Lea Miranda tak pernah menyangka, di usia pernikahannya yang Ke 12 tahun, ia mendapatkan ujian yang begitu berat. Yaitu, dikhianati oleh suami dan sahabatnya sendiri, Arya Dan Chelsea.
Awalnya, Lea memutuskan untuk bercerai dan merasa tak sudi melihat suami dan sahabatnya itu ketika mengetahui perselingkuhan mereka. Namun, ia berubah pikiran ketika teringat bagaimana ia dan Arya membangun rumah tangga, dan bagaimana mereka berjuang dari nol hingga mereka berada di titik yang sekarang.
Akhirnya, kini Lea memilih merebut suaminya kembali. Ia bertekad akan kembali membuat Arya bertekuk lutut di hadapannya dan menghempaskan Chelsea dari hidup mereka.
Bisakah Lea melakukan itu?
Bagaimana caranya ia merebut kembali suaminya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SkySal, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Oh, Ternyata?
Setelah menemui Arya, Lea menyempatkan diri menemui Chealse di meja kerjanya.
"Nggak makan siang, Cheal?" tanya Lea.
Chealse yang sedang sibuk dengan komputer di depannya langsung mendongak. "Aku udah makan," kata Chealse sembari menunjuk kotak makan di sisi mejanya.
"Oh, masih bawa bekal?" kekeh Lea sembari membuka kotak makan itu. "Masih banyak isinya."
"Iya, aku nggak selera makan akhir-akhir ini," ujar Chelsea. "Makanya aku masak sendiri makanan kesukaanku."
Lea mengambil sedikit gorengan di kotak makan Chealse dengan santai, kemudian memakannya. "Hem, seperti biasa. Ini selalu enak," kata Lea.
"Bawa aja semua, aku udah nggak mau makan," kekeh Chealse.
Tadinya, ia membawa makanan itu untuk diberikan pada Arya. Tapi istri sah Arya sekaligus sahabatnya ini justru datang membawa makan siang, membuat Chealse merasa kesal tapi ia harus menahannya. Bahkan, ia juga harus tersenyum lebar pada Lea seolah tidak apa-apa.
"Harus dipaksa makan, Cheal, nanti kamu sakit loh." Lea meletakkan kotak makan itu di depan Chealse. "Lagi pula ini jam makan siang, kerjakan nanti aja pekerjaanmu itu."
Chelsea hanya terkekeh dan mengangguk, ia pun memakan makanan itu, dan sekali lagi Lea mengambil gorengannya dengan santai.
"Aku pergi dulu, ya. Ayah mertuaku sakita, aku mau ke sana."
Lagi-lagi Chealse hanya mengangguk tanpa mengeluarkan suara, ia menatap Lea yang kini pergi dengan membawa kedua anaknya.
Ia menghela napas panjang, kemudian melempar kotak makan itu ke tempat sampah dengan kesal.
...🦋...
"Padahal Papa cuma demam, kenapa kamu harus repot-repot ke sini?"
"Aku nggak bisa tenang kalau nggak liat Papa secara langsung." Lea menarik selimut dan menyelimuti ayah mertuanya itu dengan benar.
Hari sudah malam, dan Lea tetap di rumah mertuanya karena menunggu Arya yang katanya akan menyusul.
"Tekanan darah Papa bagaimana?" tanya Lea kemudian, ia cemas ayah mertuanya itu sakit tekanan darahnya tinggi lagi.
"Normal, ini cuma demam biasa."
Pak Jaya, Ayah mertua Lea itu tersenyum mendapatkan perhatian dari menantu yang sudah ia anggap putrinya sendiri. "Oh iya, Arya di mana? Apa dia nggak akan ke sini?"
"Katanya mau nyusul, Pa, paling sebentar lagi datang."
Lea melirik jam dinding di kamar itu, sudah jam 9, pikir Lea. Seharusnya pekerjaan Arya sudah selesai jika memang pria itu tidak lembur.
"Lea, makan dulu, Nak!" Terdengar suara Ibu mertuanya memanggil dari luar.
"Makan gih!" seru Pak Arya. "Kamu makin kurus, Lea, pasti anak-anak menguras waktu dan tenagamu."
"Namanya anak-anak ya pasti menguras waktu dan tenaga, Pa," kekeh Lea. "Ya sudah, aku keluar dulu. Papa istirahat, ya."
Pak Jaya mengangguk, ia menatap Lea sambil tersenyum, merasa sangat beruntung putranya bisa menikahi wanita yang hebat seperti itu.
