Kau Curi Suamiku, Ku Curi Suamimu

Pikiran Reyfan kalang kabut kala menerima undangan pernikahan Hans dan Niken. Ya, minggu depan Hans dan Niken akan menikah. Hans sudah resmi melamar Niken setelah dua hari ia mengenalkan kepada anak-anaknya. Hans langsung menemui orang tua Niken bersama kedua orang tua Hans, dan ketiga anaknya.

Kedatangan Hans disambut baik dan hangat oleh keluarga besar Niken. Dan, mereka menyetujui dan menerima lamaran Hans saat itu. Betapa bahagianya Hans, karena ia akan menikahi perempuan yang sangat ia cintai, setelah cinta tulus pada Zahra di rusak oleh perselingkuhan. Dua bulan lamanya, Hans dan Niken mempersiapkan pernikahannya. Hans ingin membuatkan pesta pernikahan yang begitu meriah, mewah, dan elegan untuk Niken.

Reyfan masih menatap undangan tersebut, yang memperlihatkan foto kedua mempelai yang terlihat begitu mesra. Sang calon pengantin pria terlihat tampan, gagah, berwibawa, dan sang calon pengantin wanita sangat cantik, dan terlihat Niken sedikit lebih kurusan badannya.

Bagaimana Niken tidak turun berat badannya, selama bersama Hans, dia selalu rajin olah raga bersama Hans di rumahnya. Mereka selalu kompak olahraga bersama, dengan penuh keharmonisan dan keromantisan saat mereka bersama.

Reyfan menatap lekat foto Niken di undangan tersebut. Reyfan pangling dengan penampilan Niken di foto itu. Reyfan  cepat-cepat mengambil ponselnya, ia lalu membuka akun sosial medianya dan mencari nama akun Niken di sana. Reyfan kepo sekali dengan kehidupan Niken sekarang.

“Mereka ternyata tidak main-main dengan ucapannya! Kenapa harus Hans!” umpat Reyfan saat melihat akun sosial media Niken dan Hans. Banyak foto-foto mereka, bersama dengan anak-anak Hans juga yang terlihat begitu akrab.

Reyfan sendiri yang lama dekat dengan Zahra saja gak dekat dengan anak-anak Zahra, Niken yang baru kenal dengan Hans, anak-anaknya langsung akrab dengan Niken.

Di tempat lain, Zahra pun sama. Dia dikejutkan oleh selembar kertas undangan dari Hans dan Niken. Zahra tidak menyangka mereka benar-benar akan meresmikan hubungannya, namun Zahra tidak terlalu memikirkan itu, meskipun dia sakit hati melihat Hans yang akan menikahi Niken, karena menurut Zahra, apa tidak ada perempuan lain selain Niken? Zahra juga sangat cemburu ketiga anak-anaknya dekat dengan Niken, bahkan kerap kali Zahra melihat Putri dan Ratu pergi bersama Niken, entah shopping, makan bersama di luar, atau nonton. Sedangkan dengan Zahra, mereka tidak pernah begitu, karena Zahra mementingkan urusannya sendiri.

Zahra merasa pernikahan Hans dan Niken akan diselenggarakan dengan begitu mewah, apalagi mereka memilih tempatnya di Ballroom hotel berbintang, yang biasa digunakan untuk pesta pernikahan orang-orang ternama dan para konglomerat.

“Sepertinya mewah sekali nanti pesta mereka. Dulu sama aku biasa saja?” ucapnya dengan rasa iri pada dirinya. Apalagi dia dinikahi Rey hanya dengan ijab qobul saja, tidak ada pesta, yang penting Sah, karena sudah diancam oleh Warga, jika tidak segera menikah akan diusir dari kampung.

Reyfan juga terpaksa menikahi Zahra, padahal ia masih sangat berharap untuk bisa kembali dengan Niken, perempuan yang ia buang dengan sadis, tanpa membawa apa pun dari rumah, bahkan barang berharga milik Niken dikuasai oleh Reyfan semua.

**

Niken tidak menyangka Hans begitu tulus mencintainya, Hans juga menyiapkan pesta pernikahan yang sangat mewah untuknya. Hari ini Niken dan Hans mengunjungi butik tempat di mana Hans memesan gaun pernikahan untuk Niken. Gaun yang sangat mewah, mahal, elegan, dan begitu cantik yang dipilihkan Hans untuk Niken.

Hans juga mengajak ketiga anaknya ke Butik untuk mencoba baju mereka nanti yang akan dikenakan di acara pernikahannya. Ketiga anaknya sangat antusias sekali untuk menyambut dan mempersiapkan pernikahan Hans dan Niken. Begitu juga dengan Dewa, meski hatinya masih terasa perih karena akan melihat wanita yang sangat ia cintai menikah dengan papanya. Dewa tidak mengapa, asal melihat Niken bahagia hidup dengan papanya, tidak disakiti oleh laki-laki lagi.

Dewa mencoba bajunya dengan didampingi Hans. Hans tidak menyangka anak laki-laki nya sudah sangat dewasa dan sangat tampan. Ketampanannya sangat menuruni dirinya, postur tubuhnya pun seperti dirinya.

“Anak papa keren, tampan sekali pakai setelan jas ini,” puji Hans.

“Anak siapa dulu? Papanya siapa dulu dong?” ucap Dewa.

“Ini yakin pacarmu gak pulang? Kalau pulang Papa akan pesankan gaun juga yang sama dengan kedua adikmu?” ucap Hans.

