Dua tahun Sitha dan Danu berpacaran sebelum akhirnya pertunangan itu berlangsung. Banyak yang berkata status mereka lah yang menghubungkan dua sejoli itu, tapi Sitha tidak masalah karena Danu mencintainya.
Namun, apakah cinta dan status cukup untuk mempertahankan sebuah hubungan?
Mungkin dari awal Sitha sudah salah karena malam itu, pengkhianatan sang tunangan berlangsung di depan matanya. Saat itu, Sitha paham cinta dan status tidak cukup.
Komitmen dan ketulusan adalah fondasi terkuat dari sebuah hubungan dan Dharma, seorang pria biasalah yang mengajarkannya.
Akankah takdir akhirnya menyatukan sepasang pria dan wanita berbeda kasta ini? Antara harkat martabat dan kebahagiaan, bolehkah Sitha bebas memilih?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kirana Pramudya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Desiran Tak Lazim
"Kalian berdua di sini, Sitha di mana?" tanya Satria, kakak kandung Sitha yang saat itu mengamati Danu dan Ambar.
"Eh, Mas ... itu tadi Sitha ke sana," kata Ambar.
"Sitha baru mengambil minum kok, Mas. Kami nunggu di sini, tadi juga sebelumnya bertiga kok sama Sitha." Danu menimpali dan mengatakan bahwa sebelumnya mereka memang bertiga.
Satria mengangkat alisnya. Entah, tapi menurut Satria kedekatan pria dengan sahabat kekasihnya kadang juga memicu hal-hal yang tak diinginkan. Kendati demikian, Satria memilih untuk tidak berprasangka buruk.
Danu kemudian berbicara lagi. "Apa biar aku yang mencari Sitha, Mas?"
Satria terdiam beberapa saat, menurut pandangan Satria padahal Danu bisa berinisiatif mengambilkan Sitha minum. Sebab, berdasarkan pengalaman Satria sendiri, dia adalah pria yang mau mengambilkan atau memenuhi apa yang menjadi keperluan pasangannya yaitu Indi. Jika bisa melakukan untuk orang yang kita sayangi akan mendatangkan kebahagiaan bukan?
"Tidak perlu, biar aku yang mencari Sitha."
Usai berkata demikian, Satria memilih pergi. Dia sesekali menengok ke belakang dan masih mengamati Danu dan Ambar yang nyatanya tidak beranjak dari tempatnya. Bahkan keduanya kembali berbicara.
"Sitha kok lama ya, Mas?" tanya Ambar.
"Iya, sampai dicariin sama Mas Satria."
"Padahalnya katanya cuma minum, kok malahan jadi lama," balas Danu.
Ambar kemudian tersenyum. Dia kembali mengamati ke sekelilingnya dan mengamati pemuda tampan yang sudah menjadi tunangan sahabatnya itu. "Mas Danu berarti kerjanya di pabrik buku juga yah?"
"Iya, melanjutkan usaha Bapak. Cuma, aku mau ke Pabrik Jamu Sido Mulyo, Rama memintaku untuk terlibat di bagian Office RnD," balasnya.
"Wah, satu tempat kerjaan dong sama Sitha dan aku. Bakalan sering ketemu," balas Ambar.
"Kamu kerja di pabrik jamu juga?"
"Iya, Mas. Kalau enggak di Solo, ya aku di Purworejo sekarang."
Danu menganggukkan kepalanya. Pembicaraan keduanya tampak mengalir begitu saja, sampai keduanya tidak menyadari bahwa Satria diam-diam mengamati keduanya. Sitha juga lewat dengan menggandeng tangan Sadewa.
"Mas Sat, kok bengong. Tumben enggak sama Mbak Indi? Biasanya Mas dan Mbak Indi itu dua sejoli banget yang enggak bisa pisah satu sama lain," ucap Sitha.
"Itu, Mbak kamu baru ngobrol sama Ibu dan tamu dari keluarganya Danu. Kamu dari mana?"
"Sadewa minum sama Ante tadi, Pa. Haus og," balas Sadewa.
"Sadewa haus yah? Kok enggak minta Papa?"
"Tadi lihat Ante, terus Sadewa ikut."
"Kenapa sih, Mas? Kayaknya ada sesuatu gitu deh," tanya Sitha.
Satria berdiri lebih dekat ke adiknya. Setelahnya, dia mulai berbicara. "Apakah Danu tak terlalu akrab dengan Ambar? Aku hanya bertanya saja."
Sitha membawa pandangannya ke arah Danu dan sahabatnya yang sedang mengobrol bersama. Sesaat Sitha mengamati bahwa semuanya itu wajar-wajar saja. "Apa tidak boleh, Mas?"
"Padahal Danu bisa mengambilkan minum untuk kamu, suatu kebahagiaan sendiri bagi kita melayani orang kita sayangi. Selain itu, terlalu dekat dengan lawan jenis juga tidak baik, Dek."
"Apa iya, Mas?"
"Setidaknya ada hati yang perlu kita jaga. Itulah alasan utama untuk tidak terlalu dekat dengan lawan jenis kita ketika kita sudah berkomitmen dengan seseorang," kata Satria.
Usai mengatakan demikian, Satria berlalu dengan menggandeng tangan Sadewa. Sedangkan Sitha masih mengamati tunangan dan sahabatnya dari jauh. Saat itu, Sitha pelan-pelan berjalan ke arah Danu dan Ambar. Samar-samar terdengar obrolan yang cukup renyah dari keduanya.
"Heboh banget ngobrolnya," kata Sitha.
"Iya, bercanda aja. Eh, tadi dicariin Mas Satria loh," balas Ambar.
