Fauzan Stevano adalah dokter spesialis yang jadi incaran para gadis. Dia muda, tampan dan tentunya mapan, karena selain sebagai dokter spesialis, dia juga merupawan pewaris dari rumah sakit tempatnya melakukan praktek. Keluarga Fauzan memiliki beberapa rumah sakit dan juga pabrik obat yang dilengkapi dengan ruang laboratorium.Fauzan selalu merasa kesal dan risih jika didekati para gadis yang ingin mendapatkan perhatiannya. Terlebih keluarganya selalu mendesaknya dengan masalah pernikahan
Hingga suatu hari dirumah sakitnya dia melihat gadis cantik yang familiar diingatannya, Cathleen Safaniya Gazelle. Gadis cantik berhati dingin yang suka bertindak seenaknya. Dia adalah pewaris dari perusahaan Gazelle yang merupakan keluarga terkaya ke 2 setelah keluarga Stevano.
"Kenapa dia keluar dari ruang psikolog? Apakah sesuatu terjadi setelah belasan tahun aku tidak bertemu dengan Cathleen?"
Bagaimana akhir dari rasa penasaran Fauzan? Apakah hatinya tergerak menaklukan Cathleen?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eli, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Makan malam yang memilukan
"Tante, apa yang sedang tante masak? Ada yang bisa aku bantu?" Cathleen dengan langkahnya yang pincang dan mengenakan tongkat berjalan ke dapur menghampiri bu Renita. Dia berniat ingin membantu bu Renita yang sedang memasak. Mungkin dia bisa membantu mencuci sayuran atau bahan makanan lainnya selain memotong bahan makanan.
"Benarkan kamu ingin membantu? Tante akan membuat udang saus tiram. Bisakah kamu membantu mengiris bawang bombaynya?" Renita bicara dengan senyum lembut di bibirnya namun Cathleen tersentak karena mendengar permintaan Renita
"Me-mengiris bawang?" Wajah Cathleen seketika menjadi pucat dan keringat mulai bercucuran dari dahinya. Tubuhnya kini gemetar padahal dia belum melihat pisaunya sama sekali
"Cathleen, apa kamu baik-baik saja nak? Kenapa wajahmu tiba-tiba jadi pucat seperti itu?" Bu Renita terlihat bingung dengan Cathleen yang tiba-tiba pucat dan lemas
"A-aku baik-baik saja tante. Tapi maaf aku tidak pernah mengiris bawang sebelumnya" Cathleen menjawab dengan senyum dan suara yang terbata-bata
"Jadi kamu pucat karena kamu tidak bisa memasak? Tidak perlu khawatir, tante akan mengajarimu caranya memasak" Renita tersenyum ceria hendak mengajari Cathleen memasak
"Bagaimana aku bisa mengatakan pada tante kalau aku tidak ingin belajar memasak? Aku takut" Batin Cathleen terasa bingung dengan apa yang harus dia katakan pada Renita
"Sini tante ajari caranya mengiris bawang!" Renita mendekati Cathleen dengan pisau dan bawang bombay di tangannya
Cathleen menjadi semakin panik. Wajahnya semakin pucat, keringat dingin semakin deras bercucuran dari wajahnya, tubuhnya pun bergetar hebat sampai dia tidak bisa berdiri dan langsung terduduk lemas di lantai. Kenangan itu kembali muncul, saat dimana orang tuanya dibunuh dengan menggunakan pisau dihadapannya