“Pa ... dia ambil beasiswa di Belanda selama dua tahun, baru lima bulan di sana, jadi gak mungkin dia pulang. Katanya nanti sekalian?” jawab Dewa.

“Lama dong LDR nya kamu sama pacar? Kuat gak nih? Setia gak nih?” ledek Hans.

“Harus setia dong? Aku mau seperti papa, jadi laki-laki yang setia dan bertanggung jawab. Meskipun Mama selalu nyakitin papa, tapi papa gak melupakan tanggung jawabnya pada mama, papa gak pernah marah sama mama, kurang tegas sih papa, tapi itulah papaku, gak suka marah-marah orangnya meski disakiti,” ucap Dewa.

“Namanya mempertahankan rumah tangga, Dew. Banyak yang harus diperjuangkan, kamu dan adik-adikmu yang masih butuh mama, mana mungkin papa pisah saat kalian masih butuh sosok ibu?” ucap Hans.

“Tapi aku gak pernah merasakan ada sosok ibu yang benar-benar baik, Pa? Mama kan sukanya ngurusin hidupnya sendiri? Kami anak-anaknya selalu diabaikan, bahkan seringnya sama Pembantu di rumah?” ucap Dewa.

“Sudah jangan begitu, mau bagaimana pun ibumu, tetap dia ibumu, perempuan yang sudah bertaruh nyawa untuk melahirkanmu. Jangan membenci mamamu, biar dia bersikap begitu, asal kamu dan adik-adikmu jangan menanamkan rasa benci pada mamamu,” tutur Hans.

“Aku gak benci mama, Pa. Aku bahkan sangat menyayangi mama, tapi mama begitu, ya sudahlah?” ucap Dewa.

“Itu namanya anak papa!” ucap Hans dengan menepuk-nepuk bahu Dewa.

Dewa masih melihat cermin di depannya yang memantulkan penampilan kerennya dengan mengenakan setelan jas untuk seragam nanti di acara pernikahan papanya dan Niken.

“Pa, papa jangan sakiti Mama Niken, ya? Papa harus menyayanginya, mencintainya dengan segenap hati dan jiwa papa. Papa juga jangan banding-bandingkan Mama Niken dan Mama Zahra. Kalau papa sampai menyakiti Mama Niken, atau Papa selingkuh sama perempuan lain, Dewa akan suruh Mama Niken pergi dan cari laki-laki yang lebih baik dari papa!” ancam Dewa.

“Ngancam nih?” ucap Hans.

“Iya, aku ngancam papa!” jawabnya.

“Papa gak akan seperti itu, Papa janji tidak akan menyakiti Mama Niken, karena Papa sangat mencintainya,” ucap Hans.

“Kalau papa berani menyakitinya, aku pa yang akan ambil Mama Niken, aku akan menikahinya, membahagiakannya, karena aku pun sangat mencintai Mama Niken!” ucap Dewa dalam hatinya.

“Aku pegang janji papa!” ucap Dewa.

“Siap, anakku yang paling tampan!” jawab Hans.

“Jelas paling tampan dong, kan aku anak laki-laki sendiri? Kecuali papa bikin lagi satu buat teman Dewa. Kasih Dewa adik laki-laki ya, Pa?”

“Siap, laksanakan!”

Kedua pria taman itu saling berpelukan dengan hangat, dengan penuh cinta dan kasih sayang antara Papa dan Anak laki-lakinya. Ponsel Dewa berdering, ada telefon masuk, Dewa melihat siapa yang menelfonnya.

“Bentar mama telefon, Pa,” ucap Dewa.

“Ya sudah angkat deh,” ucap Hans.

Dewa menerima panggilan dari mamanya di depan papanya. Seperti biasa Zahra meminta uang pada Dewa. Setiap seminggu sekali Zahra selalu meminta uang pada Dewa, entah untuk apa, dia selalu meminta dalam jumlah yang banyak.

“Ma ... kemarin baru tiga hari mama minta aku uang sepuluh juta lho? Ini minta lima belas juta untuk apa, Ma? Perusahaan Dewa itu baru merintis, Ma? Yang perusahaan utama itu bagi hasil untuk adik-adik Dewa!” jelas Dewa.

“Dew, mama butuh, Nak. Mau sama siapa lagi kalau gak minta sama kamu?”

“Mama kan punya suami? Suami mama dong!” ucap Dewa kesal.

Namun sekesal-kesalnya Dewa, dan semarah-marahnya Dewa sama mamanya, dia tetap memberikan uang itu pada mamanya.

“Ya sudah aku akan kirimkan uangnya,” ucap Dewa dengan mengakhiri panggilannya.

Dewa terpaksa memberikan lagi uang yang mamanya minta. Entah untuk apa uangnya itu. Padahal mamanya juga punya bisnis, punya butik, punya toko aksesoris, toko hijab, tapi selalu merongrong Dewa, sejak Dewa memegang perusahaan utama milik Hans.

“Mama minta uang lagi, Pa,” ucap Dewa.

“Mamamu gak pernah berubah. Papa malah curiga mamamu sedang main dengan laki-laki lain,” ucap Hans.

“Ya sudah sih pa, itu urusan mama dan Om Rey,” jawab Dewa.

“Kamu manggilnya masih Om Rey? Dia kan sudah nikah sama mama, gak panggil papa?”

“Ogah!” jawabnya ketus.