Yoanda menikah dengan Bagas karena perjodohan kakek nya, tapi Yolanda sangat menyukai dan mencintai Bagas karena selain tampan tubuh Bagas ideal sehingga membuat Yolanda jatuh hati kepada Bagas, tapi Bagas sedikit pun tidak menyukai Yolanda karena postur tubuh yang subur dan tidak ideal.
Selama menikah dengan Yolanda Bagas tidak pernah menyentuh nya sama sekali, Bagas malah membenci Yolanda, hingga suatu saat Yolanda melihat Bagas dengan wanita cantik dan sangat mesra.
Setiap hari Bagas selalu menyakiti hati nya dan bahkan memfitnah dan mengusir nya dari rumah hingga hidup Yolanda terlunta-lunta karena aset yang pernah di berikan keluarga Bagas diambil nya.
Hingga suatu saat Yolanda berpikir akan merubah hidup nya dan akan melakukan balas dendam kepada Bagas.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon 💫✰✭𝕸𝖔𝖒𝖞𓅓 𝕹𝕷✰✭🌹, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Meluapkan Amarah
Aku menyeret Lea keluar cafe, tapi sebelum aku dan Lea keluar aku melirik ke arah mas Bagas yang sedang berdebat dengan wanita itu.
Aku tidak melepaskan bekapan walaupun Lea terus meronta ingin melepaskan tanganku sampai Lea masuk ke dalam mobil dan duduk dengan tenang.
"Mbak, kenapa mbak membekap aku? Biar wanita itu tahu kalau pria yang bersama nya itu adalah suami mbak." teriak Lea dengan wajah kesal nya.
Aku tidak memperdulikan ocehan Lea dan terus melajukan mobil meninggalkan cafe itu, aku terus melajukan nya tanpa arah hingga mobil aku mengarah ke sebuah pantai.
*
*
Di cafe terlihat wanita yang bernama Elena yang bersama Bagas menanyakan hubungan Bagas dengan pelukis lukisan tadi.
"Siapa sebenar nya dia mas? Jawab yang jujur." Elena menatap tajam ke arah Bagas.
"Dia Yolanda istriku." Elena sungguh kaget dan hampir tidak percaya dengan pengakuan Bagas.
"Ha, ha, ha, apa aku tidak salah dengar mas? dia itu bukan tipe kamu kan mas?" Elena tertawa mencemooh.
"Dengarkan aku sayang, aku di jodohkan oleh kakek untuk menikahi wanita jelek itu, dan aku tidak bisa menolak nya, karena kalau aku menolak nya maka semua pasilitas dan warisan tidak akan jatuh ke tangan ku dan aku akan kehilangan semua nya."
"Terus kalian sudah melakukan nya?" Elena tidak terima kalau Bagas sudah melakukan nya dengan wanita lain, karena dia menginginkan hanya dia lah wanita yang akan menikmati tubuh dan harta nya Bagas.
"Tidak, sedikit pun aku tidak menyentuh nya, aku jijik melihat nya, aku hanya mempertahankan apa yang seharusnya aku pertahankan."
"Sampai kapan? Sampai kapan kamu akan mempertahankan nya mas?"
"Sampai kakek tiada, baru akan aku usir dia dari rumah ku dan aku akan menceraikan nya." jawaban dari Bagas membuat hati Elena senang bukan main.
"Kalau menunggu kakek tiada kita ngga tahu kapan kakek mas pergi, bagaimana kalau kita melakukan nya terang-terangan agar dia pergi dengan sendiri nya."
"Maksud kamu?" Bagas belum paham dengan yang diucapkan Elena.
"Kita melakukan hubungan kita di depan dia, sampai dia menyerah dan memilih pergi dari kamu." ucap Elena sambil tersenyum smirk.
Bagas mencerna ucapan wanita yang selama ini menjadi kekasih gelap nya, Bagas tersenyum dengan ide dari Elena.
"Kamu memang pintar sayang, baiklah kalau begitu mulai hari ini kamu ikut ke rumah ku." Bagas mencium pipi Elena dengan mesra.
Elena merasa bahagia karena sebentar lagi Bagas dan hartanya akan dia miliki dan tidak akan ada penghalang lagi.
*
*
Aku keluar dari mobil dan langsung berlari ke pantai, aku berteriak dengan kencang meluapkan segala amarah dan sakit yang ada di hati.
