NovelToon NovelToon
Bermimpi Di Waktu Senja

Bermimpi Di Waktu Senja

Status: sedang berlangsung
Genre:Slice of Life
Popularitas:26
Nilai: 5
Nama Author: Mbak Ainun

Penasaran dengan ceritanya yuk langsung aja kita baca

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mbak Ainun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 25: Peresmian di Tengah Badai

Langit di atas Jakarta tidak menunjukkan tanda-tanda persahabatan pagi itu. Gumpalan awan abu-abu yang berat menggantung rendah, seolah siap menumpahkan isinya kapan saja. Di Sektor 12-B, suasana sangat kontras. Warga bahu-membahu memasang bendera kecil berwarna-warni dan membersihkan sisa-sisa kabel yang hangus akibat sabotase Jaka beberapa hari lalu.

Aris duduk di sebuah kursi kayu di tengah aula utama yang masih berbau aroma bambu segar dan cat ramah lingkungan. Di pangkuannya terdapat sebuah daftar undangan sederhana. Tidak ada menteri, tidak ada konglomerat. Hanya ada perwakilan warga, jurnalis independen, dan beberapa aktivis yang selama ini setia mendampingi.

"Pak, dokter bilang Bapak harus tetap di tempat tidur," Maya memprotes sambil merapikan kerah kemeja Aris yang tampak mulai longgar karena tubuh pria itu yang kian menyusut.

"Maya, sebuah bangunan tidak akan pernah benar-benar selesai jika ia belum memiliki napas di dalamnya," jawab Aris pelan, suaranya kini harus dibantu oleh tabung oksigen kecil di sampingnya. "Hari ini, kita akan memberinya napas. Sebelum Sterling Global atau penyakitku ini mengambil kesempatan itu."

Tepat pukul dua siang, gerimis mulai turun. Namun, hal itu tidak menyurutkan langkah warga. Mereka berkumpul di aula, duduk lesehan di atas lantai kayu yang halus. Yudha berdiri di samping Aris, memegang mikrofon.

"Hari ini bukan hanya soal peresmian gedung," Yudha membuka acara dengan suara lantang yang mengalahkan deru hujan di luar. "Hari ini adalah pernyataan bahwa martabat tidak bisa dibeli, dan rumah bukan hanya soal beton, tapi soal siapa yang kita lindungi di dalamnya."

Saat tiba giliran Aris untuk bicara, seluruh ruangan mendadak hening. Aris berdiri dengan susah payah, menolak dibantu. Ia melepaskan masker oksigennya sejenak, menghirup udara yang penuh dengan aroma perjuangan.

"Sepuluh tahun lalu, saya membangun gedung-gedung yang mencoba menyentuh langit," Aris memulai, suaranya parau namun bergetar penuh emosi. "Tapi di sini, bersama kalian, saya membangun sesuatu yang mencoba menyentuh tanah. Rumah Senja ini bukan milik saya. Ini milik setiap pasang tangan yang pernah memegang cangkul di sini. Ini milik setiap ibu yang memasak untuk para tukang. Jangan biarkan siapa pun—termasuk saya—mengambilnya kembali dari kalian."

Tepat saat Aris hendak memotong tumpeng sebagai simbol peresmian, sebuah suara keras terdengar dari arah gerbang. Robert Sterling datang bersama sekelompok pria berseragam dinas tata kota yang baru. Mereka membawa surat perintah penyegelan darurat dengan alasan "kegagalan sistem kelistrikan" yang dilaporkan sebelumnya.

"Berhenti!" Robert berseru, suaranya tajam menembus hujan. "Gedung ini dinyatakan tidak layak huni dan berbahaya bagi publik. Kami memiliki instruksi untuk mengosongkan area ini segera."

Warga serentak berdiri, membentuk pagar manusia di depan Aris. Tidak ada teriakan, hanya tatapan mata yang dingin dan penuh tantangan.

"Mr. Sterling," Aris berjalan perlahan menuju ambang pintu, menghadap Robert di tengah hujan yang kian menderu. "Sistem kelistrikan sudah diperbaiki oleh orang yang Anda bayar untuk merusaknya. Jika Anda ingin menyegel tempat ini, Anda harus menjelaskan kepada kamera jurnalis di sana mengapa sebuah bangunan yang baru saja menyelamatkan ratusan orang dari banjir disebut berbahaya."

Maya dengan sigap mengarahkan kamera siaran langsung ke arah Robert. Di belakangnya, para jurnalis mulai menghujani Robert dengan pertanyaan tentang keterlibatan Sterling Global dalam sabotase sebelumnya.

Robert Sterling tampak tersudut. Wajahnya yang biasa tenang kini memerah karena malu dan marah. Ia menyadari bahwa di bawah sorotan lampu media dan solidaritas warga, surat perintah yang ia bawa hanyalah secarik kertas yang tak berdaya.

"Ini belum berakhir, Aris," desis Robert sebelum berbalik menuju mobilnya, meninggalkan lokasi di bawah sorakan warga.

Aris kembali ke dalam aula, tubuhnya bergetar hebat. Ia memotong puncak tumpeng dan menyerahkannya kepada Jaka—sebagai simbol pengampunan dan kepercayaan baru. Riuh tepuk tangan pecah, bercampur dengan suara hujan yang kini terasa seperti berkat.

Namun, tepat setelah acara selesai, Aris jatuh pingsan di pelukan Hendra. Di hari peresmiannya yang paling membahagiakan, sang arsitek harus kembali dilarikan ke rumah sakit. Ia telah memberikan seluruh sisa tenaganya untuk hari itu. Kini, Rumah Senja telah resmi berdiri secara hukum dan sosial, namun sang pembangunnya kini berada di ambang senja yang paling sunyi.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!