Demi menghindari bui, Haira memilih menikah dengan Mirza Asil Glora, pria yang sangat kejam.
Haira pikir itu jalan yang bisa memulihkan keadaan. Namun ia salah, bahkan menjadi istri dan tinggal di rumah Mirza bak neraka dan lebih menyakitkan daripada penjara yang ditakuti.
Haira harus menerima siksaan yang bertubi-tubi. Tak hanya fisik, jiwanya ikut terguncang dengan perlakuan Mirza.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nadziroh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pilihan dari Mirza
"Nona Haira, ada yang ingin bertemu dengan, Anda." Seorang polisi cantik membuka pintu sel.
Haira tersenyum lebar. Merapikan rambutnya yang berantakan. Banyak tanda tanya dengan gerangan yang ada di luar sana.
Siapa yang ingin bertemu denganku?
Itulah pertanyaan yang seketika membuat jantungnya berirama lebih cepat. Hatinya gelisah dengan kasus yang membelitnya saat ini. Ia berjalan pelan mengikuti polisi menuju ruang pertemuan. Meskipun dipenuhi keraguan, tetap saja yakin akan mendapat jalan keluar.
Langkahnya berhenti di belakang pintu.
"Silakan duduk!" titah polisi itu lalu keluar dan menutup pintu.
Haira menatap punggung pria yang sudah duduk di ruangan itu. Dilihat dari penampilannya yang memakai jas hitam, dia bukan orang sembarangan. Bahkan jam tangan mewah yang terlihat itu menandakan bahwa yang ingin menemuinya adalah orang terpandang.
"Tuan ingin bertemu dengan saya?" tanya Haira gugup. Ia hanya berdiri di samping meja dengan kedua tangan terpaut. Matanya mengarah pada beberapa map yang ada di depan pria itu. Wajahnya tidak terlalu asing. Akan tetapi, Haira lupa dengan sosoknya.
"Panggil saya Erkan," pintanya.
"Ba… baik, Tuan Erkan."
Haira masih dengan kegugupan nya lalu duduk di bangku kosong. Berhadapan langsung dengan pria itu.
Apa dia orang suruhan Tuan Mirza, tapi mau apa ke sini?
Haira menyembunyikan kedua tangannya di bawah meja. Seluruh tubuhnya dipenuhi dengan keringat dingin saat Erkan mulai membuka map nya.
"Tuan Mirza memberikan pilihan pada Anda, Nona." Menyerahkan dokumen itu beserta pulpen pada Haira yang masih menundukkan kepalanya.
"Apa ini?"
Haira hanya diam, tangannya semakin gemetar saat ia menangkap tulisan menikah.
"Silakan di baca! Jika Anda setuju, tanda tangan. Jika tidak, saya tidak memaksa." Erkan membuka yang satunya lagi hingga genap tiga map menjadi hidangan pertemuan mereka.
Haira menelan ludahnya dengan susah payah. Mulai membaca surat perjanjian yang mencangkup beberapa poin namun menjurus dengan satu tujuan.
"Tuan Mirza mau membebaskan saya?" tanya Haira dengan tersenyum. Ia belum membaca keseluruhan tulisan itu, namun dadanya sedikit lega setelah membaca pernyataan bahwa Mirza akan membebaskan dan mencabut tuntutannya.
"Tapi ada syaratnya." Erkan menunjuk satu map yang belum Haira baca.
"Apa?" tanya Haira polos, dia belum tahu jika orang di hadapannya itu sebelas dua belas dengan Tuannya, yaitu tidak menjawab pertanyaan sembarang orang, apalagi dirinya.
Haira membaca satu persatu syarat yang ditentukan Mirza lewat tulisan itu.
"Menikah? Saya harus menikah dengan Tuan Mirza?" Seketika Haira menutup map nya tanpa ingin melanjutkan. "Saya tidak mau," tolak Haira mentah-mentah.
Erkan menutup map nya kembali. Ucapan Haira seakan meremehkan keinginan Mirza, dan itu kesalahan yang sangat besar.
"Kalau begitu silahkan menikmati sisa hidup Anda di penjara. Ini adalah kesempatan pertama dan terakhir, dan saya harap Anda tidak menyesal sudah menolak permintaan Tuan Mirza."
Deg
Jantung Haira berdegup nyeri. Wajah tua sang nenek terlintas di depannya.
Jaga diri baik-baik, Ra. Kota itu sangat kejam. Kamu pergi dalam keadaan sehat, dan harus pulang dalam keadaan yang sama.
Bagaimana jika nenek tahu aku di penjara seumur hidup.
Sakit tak berdarah, untuk yang kesekian kali Haira memikul beban berat dalam hidupnya. Setelah kehilangan kedua orang tuanya dan menjadi tulang punggung, kini harus menghadapi beban yang lebih sulit daripada itu.
