Alana Xaviera merasa seperti sosok yang terasing ketika pacarnya, Zergan Alexander, selalu terjebak dalam kesibukan pekerjaan.
Kecewa dan lapar akan perhatian, dia membuat keputusan nekad yang akan mengubah segalanya - menjadikan Zen Regantara, pria berusia tiga tahun lebih muda yang dia temui karena insiden tidak sengaja sebagai pacar cadangan.
"Jadi, statusku ini apa?" tanya Zen.
"Pacar cadangan." jawab Alana, tegas.
Awalnya semua berjalan normal, hingga ketika konflik antara hati dan pikiran Alana memuncak, dia harus membuat pilihan sulit.
📍Membaca novel ini mampu meningkatkan imun dan menggoyahkan iman 😁 bukan area bocil, bijak-bijaklah dalam membaca 🫣
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Red_Purple, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 20 : TCB
Selesai membasuh wajahnya di toilet, Zen memutuskan untuk kembali ke ruang rawat Kayla, memeriksa apakah Karina sudah kembali atau belum. Langkahnya tertahan di dekat ruang rawat saat melihat Karina keluar dengan seorang pria dari ruangan tersebut.
"Zergan... Kenapa dia bisa ada disini bersama dengan Karina?" batin Zen bertanya-tanya.
Awalnya Zen ingin pergi karena tidak ingin ikut campur dengan urusan keduanya. Namun saat mendengar Karina menyebutkan siapa Kayla bagi mereka, tubuh Zen membeku.
"Bahagia?" suara Karina seperti tercekat di tenggorokan. "Kayla itu anak kamu, Zergan. Anak kandung kita!"
Kebenaran itu seperti kilatan petir di tengah malam yang gelap, Zen hampir tidak bisa mempercayainya. Bagaimana mungkin Kayla adalah anak kandung Zergan? Pikiran Zen terbang ke wajah Alana. Dia membayangkan bagaimana jika Alana sampai mengetahui tentang kebenaran ini, Alana pasti akan sangat terpukul dan kecewa.
Suara perdebatan yang memanas akhirnya mereda, digantikan oleh keheningan. Tidak ada kata-kata lagi, tidak ada penyesalan yang terungkap, hanya keputusan yang tegas dimana Zergan akan tetap mengirim Karina dan Kayla pindah keluar negeri.
Zen yang berdiri di balik tembok hanya menatap pada kepergian Zergan, kemudian menoleh pada Karina yang sedang berdiri menunduk dengan bahunya yang sedikit berguncang. Dia menunggu, memberi waktu agar Karina merasa sedikit tenang, sebelum melangkah perlahan mendekatinya.
Karina cepat-cepat menghapus sisa-sisa air matanya dengan jari-jari tangannya saat menyadari kehadiran Zen disana. Memaksakan senyum yang tipis tanpa nyawa, sebagai topeng untuk menyembunyikan kesedihan yang masih mengganggunya.
"Aku barusan dari toilet buat cuci muka, jadi tidak melihat kamu datang," ucap Zen, berpura-pura tidak mengetahui atau mendengar apapun.
"Aku juga baru kembali kok," sahut Karina.
"Oya, aku harus pulang sekarang. Tidak apa-apa kan?" tanya Zen.
Karina mengangguk, sama sekali tidak keberatan. "Sebentar, aku ambilkan kunci mobil kamu dulu didalam."
Karina masuk ke ruang rawat putrinya dan keluar dengan membawa kunci mobil milik Zen yang dia pinjam sebelumnya.
"Terimakasih, Zen. Malam ini kamu sudah banyak membantuku." Karina tersenyum tulus.
"Besok siang saat jam istirahat kantor aku akan datang kemari untuk mengunjungi Kayla. Itu pun kalau kamu tidak keberatan." ujar Zen, dia ingin menggali lebih dalam tentang hubungan Zergan dan Karina.
"Tentu. Kayla pasti senang kalau melihat kamu datang besok," sambut Karina, sama sekali tidak keberatan.
Setelah mengobrol sebentar dengan Karina dan berpamitan, Zen masuk ke mobilnya yang terparkir di area parkir rumah sakit. Dia mengeluarkan ponselnya, membuka kontak Alana dan menatapnya lama. Tidak ingin mengganggu waktu istirahat Alana, akhirnya dia mengirimkan pesan singkat.
[Besok siang aku jemput. Mau?]