"Tidaaaaakkkk!!!!" Cathleen berteriak dengan kencang di sertai derai air mata diwajahnya. Teriakannya sampai terdengar keluar rumah
"Ada apa mah?" Pak Adlan yang berada di ruang televisi langsung berlari ke dapur mendengar suara teriakan. Fauzan yang baru saja tiba dan selesai memarkirkan mobil begitu terkejut mendengar suara teriakan dari dalam rumahnya
"Apa yang terjadi? Siapa yang berteriak? Apa itu mama?" Dia pun berlari kedalam rumah untuk melihat apa yang terjadi
"Mah, pah. Kalian dimana?!" Teriak Fauzan dengan panik, dia mencari kedua orang tuaya
"Kami di dapur!" Jawab sang ayah dengan berteriak. Fauzan pun langsung melangkahkan kakinya menuju dapur dengan sangat tergesa-gesa
"Mah, pah, apa yang terjadi? Aku mendengar suara teriakan saat diluar tadi" langkah kaki Fauzan terhenti ketika melihat orang tuanya sedang berjongkok dihadapan seorang gadis yang sedang menangis tersedu-sedu, mereka berusaha menenangkannya
"Siapa dia pah?" Fauzan pun mendekati mereka dan berdiri di hadapan gadis itu. Fauzan terkejut hingga membelalak ketika yang dia lihat di hadapannya adalan Cathleen
"Cathleen? Apa yang terjadi?!" Tanya Fauzan panik yang langsung ikut jongkok dihadapan Cathleen dan memegangi kedua pundaknya
Air mata mengalir deras dari matanya yang menatap kosong. Dia terus menutup kedua telinganya dengan tangan sambil menggelangkan kepala, tubuhnya juga gemetar ketakutan
"Tidak, tidak. kalian tidak boleh pergi seperti ini. Kalian tidak boleh meninggalkanku. Kenapa kalian meninggalkan aku sendiri?! Kenapa kalian tidak membawaku pergi saja?! Kenapa kalian membuatku menderita seperti ini?!" Cathleen terus berteriak histeris diseka isak tangisnya
"Cathleen? Sadarlah, ini aku, Fauzan. Lihat aku!" Cathleen sama sekali tidak menggubris Fauzan. Tatapannya ksoong, seakan dia terjebak di dunianya sendiri. Cathleen berdiri dan beranjak dari hadapan Fauzan dan orang tuanya dengan langkah kaki yang pincang. Dia bahkan tidak mengenakan tongkatnya dan seakan lupa dengan rasa sakit dikakinya
"Cathleen! Kamu mau kemana?!" Fauzan berteriak memanggil Cathleen namun tak di dengarnya. Dia terus melangkahkan kaki dengan tatapan kosong
"Fauzan, kamu mengenal Cathleen? Sebenarnya apa yang terjadi dengannya?!" Pak Adlan bertanya dengan panik
"Nanti aku ceritakan pah. Sekarang aku harus mengejarnya dulu! Cathleen!" Fauzan beranjak pergi dari hadapan orang tuanya dan mengejar Cathleen
"Tidak, kalian tidak boleh pergi. Kalian tidak boleh meninggalkan aku sendiri!" Cathleen terua bergumam sambil berjalan keluar rumah Fauzan
"Cathleen sadarlah! Lihat aku!" Fauzan berhasil mengejar Cathleen namun dia tidak bisa membuatnya sadar dari pikirannya sendiri. Cathleen sama sekali tidak menatap Fauzan. Tatapannya kosong, ikut terbawa kembaki memasuki masa lalunya
"Cathleen lihat aku!"
Plak!!