Lea hanya menatap ku dari dalam mobil, Lea tahu apa yang sedang aku rasakan sekarang sehingga Lea tidak menahan aku.
"Berisik." ucap seorang pria yang lagi berjemur, aku kaget bukan main mendengar nya, aku melhat ke arah suara pria barusan.
"Kalau kamu ngga mau berisik pergi ke kuburan sana." ucap ku karena kesal.
"Kamu sumpahin aku mati." pria itu bangun dari berjemur nya, terlihat dada nya yang bidang, otot nya yang kuat, perawakan yang tinggi, wajahnya tampan sih, tapi aku tidak tertarik karena aku lagi kesal dengan nya, dia sudah menghentikan luapan emosiku.
Pria itu menghampiri ku membuat aku sedikit takut.
"Ngga, aku hanya asal bicara saja." jawab ku seenak nya.
"Kenapa kamu teriak-teriak? Kalau kamu kesal dengan seseorang, kamu balas dia dengan cara yang keji, jangan asal teriak kuping aku sakit." pria itu mengorek telinga nya dengan jari telunjuk.
"Memang nya ada larangan buat orang yang berteriak? Tidak kan?" aku kesal dengan pria itu lalu pergi meninggalkan nya.
Aku menggerutu sambil masuk ke dalam mobil, sedangkan pria nyebelin itu terus saja menatap ku.
"Kenapa mbak? Muka nya di tekuk begitu?" tanya Lea sambil menatap ku heran.
"Kamu lihat pria yang di sana yang sedang menatap kesini?" pandangan Lea mengikuti arah telunjuk aku, lalu Lea mengangguk.
"Dia itu pria nyebelin yang sudah membuat mood aku yang sudah membaik menjadi buruk kembali." Aku melajukan mobil dengan muka di tekuk.
"Tapi dia tampan lo mbak, sama suami mbak yang brengsek itu lebih tampan pria itu." Lea memuji pria yang telah membuat aku kesal.
"Mata mu kalau sama yang tampan ijo ya Le." aku kesal dengan Lea, bukan nya mendukungku malah memuji pria itu.
Aku terus melajukan mobil dengan kecepatan sedang, karena bertemu dengan mas Bagas di cafe tadi aku sampai lupa kalau aku dan Lea belum makan dari siang tadi.
"Mbak, ada ya bos yang membiarkan anak buah nya itu kelaparan, padahal dia itu kerja nya sudah bagus lo, menurut mbak bos yang seperti itu harus diapain?" Lea dengan santai bertanya kepadaku.
"Kalau ada bos yang seperti itu kamu pecat saja dia." tanpa sadar aku menyuruh Lea memecat aku jadi bos nya.
"Oh gitu ya, ya sudah kalau gitu mulai sekarang mbak aku pecat, mbak turun sekarang juga, sekarang mbak bukan bos aku lagi."
Mak jleb, perkataan yang di lontarkan Lea kena banget ke jantung, hati bahkan ginjal ku, ternyata yang dia bahas itu aku karena aku lupa belum ngajak dia untuk makan.
"Maaf Le, gara-gara aku emosi dan sakit hati mendengar perkataan mas Bagas, aku jadi lupa ngga ngajak kamu makan, ya sudah sekarang kita makan di restoran ternama." aku minta maaf dan melajukan mobil ku ke sebuah restoran ternama di kota itu.
"Kalau memang mbak emosi dan sakit hati, harus nya mbak banyakin makan, karena marah juga butuh tenaga." itulah Lea, dia itu orang nya kocak, dia kadang kesal dengan aku yang tidak berani marah dan membiarkan rasa cinta ku kepada mas Bagas tumbuh padahal mas Bagas sendiri membenci aku.
"Ya sudah ayo kita makan yang banyak, mbak akan membutuhkan tenaga pas pulang nanti." aku dan Lea masuk ke dalam restoran ternama itu dan duduk di kursi kosong.
"Kamu mau pesan apa Le?"
"Seperti biasa saja lah mbak."
Aku melihat ada seorang pria yang sedang berdiri sambil memegang sebuah nampan, aku memanggil nya karena memang aku mau pesan makan.
"Mas, kemari." aku melambaikan tangan kepada pria itu hingga pria itu menghampiriku.
Betapa kaget nya aku ketika melihat siapa yang ada di hadapan aku ini sekarang.
"Kamu."
"Kamu"
Teriak kita berdua bersamaan, Lea menatap kami berdua dengan bergantian.