteri yang sangat disayang dan dimanja oleh perdana menteri malah membuat aib bagi keluarga Bai.
Bai Yu Jie, gadis manja yang dibuang oleh ayah kandungnya sendiri atas perbuatan yang tidak dia lakukan. Dalam keadaan kritis, Yu Jie menyimpan dendam.
"Aku akan membalas semua perbuatan kalian. Sabarlah untuk menunggu pembalasanku, ibu dan adikku tersayang."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reinon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 3
Perdebatan panjang di aula berakhir dengan kemenangan bagi selir Huang dan putri kesayangannya.
Hui Fen membiarkan pelayan Yu Jie turut serta dengannya. Bukan karena kasihan melainkan terhasut oleh bujukan selir Huang bahwa mereka tidak membutuhkan pelayan lain.
Pengawal yang diperintahkan Hui Fen segera menjalankan tugas mereka. Mereka mengangkat Yu Jie ke tandu lalu membawanya menuju ke kediamannya untuk berkemas.
"Jangan menangis Nuan!" seru Yu Jie pelan.
Dia berusaha menggapai tangan Nuan untuk menenangkan gadis muda itu namun tenaganya habis tak bersisa.
Nuan berusaha mensejajarkan langkah kakinya dengan pengawal yang berjalan cepat. Padahal mereka sedang menggotong nona mudanya dengan tandu, tapi mereka berjalan seolah tidak membawa apa pun. Jadilah Nuan harus berjalan setengah berlari.
"Nona, bertahanlah! Nuan akan mengobati nona setelah tiba di kediaman," ucap Nuan sesekali terisak.
Sesekali dia mengusap wajahnya karena air mata. Ingin rasanya dia berteriak meminta para pengawal itu membawa tandu dengan perlahan agar tubuh nona mudanya tidak terguncang-guncang.
Apalah dayanya, dia hanya seorang pelayan yang bertubuh kecil. Ibarat kelereng yang sekali disentil langsung melesat jauh.
Tidak lebih dari seratus langkah, mereka telah tiba di bagian depan kediaman putri tertua. Beberapa pelayan sudah menunggu nona mereka di depan. Dengan wajah sedih mereka perlahan mengangkat tandu masuk ke dalam.
"Ingat! Waktunya hanya sebatas satu batang dupa!" tegas seorang pengawal yang bertubuh paling besar.
"Apa tidak apa-apa kita tidak mengantar sampai ke dalam?" tanya salah seorang pengawal.
"Tuan sudah mengatakan jika dia bukan nona muda lagi. Lagipula kau berani melawan perintah selir Huang?" balas pengawal bertubuh besar tadi.
[...]
Sementara itu di dalam kediaman Yu Jie, beberapa pelayannya yang setia berlutut karena ingin ikut serta dengannya.
"Apa yang kalian lakukan?" tanya Yu Jie pelan.
"Nona, kami tidak ingin tinggal di sini jika tidak ada nona. Hiks!" isak Li Mei. Salah seorang pelayan di kediaman Yu Jie.
Yu Jie meminta Nuan membantunya untuk duduk.
"Aku tidak bisa membawa kalian turut serta. Kehidupanku kedepannya pasti sangat sulit. Aku tidak ingin menjadi beban bagi kalian," jawab Yu Jie.
"Tidak, nona. Aku sudah lama berbakti dengan mendiang nyonya dari awal beliau memasuki kediaman keluarga Bai," jelas pelayan tua, Xing Lian.
"Nona, meski aku baru menjadi pelayan nona, aku juga tidak ingin tinggal di sini," timpal Ling Hua.
Yu Jie menghela napas pelan lalu berkata, "Bagaimana caraku menjelaskannya pada kalian."
"Nona, kau selalu memanggilku dengan sebutan bibi. Kali ini ijinkan aku berbicara sebagai bibi," ucap Xing Lian sopan.
Xing Lian adalah pelayan paling tua. Umurnya sebaya dengan mendiang ibu Yu Jie. Jika saja ibunya panjang umur, mungkin penampilan ibunya saat ini mirip dengan bibi Xing Lian.
Yu Jie mengangguk pelan.
"Kami sudah sepakat akan mengikuti nona. Kami juga bersedia melayani nona seumur hidup."
"Tapi bibi. Bagaimana caraku membayar upah kalian?"
"Nona jangan memikirkan hal itu. Kami tulus ingin mengikuti nona kemana pun. Lagipula aku bekerja pada keluarga Wang bukan keluarga Bai," jelas Xing Lian.
"Hiks! Nona, meski anda tidak menginginkan kami, aku tetap akan mengikuti nona," kini Ling Hua yang mulai terisak.
Yu Jie menghela napas pelan. Para pelayannya sangat keras kepala. Mau tidak mau, Yu Jie mengikuti keinginan mereka. Hidup kedepannya tidak ada yang tahu.
