NovelToon NovelToon
Takdir Di Balik Duka

Takdir Di Balik Duka

Status: sedang berlangsung
Genre:Poligami / CEO / One Night Stand / Janda / Ibu Pengganti / Diam-Diam Cinta / Menikah Karena Anak
Popularitas:467.9k
Nilai: 4.9
Nama Author: Mommy Ghina

“Silakan pergi dari mansion ini jika itu keputusanmu, tapi jangan membawa Aqila.” ~ Wira Hadinata Brawijaya.

***

Chaca Ayunda, usia 21 tahun, baru saja selesai masa iddahnya di mana suaminya meninggal dunia karena kecelakaan. Kini, ia dihadapi dengan permintaan mertuanya untuk menikah dengan Wira Hadinata Brawijaya, usia 35 tahun, kakak iparnya yang sudah lama menikah dengan ancaman Aqila—anaknya yang baru menginjak usia dua tahun akan diambil hak asuhnya oleh keluarga Brawijaya, jika Chaca menolak menjadi istri kedua Wira.

“Chaca, tolong menikahlah dengan suamiku, aku ikhlas kamu maduku. Dan ... berikanlah satu anak kandung dari suamiku untuk kami. Kamu tahukan kalau rahimku bermasalah. Sudah tujuh tahun kami menikah, tapi aku tak kunjung hamil,” pinta Adelia, istri Wira.

Duka belum usai Chaca rasakan, tapi Chaca dihadapi lagi dengan kenyataan baru, kalau anaknya adalah ....



Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy Ghina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 33. Tiga Tahun Yang Lalu - 3

Wira masih berdiri di halaman belakang mansion, memandang Chaca dari kejauhan. Gadis masih tertawa, bercanda dengan para maid lainnya, seakan tak ada beban yang menghantuinya. Senyumnya tulus, begitu berbeda dari senyum penuh kepura-puraan yang selama ini ia lihat di wajah Adelia.

Namun, meskipun hatinya merasa hangat, pikirannya masih penuh dengan amarah. Kata-kata Adelia terus terngiang di telinganya.

"Kamu yang mandul, Mas Wira."

Pernyataan itu seperti belati yang ditikamkan ke dadanya. Padahal, ia sudah melakukan tes di rumah sakit keluarganya, dan hasilnya jelas—ia sehat dan subur. Tetapi Adelia menolak melakukan pengecekan di tempat yang sama, lebih memilih mempercayai dokter rekomendasi temannya. Itu yang membuat Wira semakin curiga, ada sesuatu yang disembunyikan istrinya.

Wira mengepalkan tangan, mencoba mengendalikan emosinya. Namun saat itu, suara langkah kaki terdengar mendekat dari belakang. Adelia.

"Mas, aku mau bicara."

Wira menoleh perlahan, menatap istrinya dengan dingin. Adelia melipat tangan di depan dada, ekspresinya kesal.

"Aku mau ke Labuan Bajo. Aku butuh refreshing," katanya santai, seakan tidak ada perdebatan besar yang baru saja terjadi di antara mereka.

Wira menghela napas panjang. "Terserah kamu, Adelia. Aku tidak akan melarang." Wira berkata datar, tanpa emosi.

Adelia menaikkan alisnya. "Dan aku butuh uang tambahan untuk perjalanan ini. Aku butuh 75 juta."

Wira menatap istrinya dalam diam, lalu mengeluarkan ponselnya dari saku celana. Kemudian menggulir layar untuk mencari m-bankingnya.

“Sudah aku transfer.”

"Bagus kalau Mas tahu diri. Aku nggak mau ada pertengkaran yang nggak perlu," ujar Adelia santai sebelum berbalik pergi.

Wira hanya bisa menatap punggung istrinya yang semakin menjauh. Ada perasaan kosong di dalam hatinya, seolah ia baru saja menyadari sesuatu yang selama ini ia coba abaikan—pernikahan mereka seakan hanya sebatas status, kepuasan di atas ranjang, tapi sesungguhnya tidak ada kehangatan di dalamnya.

Ketika ia kembali menoleh ke arah Chaca, ia masih melihat gadis itu bercanda dengan maid yang lainnya. Namun kali ini, ia sadar sesuatu. Chaca bukan hanya sekadar maid di rumah ini. Ia adalah satu-satunya orang yang masih bisa membuatnya merasa tenang di tengah kekacauan hidupnya.

Tanpa sadar, ia melangkah mendekati Chaca.

"Chaca," panggilnya pelan.

Gadis itu tersentak, langsung menegakkan tubuhnya. "P-Pak Wira? Ada yang bisa saya bantu?"

Pria itu menatapnya sejenak, lalu menggeleng. "Saya hanya ingin tahu, apakah kakimu sudah benar-benar membaik?"

Chaca menunduk, menyembunyikan kegugupannya. "Sudah, Pak. Terima kasih atas perhatiannya."

"Kalau masih sakit, bilang pada saya. Jangan keras kepala seperti kemarin."

