Level Up Milenial mengisahkan Arka, seorang guru muda berusia 25 tahun yang ditugaskan mengajar di SMA Harapan Nusantara, sekolah dengan reputasi terburuk di kota, dijuluki SMA Gila karena kelakuan para muridnya yang konyol dan tak terduga. Dengan hanya satu kelas terakhir yang tersisa, 3A, dan rencana penutupan sekolah dalam waktu setahun, Arka menghadapi tantangan besar.
Namun, di balik kekacauan, Arka menemukan potensi tersembunyi para muridnya. Ia menciptakan program kreatif bernama Level Up Milenial, yang memberi murid kebebasan untuk berkembang sesuai minat mereka. Dari kekonyolan lahir kreativitas, dari kegilaan tumbuh harapan.
Sebuah kisah lucu, hangat, dan inspiratif tentang dunia pendidikan, generasi muda, dan bagaimana seorang guru bisa mengubah masa depan dengan pendekatan yang tak biasa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ahmad Rifa'i, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Harapan Dan Misi Tempur Jaka
Libur semester telah tiba. Dua minggu penuh tanpa pelajaran, tanpa ulangan, tanpa tugas… tapi tidak bagi anak-anak kelas 3A SMA Harapan Nusantara.
Alih-alih bermalas-malasan, mereka justru kompak melanjutkan perjuangan dan memaksimalkan liburan untuk menyalurkan bakat dan keahlian masing-masing. Tentu saja, dengan bumbu kekonyolan khas mereka.
Deri memulai misinya di pasar tradisional dengan membuka lapak kecil bertajuk “Investasi Sambil Ngopi.” Ia menjual kopi literan sambil membagikan brosur investasi ringan untuk anak muda.
“Mas, ini kopi apa?” tanya seorang pembeli.
“Kopi Kapitalis, Bu. Rasanya seperti cuan, tapi tetap ada risiko pahitnya.”
Sementara itu, Reza sibuk mengabadikan semuanya. Ia membuat vlog berjudul “Bisnis Kopi di Tengah Kekacauan Pasar” yang tentu saja langsung naik viwers nya.
Tak jauh dari sana, Amira membuka jasa baca puisi keliling. Ia naik ke atas peti buah dan mulai membacakan puisinya yang berjudul “Jeruk yang Tak Lagi Asam.”
“Wahai jeruk di meja pasar, Kau tak secerah harga pasar... Tapi cintamu… tetap manis di lidah pembeli…”
Beberapa ibu-ibu tertawa geli sambil membelikan buah hanya karena kasihan. Tapi bagi Amira, setiap senyuman adalah penghargaan.
Di sisi lain, Andi memimpin kelas kecil eksperimen sains di pos ronda. Ia menunjukkan cara membuat “lava volcano” dengan baking soda dan cuka.
“WAHHHHH!!!”
Ledakan kecilnya menyembur ke arah Reza yang sedang merekam. Kamera terlempar, tapi ekspresi Reza aneh.
Sinta membuka kelas mini matematika sambil membantu anak-anak tetangga mengerjakan PR. Setiap soal dijawabnya dengan rumus unik.
“Kalau kamu gak ngerti akar dari 64, pikir aja... itu umur ideal orang pensiun!”
Cindi yang punya salon, sibuk buka jasa potong rambut murah meriah. Tapi entah bagaimana, satu pelanggan malah minta dicat warna pelangi.
“Tante yakin warna unicorn?”
“Yakin, Nak. Biar suami tante nyesel!”
Semua aktivitas mereka direkam dan disusun oleh Reza dalam satu video berdurasi 10 menit berjudul “Libur Sekolah, Tapi Otak Gak Libur!”
Pak Arkan dan Bu Arin menonton video itu bersama di ruang guru. Mereka tertawa, tersentuh, dan akhirnya saling menatap dengan bangga.
“Lihat mereka…” kata Bu Arin pelan. “Konyolnya gak ada obat, tapi semangatnya luar biasa.”
Pak Arkan mengangguk. “Mereka bukan cuma jadi murid yang hebat… mereka sedang jadi versi terbaik dari diri mereka masing-masing.”
Dan seperti biasa, Lia, Reza dan Toni muncul tiba-tiba dari balik pintu.
“Pak, Bu… itu video sudah trending nomor 3 loh!”
Arkan dan Arin hanya bisa tertawa sambil geleng-geleng kepala.
...----------------...
Setelah mereka melakukan kegiatan yang penuh keseruan dan produktif, para siswa kelas 3A memutuskan untuk mengakhiri kegiatan mereka dengan cara yang paling mereka sukai: pergi ke Bukit Nusantara.
Tapi kali ini berbeda.
Hari itu, semua sepakat naik sepeda. Deri membawa sepeda fixie, Jaka naik sepeda lipat warisan pamannya, Reza memodifikasi sepedanya dengan klakson berbunyi “Cuan! Cuan!” dan Cindi malah menghias sepedanya dengan pita warna-warni.