Fauzan menampar Cathleen dengan keras sampai dia memalingkan wajahnya untuk membuatnya sadar akan keberadaannya
Cathleen terdiam dan berhenti meracau
"Cathleen, lihat aku!" Nada suara Fauzan terdengar lembut memanggil Cathleen. Tamparan Fauzan berhasil membuat Cathleen menyadari keberadaannya
"Fauzan"
Suaranya terdengar parau dan lemah. Matanya menatap penuh kesedihan dengan linangan air mata di dalamnya. Fauzan pun ikut merasakan kepedihannya. Dia ikut menangis kemudian memeluk Cathleen erat. Cathleen kembali menangis tersedu-sedu dipelukan Fauzan, hingga dia kehilangan kesadarannya
"Cathleen! Cathleen!" Fauzan memanggil Cathleen yang tidak sadarkan diri. Kemudian menggendongnya dan membawanya kembali masuk ke dalam rumah
"Zan, kenapa dengannya?" Tanya pak Adlan panik. Terlihat kedua orang tua Fauzan sangat khawatir melihat Cathleen
"Sepertinya dia terlalu syok pah" Fauzan menjawab sambil berlalu membawa Cathleen ke kamarnya
"Apa perlu kita panggilkan dokter?" Tanya ayah Fauzan panik
"Pa, papa ini seorang dokter. Kenapa tidak periksa dia saja!" Ujar bu Renita dengan santainya
"Aku ini dokter bedah, sedangkan Fauzan dokter jantung dan mama sendiri seorang pebisnis. Bagaimana kita bisa memeriksa Cathleen?" Pak Adlan menjelaskan dengan sikap yang tenang
"Ah iya, benar juga ya" Bu Renita kembali bersikap tenang
"Tidak perlu khawatir. Dia tidak papa. Cathleen fobia pada pisau dan darah. Dia memiliki trauma yang berhubungan dengan kedua hal itu. Aku lihat tadi ada pisau di meja dapur. Mungkin karena itu Cathleen histeris"
Pak Adlan dan bu Renita menganggukkan kepala mengerti dengan apa yang dikatakan Fauzan
"Tapi, bagaimana kamu bisa mengenal Cathleen? Kami tidak tahu kalau kalian berteman" Ujar Pak Adlan bertanya dengan wajah heran pada sang anak
"Aku juga tidak tahu kalau papa dan mama mengenal Cathleen?" Fauzan pum berkata dengan sikap acuh tak acuhnya
"Papa bertemu dengannya saat di pesta keluarga Ardenta. Lalu kami bertemu lagi 2 hari yang lalu di rumah sakit" Ayah Fauzan menjelaskan dengan sikap tenangnya.
"Kamu sendiri bagaiman bisa mengenal dia?" Kini pak Adlan bertanya dengan tatapan heran
"Dulu kami teman sekolah saat SMP tapi dia pindah keluar negeri bersama orang tuanya ketika naik ke kelas 2. Aku bertemu dengannya lagi dirumah sakit saat mama mengatur pertemuanku dengan gadis bernama Anita" Fauzan menjelaskan dengan sangat tenang
"Tapi Zan, kenapa dia seperti ini? Apa dia sudah melalui hal yang sulit dalam hidupnya?" Snag Ibu terlihat penasaran dengan apa yang terjadi pada Cathleen
"Mungkin ini ada hubungannya dengan kematian kedua orang tuanya. Aku dengar mereka meninggal karena dibunuh tepat dihadapan matanya. Tapi aku tidak tahu bagaimana kejadian rincinya" Fauzan menjawab sambil menatap Cathleen yang sedang terbaring di tempat tidurnya
"Apa?! Mereka dibunuh di depan matanya?! Bagaimana itu bisa terjadi?!" Bu Renita terlihat tak percaya dengan raut wajah yang sedih
"Kasihan dia. Melihat sendiri kematian kedua orang tuanya dan harus tinggal dengan keluarga yang tidak sayang padanya sama sekali" Pak Adlan menggelengkan kepala berkali-kali dengan pelan sambil menatap Cathleen
"Apa maksud papa?" Fauzan terlihat terkejut mendengar ucapan sang ayah
"Papa melihat sendiri kalau keluarga Gazelle hendak mencelakainya. Meskipun mereka terlihat baik di depan semua orang, namun dibelakangnya, mereka seperti pemangsa yang siap memakan Cathleen kapan saja"
"Bagaimana gadis seperti dia bisa bertahan melalui itu semua?" Bu Renita perlahan menitikan air mata mendengar cerita tentang Cathleen
"Papa dan mama tenang saja. Karena mulai sekarang aku akan berusaha membahagiakan dia"