Lea memang sudah tidak punya orang tua lagi, ayahnya meninggal saat ia masih remaja. Sedangkan ibunya meninggal tiga tahun yang lalu, maka dari itu Lea kini mencurahkan seluruh perhatiannya pada ayah dan Ibu mertuanya, sebagai pengganti kedua orang tua kandungnya.
Di meja makan, lagi-lagi Darrel bertanya tentang ayahnya yang tak kunjung datang, dan bocah itu juga mengungkit kembali perubahan sikap sang Ayah selama ini.
"Sibuk, lembur, nggak ada waktu, banyak pekerjaan." Darrel menghela napas berat. "Ayah temanku juga Direktur, tapi masih bisa mengantar jemput dia hampir setiap hari. Katanya, pulangnya juga jam 7 atau jam 8."
"Biar nanti Nenek bicara sama ayahmu, Sayang," kata Bu Irma. "Biar dia bisa mengatur waktu untuk kalian."
"Nggak usah, Nek," tolak Darrel. "Mama sama Darrel sudah sering minta Papa sesekali nggak lembur, tapi katanya banyak pekerjaan penting."
Lea menatap wajah Darrel dengan sendu, putranya itu tampak sudah sangat kecewa pada sang Ayah yang mengingkari janjinya lagi dan lagi. Lea tak bersuara, ia tak lagi mencoba memberi pengertian pada Darrel bahwa sang Ayah sedang sibuk karena pada kenyataannya ia juga merasa Arya sudah sangat berubah.
Setelah selesai makan malam, Lea mengajak kedua anaknya pulang.
"Besok aku akan ke sini lagi, Ma," kata Lea sembari memeluk Ibu mertuanya itu.
"Boleh, tapi kalau kamu sibuk, nggak usah dipaksa. Apalagi kamu liat sendiri, Papa baik-baik aja."
Lea menghela napas berat, sebelum akhirnya mengangguk.
"Kalau begitu aku pulang dulu, Ma, Jihar juga udah ngantuk kayaknya."
"Hati-hati."
Ibu Irma menatap membantu dan cucunya itu yang kini masuk ke mobil, tak lupa ia melambaikan tangan pada mereka sambil tersenyum lebar.
"Kalian boleh tidur kalau udah ngantuk," kata Lea sembari melirik Jihan yang sejak tadi menguap. Anak-anaknya itu duduk di belakang.
"Iya, tidur di sini, Dek!" Darrel menepuk pahanya sembari sedikit bergeser agar Jihan bisa rebehah. Adiknya itu langsung merebahkan diri dengan meletakkan kepalanya di pangkuan sang Kakak, pemandangan itu membuat hati Lea menghangat.
"Di rumah nggak ada roti," gumam Lea yang teringat persediaan roti di rumahnya sudah habis. "Darrel, Mama mau mampir ke toko roti dulu, ya." Ia melirik Darrel yang kini bersender dan memejamkan mata. "Oh, sudah tidur juga rupanya."
Lea pun mengambil arah pulang yang berbeda karena toko roti yang masih buka di jam seperti ini hanya toko Crystal Bakery.
Saat sampai di toko roti itu, Lea hendak turun dari mobil tapi tiba-tiba pandangannya tertuju pada dua orang yang baru keluar dari toko tersebut.
"Mas Arya? chealsea?" Kening Lea berkerut dalam, dadanya terasa begitu sesak apalagi melihat suami dan wanita yang ia anggap sahabat itu bergandengan tangan dengan sangat mesra.
Tiba-tiba tubuh Lea panas dingin, kaki, lutut dan kedua tangannya gemetar.
Air mata Lea jatuh begitu saja saat melihat Arya berciuman dengan Chealse sebelum akhirnya mereka masuk ke dalam mobil.
Lea hampir terisak melihat pemandangan itu, tapi ia segera menutup mulutnya, tak ingin membuat kedua anaknya terganggu. Ia menoleh, dan air mata semakin deras melihat Jihat dan Darrel yang tidur dengan tenang.
Kedua anaknya itu selalu menagih waktu dan janji Arya, tapi ayah mereka selalu mengatakan sibuk bekerja. Dan sekarang Lea tahu kesibukan Arya yang sebenernya.
Lea langsung menunduk, menyembunyikan wajahnya di setir. Ia juga membekap mulutnya sendiri agar tak bersuara.
Namun, Darrel tiba-tiba membuka mata karena ia memang belum tidur sama sekali. Bocah itu juga melihat dengan jelas apa yang dilakukan sang Ayah dengan wanita yang mereka kenal sebagai teman Ibunya, wanita yang mereka panggil Tante Chill.
Darrel mengerti apa yang terjadi, tapi ia tak menangis, dan memilih berpura-pura kembali tertidur agar ibunya tidak tahu bahwa ia juga merasakan sakit yang luar biasa.