Gadis itu mengangguk cepat, tak berani menatap mata pria itu terlalu lama. Namun Wira tidak segera pergi. Ia masih berdiri di tempatnya, memperhatikan gadis itu dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Kamu selalu tersenyum seperti itu?" tanya Wira tiba-tiba.

Chaca mengerutkan kening. "Maksud Bapak?"

"Saya melihatmu dari jauh tadi, kamu terlihat bahagia. Seolah-olah tidak ada masalah dalam hidupmu." Wira menatapnya lekat. "Kamu memang selalu seperti itu?"

Chaca terdiam sejenak, lalu mengangguk pelan. "Saya percaya, Pak, kalau setiap orang punya masalah masing-masing. Tapi kalau terus-terusan dipikirkan, hidup rasanya akan terlalu berat. Saya lebih suka menikmati hal-hal kecil yang membuat saya bahagia."

Wira terdiam. Kata-kata Chaca begitu sederhana, tapi entah kenapa terasa begitu dalam baginya. Seumur hidupnya, ia selalu berusaha mengendalikan segalanya, memikirkan segala sesuatu dengan serius. Ia jarang menikmati hal-hal kecil seperti yang dilakukan Chaca.

Sebuah senyum tipis terukir di wajahnya. "Kamu orang yang kuat, Cha."

Gadis itu menggeleng buru-buru. "Saya hanya berusaha menjalani hidup dengan baik, Pak. Tidak lebih."

Wira menatapnya sejenak, lalu menghela napas panjang. "Baiklah, kalau begitu. Jangan bekerja terlalu keras. Kalau ada yang membuatmu tidak nyaman di mansion ini, jangan ragu untuk bilang pada saya."

Chaca sedikit terkejut, lalu tersenyum kaku. "Terima kasih, Pak. Saya akan ingat itu."

Wira mengangguk pelan, lalu berbalik pergi. Namun, di dalam hatinya, ia tahu bahwa semakin hari, semakin sulit baginya untuk mengabaikan perasaan ini.

Ia tidak boleh jatuh cinta pada Chaca. Ia tahu itu.

Namun, hatinya berkata lain.

***

Beberapa  hari berlalu, malam itu, hujan turun deras, angin berembus kencang di luar jendela mansion. Petir sesekali menyambar, menerangi langit malam yang kelam. Wira baru saja tiba di mansion setelah seharian bekerja di rumah sakit. Tubuhnya lelah, namun pikirannya lebih penat lagi. Sejak beberapa hari terakhir, Chaca bersikap berbeda. Gadis itu menjaga jarak darinya, tidak lagi menyiapkan kebutuhannya seperti biasa. Hendra, kepala pelayan, kini yang menggantikan tugasnya. Dan Wira tidak menyukai itu.

Duduk di ruang tengah, Wira melirik ke arah dapur. Perutnya lapar. Ia ingin minum kopi dan makan nasi goreng seafood buatan Chaca—makanan favoritnya. Namun, saat ia ke dapur, Chaca tidak ada. Hanya ada beberapa maid lain yang sedang merapikan peralatan makan.

"Pak Hendra," panggil Wira.

Hendra yang sedang mengelap meja langsung menoleh. "Iya, Tuan Wira? Ada yang bisa saya bantu?"

"Di mana Chaca?" Wira bertanya langsung.

Hendra tampak ragu sejenak sebelum menjawab, "Sepertinya dia sedang mengantarkan laundry ke kamar Tuan Ezzar, Tuan."

Wira mengernyit. Chaca pergi ke kamar Ezzar? Untuk apa, semestinya bagian laundry yang mengantarkannya? Rasa penasaran dan entah apa lagi yang mengusik pikirannya. Tanpa banyak bicara, ia melangkah ke lantai dua, menuju kamar adiknya. Begitu sampai di ujung koridor, ia melihat Chaca tengah membawa keranjang laundry di depan pintu kamar Ezzar.

Tanpa berpikir panjang, Wira mengendap-endap mendekat.

Saat Chaca membuka pintu dan masuk ke dalam kamar, Wira mengikuti dari belakang dengan langkah ringan. Tepat ketika Chaca hendak meletakkan pakaian di ruang walk in closet, suara petir menggelegar dengan keras. Seketika, listrik padam. Ruangan menjadi gelap gulita.

Chaca tersentak. "Astaga!" pekiknya pelan, nyaris menjatuhkan keranjang di tangannya.

Di saat yang bersamaan, Wira menyeringai tipis dalam kegelapan. Tanpa suara, ia meraba dinding, mencari kunci pintu, lalu memutarnya hingga terkunci.

Chaca bisa merasakan jantungnya berdebar lebih kencang. Dengan gugup, ia meraba-raba dinding, mencari saklar atau pegangan pintu. Namun, ketika ia hendak memutar kenop pintu, ternyata terkunci.

"Astaga ... kenapa pintunya terkunci?" gumamnya panik.

Ia menelan ludah, kemudian mengetuk pintu dengan hati-hati. "Pak Ezzar? Anda  juga ada di dalam, ‘kah?" tanya Chaca dengan suara pelan.

Tidak ada jawaban.