Suara dentuman sepatu dan lantai semakin menjauh. Haira menitihkan air mata. Hatinya berat untuk menerima, namun bibirnya harus mengucap, itu bukan sebuah pilihan, namun penekanan yang sadis.
"Baiklah, Tuan. Saya akan menerima syarat dari tuan Mirza," ucap Haira dengan bibir gemetar.
Erkan menghentikan langkahnya tanpa membalikkan tubuhnya.
"Anda yakin?" tanya Erkan tanpa menatap.
Setidaknya aku masih bisa bertemu nenek dan menghirup udara di luar. Nada masih membutuhkanku, dia harus sekolah yang tinggi.
"Yakin, Tuan," jawab Haira mengusap air matanya yang lolos membasahi pipi.
Erkan kembali dan menyodorkan pulpen. Tanpa membacanya kembali, Haira menanda tangani beberapa map itu. Ia memantapkan hatinya, meskipun belum tahu apa yang dihadapi, setidaknya lepas dari jeruji yang orang bilang sangat menakutkan.
"Anda sudah tanda tangan. Itu artinya Anda tidak bisa mundur dan sudah siap menjadi istri tuan Mirza dan menerima semua syarat darinya. Silahkan ikut saya!"
Erkan melangkah keluar. Diikuti Haira dari belakang.
Setibanya di parkiran, Erkan memanggil salah satu sopir utusan Mirza untuk mengantarkan Haira terlebih dulu. Ia merogoh ponsel di saku jas lalu meletakkan di telinganya.
"Semua sudah beres, Tuan. Haira menuju ke rumah Anda. Sekarang apa yang harus saya lakukan?" tanya Erkan menanti perintah selanjutnya.
"Siapkan pernikahan!" titah seseorang dari seberang sana.
Erkan menutup sambungannya lalu melajukan mobilnya.
"Silakan turun, Nona!" Supir yang mengantarkan Haira membuka pintu mobil untuk gadis itu.
Haira turun. Menatap sebuah bangunan yang ada di depannya.
Matanya hampir tak berkedip, takjub dengan bangunan itu. Bahkan tiga bulan tinggal di kota, ini pertama kalinya ia melihat rumah semewah itu.
"Ini rumah siapa, Pak?" tanya Haira, matanya masih menyusuri setiap sudut bangunan yang dipenuhi dengan ornamen yang megah dan elegan.
"Rumah tuan Mirza, silahkan masuk! Anda sudah ditunggu di dalam."
Ternyata ini rumah tuan Mirza.
Dua orang wanita cantik menghampiri Haira. Mereka tersenyum namun tampak tegas.
"Mari ikut kami!" sapa mereka dengan lembut.
Haira hanya mengikuti tanpa bersuara. Berhenti di ruangan depan. Tempat yang pertama kali Haira injak namun sudah membawa aura yang menakutkan.
Apa Tuan Mirza serius akan menikahiku? Tapi bagaimana bisa? Bukankah dia sangat membenciku. Apa maksud dari semua ini?
Hati Haira mulai tak tenang. Wajahnya menciut saat melihat sosok Mirza yang baru saja turun dari arah tangga.
Pria dengan bola mata biru dan hidung mancung itu menghentikan langkahnya di sudut tangga. menatap Haira dengan tatapan tajam.
Meskipun jarak jauh, Haira bisa melihat kebencian di mata pria itu untuk dirinya.
Semua sudah terpahat di otaknya. Setelah menjadi istri Mirza, ia harus melakukan kewajibannya kecuali tidur bersama.
Erkan datang, berjalan melewati tubuh layu Haira. Mendekati Mirza dan berbicara pelan, bahkan Haira pun tak bisa mendengarnya.
Tersenyum tipis yang tak bisa diartikan. Ruangan itu nampak mencekam saat Erkan kembali mendekatinya.
"Siapkan diri, Anda. Jangan sampai mengecewakan Tuan Mirza. Karena setelah menikah, Anda harus mematuhi semua perintahnya. Anda tidak berhak menolak atau membantah, ingat itu."
Ini benar-benar bukan mimpi, sebentar lagi aku akan menikah dengan orang yang tidak aku kenal. Demi nenek aku akan menjalaninya. Semoga pilihanku tepat dan bisa lepas dari masalah ini.
Masih mematung di tempat. Haira lagi-lagi melihat orang asing yang keluar dari arah ruangan yang berbeda. Gadis cantik dengan rambut sebahu serta memakai baju seksi itu mendekati Mirza.
𝚑𝚎𝚕𝚕𝚘 𝚐𝚊𝚗𝚝𝚎𝚗𝚐 𝚜𝚊𝚕𝚊𝚖 𝚔𝚗𝚕 𝚍𝚊𝚛𝚒 𝚊𝚞𝚗𝚝𝚢 𝚊𝚗𝚐𝚎𝚕𝚊 🤣🤣