Namun perhatian utama tertuju pada Pak Arkan yang dengan malu-malu menggonceng Bu Arin di boncengan belakang sepedanya. Murid-murid yang melihat langsung bersorak.
“Woiii! Romantis amatttt!”
“Pak! Pelan-pelan! Itu boncengan bukan ranjang empuk!”
Pak Arkan hanya tertawa, sedangkan Bu Arin tersenyum malu sembari memukul pelan pundak Arkan.
Setibanya di bukit, mereka semua duduk membentuk lingkaran besar. Langit cerah, angin lembut berhembus, dan suara jangkrik menyapa dari kejauhan. Momen itu begitu damai.
Pak Arkan berdiri di tengah lingkaran. Ia menatap wajah-wajah penuh semangat dan kekonyolan di hadapannya.
“Kalian… sudah luar biasa. Liburan ini, kalian menunjukkan bahwa kebodohan dan kecerdasan bisa bersatu. Kalian bisa bermain dan tetap produktif. Bercanda tapi tetap berkontribusi.”
Bu Arin melanjutkan, “Kalian telah membuktikan, bahwa sekolah bukan hanya soal pelajaran di kelas. Tapi tentang bagaimana kita membentuk karakter, semangat, dan kebersamaan.”
Semua murid bertepuk tangan.
Reza lalu mengangkat kamera dan berteriak, “Ayo, kita abadikan momen ini!”
Mereka semua berkumpul, mengambil posisi terbaik, dan ketika kamera timer mulai berbunyi...
“3... 2... 1...”
“CHEESEEEEEEE!!!”
Namun di detik terakhir, Deri terpeleset dan jatuh ke depan, menyebabkan Cindi tersandung dan menjatuhkan Sinta, yang akhirnya menabrak Andi. Efek domino pun terjadi, dan semua akhirnya tertawa sambil menindih satu sama lain.
Klik.
Foto itu menjadi kenangan sempurna: tawa, kekacauan, dan cinta yang tumbuh di antara murid dan guru, di atas Bukit Nusantara.
...----------------...
Sore itu, mereka semua berkumpul di atas bukit Nusantara, tempat biasa untuk bersantai atau merencanakan hal-hal absurd. Namun kali ini, suasananya sedikit berbeda. Jaka terlihat duduk sendiri di atas tanah rerumputan dan menatap langit yang mulai memerah.
Andi, yang penasaran, menghampiri. “Bro, ngelamun? Jangan-jangan abis nonton drama Korea?”
Jaka menoleh dan tertawa pelan. “Enggak, gue lagi mikirin serius. Gue pengen ikut tes tentara militer.”
Seketika, semua yang lain menghampiri, terdiam sebentar sebelum akhirnya bersorak.
“Wahh! Serius, Jak? Keren banget!”
“Wuih, calon tentara gagah nih!”
“Eh, jangan lupa bawa helm waktu tes ya, takut ada ulangan tiba-tiba!”
Jaka tertawa. “Tapi... aku belum yakin kuat. Latihan fisik gue masih amburadul.”
Reza langsung berdiri tegap. “Tenang! Mulai sekarang, aku jadi pelatihmu, Jak! Kita mulai latihan militer Kelas 3A!”
Latihan pun dimulai keesokan harinya di lapangan kosong belakang sekolah. Reza berdiri dengan topi terbalik dan peluit mainan.
“Siapppp! Jaka! Lari keliling lapangan 5 kali sambil bawa galon!”
“Lima kali?!”
“Tidak ada kompromi, Tentara Harapan Nusantara harus kuat mental dan otot!”
Jaka pun lari sambil menggotong galon kosong. Tapi di putaran ketiga, dia nyaris tersandung oleh kucing liar yang tiba-tiba melintas. Semua yang menonton tertawa terbahak-bahak.
Reza terus memberikan latihan absurd: push-up sambil baca puisi, merayap di tanah sambil menyebutkan nama-nama tokoh pahlawan, sampai plank sambil nyanyi lagu kebangsaan.
Dan semua itu terekam oleh Reza. Ia membuat vlog berjudul “Misi Militer Jaka, Calon Tentara Kocak” dan seperti biasa, langsung viral.
Hari ujian seleksi tentara pun tiba. Jaka datang dengan rambut disisir rapi dan membawa semangat tinggi. Ia diantar oleh teman-temannya yang memberikan yel-yel dukungan.
“JAKAAA! SEMANGAT!!!”
Tes berlangsung serius, tinggi badan jaka mencapai di atas minimum. Beberapa hari kemudian, surat pengumuman datang.
Jaka lulus seleksi.
Seluruh kelas 3A bersorak meriah. Mereka bahkan membuat upacara kecil di halaman sekolah.
Pak Arkan dan Bu Arin hadir. “Jaka, kami bangga padamu. Teruslah berjuang di jalanmu sendiri.”
"ya, walaupun baru seleksi tinggi badan." celetuk Andi.
Dan Reza, hanya tersenyum. “Yah, minimal video gue trending. tetaplah semangat sobat.!”