"Masih belum berkemas?" tanya Mei Yin saat memasuki kediaman Yu Jie.
Yu Jie sampai tidak menyadari kehadirannya.
"Sudah puas?" Yu Jie balik bertanya.
"Hahaha, tentu saja," jawab Mei Yin sambil tertawa.
"Enyah dari sini!" Ling Mei bangkit lalu mendorong Mei Yin.
Mei Yin yang tidak siap langsung jatuh terduduk.
"Kau! Berani sekali kau mendorongku!" teriak Mei Yin.
Dia berusaha berdiri, namun ujung gaunnya sengaja diinjak oleh Ling Mei.
"Kali ini, aku tidak akan membiarkan kau menindas nona," ucap Ling Mei tegas.
Yu Jie sempat terdiam karena terkejut melihat pelayannya yang termuda itu berani berbuat kasar pada anak majikannya. Jelas-jelas gadis itu tadi menangis hingga ingusnya kemana-kemana. Darimana dia mendapat keberanian seperti itu?
"Apa yang kau lakukan? Dasar pelayan rendahan!" teriak Mei Yin.
Ling Hua dengan cepat mengikat tangan Mei Yin ke belakang dengan sabuknya.
Tadinya dia datang ingin menghina Yu Jie untuk terakhir kali. Dia ingin melepas topengnya di depan Yu Jie. Berpura-pura menjadi adik yang baik sangat melelahkan baginya selama ini.
Untuk itu, dia datang ke kediaman Yu Jie untuk memperlihatkan pada Yu Jie bahwa betapa berkuasanya dia saat ini dan seterusnya.
Mei Yin sengaja tidak membawa pelayannya turut serta karena tidak ingin mereka melihat sisi buruknya. Siapa sangka jika pelayan rendahan Yu Jie berani berbuat kasar padanya.
"Penga..."
Belum sempat Mei Yin berteriak memanggil pengawal, mulutnya sudah ditutup lebih dulu oleh Li Mei dengan kain lap.
Xing Lian tak mau kalah. Seolah ini adalah kesempatan emas bagi mereka. Wanita paruh baya itu mengambil pisau di atas meja lalu berjongkok tepat dihadapan Mei Yin.
"Kalau kau berani macam-macam, aku tidak segan membuat ukiran di wajahmu!" tegas Xing Lian sambil memainkan mata pisau di hadapan Mei Yin.
Jaraknya sangat dekat hingga membuat mata gadis cantik itu melotot. Tubuhnya membeku di tempat.
Yu Jie tersenyum puas melihat para pelayan setianya membela dirinya. Meski itu salah, tapi perbuatan ibu dan anak itu lebih salah.
"Nuan!" panggil Yu Jie.
"Iya nona," jawab Nuan sambil mengalihkan pandangannya.
Dari tadi gadis itu tersenyum melihat perlakuan teman-temannya pada nona kedua mereka.
"Ambil kotak kayu di bawah tempat tidurku. Aku tidak peduli dengan yang lain."
"Baik nona," jawab Nuan lalu undur diri untuk menjalankan perintah nona mudanya.
"Bibi!" panggil Yu Jie.
"Iya nona."
"Lepaskan dia!" perintah Yu Jie pelan.
"Tapi nona, dia sudah menyakiti nona seperti ini!" Li Mei tak terima harus melepaskan tangkapan Ling Hua secepat itu.
Yu Jie tersenyum, "Aku tidak ingin lantai kediamanku kotor karena ada jejak darinya."
"Ah, anda benar nona!" seru Li Mei.
Ling Hua langsung melepas ikatannya dan mengenakan sabuknya lagi. Sedangkan Li Mei terlihat enggan melepas kain yang terjuntai di mulut Mei Yin.
"Kain lap itu sangat pantas di dalam mulutmu," ucap Li Mei sambil menarik kain itu kasar.
"Kau ..., uhuk!" Mei Yin terbatuk karena mulutnya kering hingga tidak bisa melanjutkan kalimatnya.
"Pergi dari sini!" tegas Yu Jie.
Setelah mengatur napas, Mei Yin perlahan bangkit. Dengan sombongnya dia berkata, "Sebagai putri satu-satunya keluarga Bai, aku tidak akan melepaskan kalian. Bersiap saja kalian mendapat hukuman lebih berat dari ini."
Dia menatap bengis Ling Hua, Li Mei, dan Xing Lian satu persatu. Ketiga perempuan berbeda generasi itu saling pandang saat nona kedua yang berkuasa itu mengintimidasi mereka.
Bagaimana jika nanti mereka dipersulit untuk keluar dari kediaman keluarga Bai. Ah, penyesalan selalu datang terlambat. Ling Hua tersulut emosi saat melihat nona kedua keluarga Bai itu dengan lagaknya memasuki kediaman nona mudanya. Hal serupa dirasakan oleh Li Mei dan Xing Lian.
lanjut up lagi thor
lanjut up lagi thor