"Iya, Sitha. Tadi Mas Satria abis dari sini nyariin kamu. Udah kamu temuin belum?" tanya Danu.
"Udah kok, barusan berpapasan sama Mas Satria di sana."
Ambar masih menunjukkan wajah tersenyum, dia kemudian berbicara. "Ternyata Mas Danu ini mulai minggu depan bakalan masuk di Sido Mulyo ya, Tha? Gak ngasih tahu, kan seru kalau bisa barengan."
"Emang iya? Rama belum ngasih tahu tuh?" balas Sitha.
"Benar. Mulai minggu depan aku akan masuk di bagian RnD. Bagian riset untuk mengembangkan lagi produksi jamu bisa ditingkatkan," katanya.
Sitha mangangguk-angguk. Dia malahan belum tahu. Rama Bima juga belum memberitahu apa pun kepadanya. Justru Ambar yang membuka suara terlebih dahulu. Lebih tahu Ambar, dibandingkan dirinya yang jelas-jelas adalah tunangan Danu.
"Aku lupa ngasih tahu terlebih dahulu. Tadi baru ngasih tahu Ambar karena dia tanya. Tidak apa-apa kan?"
"Gak bakalan Sitha cemburu, Mas. Kalau sama aku, Sitha itu percaya," tutur Ambar.
Sedangkan Sitha hanya tersenyum saja. Seketika dia mengingat nasihat dari Mas Satria baru saja. Namun, besar harapannya juga supaya tidak terjadi apa pun.
"Iya kan, Tha? Kamu kan bakalan cemburu kan? Kamu kan paling ngertiin aku, begitu juga sebaliknya. Gak akan mungkin. Kita sahabat selamanya," kata Ambar lagi.
"Syukurlah, semoga kamu enggak marah. Senin nanti kita bertemu di Sido Mulyo, sangat seneng aku bisa berkecimpung langsung di bisnis keluarga."
Danu mengatakan itu dengan rasa bahagia, kapan lagi bisa dilibatkan dalam bisnis keluarga yang sudah berjalan lebih dari satu abad. Selain itu, bisa bertemu dengan Sitha di sela-sela bekerja.
"Wah, Mas Danu keliatan semangat banget," balas Ambar.
"Harus semangat. Kalau bisa memberikan terobosan dan inovasi baru kan bagus untuk perusahaan jamu ini."
Setelah itu, keluarga Sutjipta berpamitan dengan keluarga Negara. Mereka berjanji jelang hari H pernikahan akan kembali datang dan memberikan seserahan paningset untuk Sitha. Dalam tradisi Jawa, calon pengantin pria akan memberikan Seserahan Paningset atau Sisetan kepada Calon Pengantin Wanita sebagai wujud tanggung jawab dan juga kesanggupan Calon Pengantin Pria untuk mencukupi kebutuhan calon istrinya. Seserahan Paningset itu berupa seperangkat alat ibadah, baju, peralatan mandi, kosmetik, tas, sepatu, dan perhiasan. Biasanya akan ditambahkan dengan pemberian aneka makanan tradisonal seperti Jadah, Wajik, dan Daun Sirih.
"Baik, Pak Sutjipta. Kami akan nantikan seserahan Paningset dari keluarga Sutjipta."
Seluruh tamu pun berpamitan untuk pulang. Begitu juga dengan Ambar yang turut pulang. Danu juga berpamitan dengan Sitha. "Aku pulang dulu ya, Sitha. Senin nanti mau aku jemput atau kita bertemu di pabrik saja?"
"Bertemu di pabrik saja," balas Sitha.
"Baiklah."
Keluarga Danu membawa beberapa mobil terlebih dahulu, sedangkan Danu menyetir mobil sendiri. Siapa saja di ujung jalan, Danu melihat Ambar yang berjalan kaki. Mobil Danu pun segera berhenti karena pikirnya itu adalah Ambar, sahabat Sitha.
"Loh, kamu kok jalan kaki, Mbar?"
"Iya, Mas. Aku pesen taxi online gak bisa deh. Aku mau jalan dulu ke arah jalan raya."
"Numpang aku aja yuk, aku anterin," tawar Danu.
"Eh, seriusan Mas?"
"Iya, serius."
Akhirnya Ambar masuk ke dalam mobil Danu. Di dalam mobil tampak Ambar merapikan juntai rambutnya, dress yang Ambar kenakan juga memiliki cutting hingga ke paha. Otomatis bagian paha Ambar terekspos, Danu tak sengaja melirik kaki hingga paha Ambar yang benar-benar putih mulus. Pria itu membuang muka, dadanya berdesir. Sahabat tunangannya ini memang cantik dan memiliki badan sintal, lebih berisi. Sedangkan Sitha terbilang kurus.
"Kenapa, Mas?" tanya Ambar merapikan bagian dressnya di paha.
"Gak apa-apa."
"Oh, kirain tadi, kamu liatin apa. Mungkin perasaanku aja."
Ambar tersenyum, dia sedikit melirik Danu yang tengah mengemudikan mobil. Walau bukan berasal dari kota, Ambar juga tahu bahwa kelemahan seorang pria ada di matanya. Beberapa bagian tubuh wanita bisa menjadi godaan tersendiri untuk seorang pria.
tetap semangat ✊
Gusti Allah tansah mberkahi 🍀🌸❤🌸🍀
disyukuri walaupun hanya ada selintas ingatan yang masih samar di benak Shita
Terlebih didalamnya banyak terdapat sentuhan wawasan Budaya Jawa yang tentunya akan memperkaya pengetahuan si pembaca.
Saestu...sae sanget 👍