Chaca merasa aneh. Biasanya, jika Ezzar ada di kamar, ia pasti langsung merespons. Jantungnya semakin berdegup kencang.

Di dalam kegelapan, terdengar suara langkah mendekat. Chaca menegang. "Siapa?" tanyanya dengan suara bergetar.

Lalu, sebuah suara rendah dan dalam menjawab, "Aku."

"Siapa?" Chaca kembali bertanya dengan  waspada, meskipun samar-samar ada nada takut di dalamnya.

Wira tidak menjawab. Dalam kegelapan, ia melangkah mendekat, lalu tanpa peringatan, menarik tubuh Chaca ke arahnya. Gadis itu tersentak kaget.

Tiba-tiba, Wira mendorongnya ke atas ranjang. Chaca tersentak, matanya membelalak meski dalam gelap. Ia bisa merasakan tubuh Wira yang begitu dekat, terlalu dekat. Ketakutan menjalar dalam dirinya.

"Pak Ezzar ... tolong jangan seperti ini," ujar Chaca mulai ketakutan. Ia tidak tahu bahwa bukan Ezzar yang ada di dalam kamar tersebut.

Wira terdiam sejenak. Ia bisa merasakan tubuh Chaca yang menegang, napasnya yang memburu karena ketakutan. Perlahan, kesadarannya mulai kembali. Apa yang sedang ia lakukan?

Dada Wira naik turun cepat. Ia merasakan hasrat yang membara, tetapi juga perang batin yang kuat dalam dirinya. Chaca bukan miliknya. Ia tidak seharusnya melakukan ini. Namun kata-kata Adelia kembali mengelana di pikirannya, belum lagi sikap Chaca yang berubah padanya. Bisikan setan akhirnya menguasai hasrat Wira.

“Tidak Pak Ezzar! TOLONG!!” jerit Chaca. Namun sayangnya, jeritan dan teriakan Chaca tak terdengar oleh siapa pun di luar kamar. Kamae Ezzar kedap suara dan di luar sana suara gemuruh petir dan hujan lebat lebih mendominasi seakan menemani malam kelam Chaca, tapi bagi Wira malam indah yang tak akan ia lupakan.

“Maafkan aku, Chaca,” bisik Wira.

Bersambung ... ✍️

1
Inooy
dengan ada nya sinyal dari Chaca utk memberikan Wira kesempatan,,siap2 aq d bikin baper ma WirCha 🤭..dn bisa d pastikan pasangan ini bakalan bucin abiiis 😁
Mulaini
Mama Paula percuma kamu histeris dan memukul Adelia sampai² kamu mengharapkan Adelia mati nama keluarga mu sudah hancur dan menyesal pun sudah terlambat dan seharusnya kalian bertobat dan memperbaiki diri untuk menjadi lebih baik lagi.
Azda Syafril
alhmdlh Wira bisa melewati msa kritis ny... .semngat Wira tuk menjalankan tugas mu SBG suami sekaligus papa tuk Aqila... perjuangan mu g sia2...
selamat dn semangat dok Wira tuk menuju SAMAWA bersama ChaCha dn Aqila....
Kimmy Doankz
kebahagiaan akan kembali pda kluar ga kecil wira,dan semoga Adelia n ortunya menerima karma yg setimpal
Wirda Wati
lanjuut
anonim
berani-beraninya trio parasit bikin masalah.
pak Brawijaya tidak tinggal diam
anonim
sukses bikin heboh trio parasit ini tapi pak Brawijaya tidak akan tinggal diam pastinya
anonim
Adelia ini bodoh bin o'on mau-maunya menuruti ambisi kedua orang tuanya.
alih-alih berhasil aksi licik mereka bertiga, pastinya malah semakin malu nantinya
anonim
trio parasit ini masih tidak puas dengan keadaan yang sesungguhnya. Semakin terpuruk baru nyesel kalian bertiga
Ais
emang gila orang tua adel ini jahat kejam iblis berkedok orangtua kasihan adel
jadinya toh adel bgitu juga karena tekanan dr ortunya supaya bs jd perayu ulung buat manfaatin hartanya wira
Anonymous
Gk sabar menunggu kelanjutannya Thor..
Yuni Say
Buruk
Isna Wati
lanjut thor
hasatsk
akhirnya terkuak juga kelakuan Adelia yang sebenarnya
jiannafeeza 2201
lanjut lagi dong
Rabiatul Addawiyah
Lanjut thor....
☠ᵏᵋᶜᶟ🍃⃝⃟𝟰ˢ🫦🐝⃞⃟⃝𝕾𝕳ɳҽˢ⍣⃟ₛ♋
adelia emang sudah gila nti juga giliran mama paula
Aprisya
emak adel baru liat tho adegan itu
Mommy Ghina: tadinya video viralnya hanya suara Adel saja, gambar diblur, sekarang videonya kelihatan
total 1 replies
Tarwiyah Nasa
nyesek juga hatiku..nangiss deh Cha..kamu motong bawang sih...
Chita Hasan
cepat atau lambat, pasti akan terkuak .
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!