Dengan kebesaran hati seorang wanita muda bernama ( Azalea 26 tahun ) yang rela menggantikan posisi adik nya sebagai pengantin di hari itu.
Ternyata kebaikan hati Azalea di balas kebencian oleh pengantin lelaki (Arta 32 tahun ) yang sudah sah menjadi suami nya itu.
Sampai di titik itu, dimana Arta sadar bahwa Azalea lah yang terbaik. Tapi apakah Azalea masih mau bersatu dengan Arta ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wanita Biasa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 3. Hari pernikahan.
Pernikahan terjadi antara Lea dan juga Arta. Arta dengan malas nya mengucapkan ijab Qobul sesuai arahan bapak penghulu.
Sehingga kata-kata Sah pun terdengar di telinga Lea yang masih terdiam diri di kamar pengantin. Setelah kata Sah terdengar, baru lah Lea di dampingi ke luar dari dalam kamar menuju pengantin laki-laki.
Linangan air mata tak terasa jatuh di pelupuk mata Lea, tak ada satu pun orang yang berusaha menghapuskan air mata Lea. Pertemuan antara Lea dan Arta pun terjadi, Lea yang belum mau menatap Arta sementara Arta yang menatap Lea dengan tatapan tajamnya.
Resepsi pernikahan pun berjalan sebagai mana mestinya, yang seharusnya adik tiri Lea yang menjadi pengantin tapi kini malah Lea yang harus berkorban menjadi pengantin perempuan, menggantikan adik tirinya.
Lea lebih dulu pergi dari dalam acara, ia memasuki kamar pengantin yang sudah di sediakan.
"Bagaimana ini ? Apa memang seharusnya aku ada di sini ? Jika aku ingin pergi, harus pergi kemana ? " Pertanyaan di iringi kebimbangan hati terus terlontar di hati Lea.
Hari sudah mulai latur malam, Lea masih seorang diri di dalam kamar. " Ayolah Lea, pejamkan mata mu. " Rintih kesal Lea karna ia tidak bisa tidur saat itu.
Saat Lea berusaha memejamkan matanya Lea terperanjat kaget saat ada seseorang masuk ke dalam kamar nya. Arta dan Lea saling menatap, Lea baru melihat jelas wajah suami nya itu. Begitupun dengan Arta.
Arta yang notabene nya seorang pria dingin dan keras kepala, langsung memalingkan tatapannya ke arah lain tanpa mau menyapa ataupun tersenyum pada Lea.
Lea di buat mati kutu saat itu, untuk bergerak pun ia merasa canggung. Arta memasuki kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Saat itupun Lea merasakan napas nya begitu lega.
Setelah beberapa waktu dari itu, Lea kembali tidak tenang saat melihat Arta keluar dari kamar mandi dengan keadaan telanjang dada.
"Kita perlu bicara. " Suara itu menggelegar terdengar berat dan tegas di telinga Lea.
Arta memperhatikan Lea dari sudut matanya, Arta selalu membuang perasaan yang ia pikir akan meracuni hati dan pikirannya.
Lea bangkit dari atas tempat tidur, dan duduk di sofa single yang ada di kamar itu. Lea merasa tidak nyaman dengan pakaian yang ia kenakan saat itu, karna hanya baju tidur itu yang di sediakan.
Arta dengan kasarnya melempar bantal sofa ke arah Lea, untuk menutupi bagian pahanya yang hampir terlihat. Mata Lea saat itu juga membulat sempurna.
"Jangan harap saya mau menyentuh kamu. Bersikap lah seperti orang lain di dalam kamar, dan bersikap baik lah saat di luar kamar. " Ucap Arta seperti memberi peringatan pada Lea.
Lea belum bisa berkata apapun, karna dia pun tidak ingin ada di posisi yang sedang ia hadapi saat ini.
"MENGERTI TIDAK ! " Bentakan itu terdengar keras di telinga Lea, sehingga Lea sontak kaget dan menatap Arta dengan tatapan mata di iringi cairan bening terlihat jelas saat itu.
Tatapan Lea dan Arta terpaut dekat di bandingkan dengan tatapan pertama mereka saat Arta masuk ke dalam kamar.
"KAMU BISU ? " Bentakan Arta kembali menggelegar.
"Baik, " Jawaban singkat Lea mampu membungkam mulut Arta, Lea bangkit dari duduknya dan langsung berjalan ke arah tempat tidur untuk mengambil bantal dan selimut kecil.
Arta memperhatikan gerakan Lea, dalam hati Arta ingin sekali ia menikmati malam pengantin nya. Namun keras kepala dan ke egoisan nya membuat diri nya terlihat angkuh.
Lea menghela nafas dan mengeluarkannya secara kasar, " Sabar Lea. Wajar jika dia marah dan merasa risih, bukan kamu saja yang tidak menginginkan pernikahan ini. Dia pun sama tidak menginginkannya ! "
Lea berjalan ke arah sofa yang masih di duduki oleh Arta, Arta yang mengalihkan fokusnya pada ponselnya pura pura tidak sadar jika Lea berjalan ke arahnya.
"Bisa tolong berdiri dari sofa itu ? Biarkan saya beristirahat di atas sofa itu. " Ucap lembut Lea yang sebenarnya geram di dalam hatinya.
Arta mencoba mencerna perkataan Lea, setelah beberapa detik ia pun bangkit dari duduknya.
"Bagus lah, jika kamu mengerti. " Ucap kecil Arta.
Lea menyunggingkan senyuman licik nya, " Sesuai perintah anda. "
Langkah Arta terhenti saat mendengar jawaban Lea, Arta merasa tertantang oleh ucapan Lea. " Berani juga ni cewe. "
Malam itu pun berlalu, rupa-rupanya mata Lea sudah menyerah dan akhirnya terpejam juga. Namun tidak bagi Arta, Arta merasakan hawa yang sangat panas di kamar itu. Padahal AC sudah menyala, itu kali pertama Arta tidur di dalam kamar bersama perempuan.
Lea terperanjat dari tidurnya, memperhatikan pakaiannya. Lea merasa lega karna semalam tidak terjadi apa-apa antara dirinya dan Arta. Lea tidak mau ambil cuti menikah karna ia merasa itu bukan lah pernikahan yang seharusnya. Ia segera bergegas memasuki kamar mandi, beruntung ada Tasya yang mau di perintah oleh Lea untuk membawakan pakaian kantor nya saat menghadiri pesta pernikahan.
Kamar hotel yang begitu terlihat nyaman membuat Lea ingin segera keluar dari kamar itu, Lea tidak ingin berada lebih lama lagi di dalam kamar itu. Lea enggan membangunkan Arta, ia merasa tak perduli pada sosok laki-laki yang sama sekali tidak perduli padanya.
Lea berhasil keluar dari kamar hotel, sementara Arta mulai terbangun kala pagi sudah hampir menjelang siang. Arta melihat bunga segar di sekitaran tempat tidurnya, ia baru sadar bahwa kemarin adalah hari pernikahannya. Arta membangunkan sebagian tubuhnya untuk melihat ke arah sofa, namun sosok yang ingin ia lihat sudah tidak ada di sofa itu.
"Dasar wanita tidak tahu sopan santun, seharusnya dia beritahu jika hendak pergi. Apa kata orang di luar sana nantinya. AWAS SAJA KAMU ! " Dengus Arta tak terima.