-
-
-
"Eh anak Mama yang cantik sudah bangun. Gimana tidurnya, nyenyak?" Amara menyapa dengan antusias begitu melihat putrinya datang ke meja makan, saat ini dia sedang menyiapkan makanan untuk makan siang.
"Lumayan," jawab Alana singkat, menarik kursi untuk dia duduki.
Hampir semalaman dia terjaga gara-gara memikirkan kejadian di restauran, dimana dia mendapatkan dua cincin dari dua pria sekaligus. Nyatanya, untuk membuat keputusan itu tak semudah yang dia pikirkan. Dia benar-benar memikirkannya semalaman, tapi tetap belum bisa memutuskan siapa yang akan dia pilih.
"Ma, hari ini aku mau keluar sama Cindy ya," ucap Alana. "Cindy ngajakin pergi shoping."
Amara yang baru keluar dari dapur pun menarik kursi dan duduk di hadapan putrinya. "Bukan untuk ketemu dengan Zen kan?" tanyanya dengan tatapan mengintimidasi.
Amara menghela napas panjang, "Alana, Zergan sudah berniat untuk membawa hubungan kalian ketahap yang lebih serius. Jadi Mama harap kamu tidak main-main lagi, usia kamu sudah cukup untuk menikah."
"Aku ngerti kok, Ma." sahut Alana. "Mama tidak usah khawatir, aku tidak akan ketemu sama Zen lagi."
Alana terpaksa harus berbohong. Setelah membaca pesan yang dikirimkan oleh Zen pagi tadi, dia langsung menelfon Cindy untuk meminta membantunya. Dia ingin keluar dari rumah tanpa membuat mamanya curiga jika sebenarnya dia memang ingin bertemu dengan Zen.
Tepat pukul setengah dua belas siang, Cindy datang kerumahnya. Beruntung mamanya langsung percaya saat Cindy bilang ingin mengajaknya pergi shoping seperti apa yang dia katakan sebelumnya pada mamanya. Amara hanya berpesan pada Cindy untuk menjaga Alana dengan baik dan memastikan Cindy untuk mengantar Alana pulang setelah mereka selesai berbelanja.
Sementara itu, Zen sedang menunggu kedatangan mereka. Dia sudah memarkirkan mobilnya disisi jalan area taman sejak dua puluh menit yang lalu. Sebenarnya Zen sudah menawarkan untuk menjemput Alana kerumah, tapi Alana langsung menolak dan memintanya untuk menunggu di tempat yang sudah ditentukan.
"Zen." Alana langsung berlari dan memeluk Zen begitu dia turun dari mobil. "Aku merindukanmu."
Zen tersenyum, membalas pelukan itu. "Aku juga, sangat merindukanmu."
Mereka saling mengurai pelukan. Mata Alana menjelajahi wajah Zen. "Mamaku sudah tahu tentang hubungan kita dan melarangku untuk bertemu denganmu lagi."
"Oya, kamu bilang ingin mengajakku pergi menemui seseorang. Siapa?" tanyanya kemudian.
"Seorang gadis." jawab Zen. Senyum diwajah Alana langsung memudar.
Dengan gerakan cepat, Alana langsung menarik tangannya dari genggaman Zen. Hatinya mendadak kesal saat Zen menyebutkan kata 'Gadis'.
"Jika mau bertemu dengan Jessica atau semacamnya, aku tidak mau. Aku mau pulang saja!"
Zen mengulum senyum, dengan menyebut kata gadis dia telah sukses membuat Alana cemburu. "Gadis yang ini sangat berbeda. Dia lebih cantik, lebih imut dan menggemaskan."
"Kalau begitu aku tidak mau ikut." Alana memutar tubuhnya, namun pergelangan tangannya segera diraih oleh Zen.
"Kamu harus ikut." suara Zen terdengar serius. Beralih menatap Cindy yang berdiri dengan jarak sekitar tiga meter disisi mobil.
"Cindy." panggilnya. "Aku bawa Alana dulu, nanti jam tiga kita ketemu disini lagi."
"Oke." angguk Cindy seraya mengangkat kedua jempol tangannya.
Tangan Zen menarik tangan Alana, membawanya melangkah menuju ke mobilnya yang terparkir di sudut taman. Alana hanya pasrah, dia tidak berkata apa-apa dan segera masuk ketika Zen membuka pintu mobil untuknya.
Zen menggulirkan tali pengaman dan mengikatnya dengan rapat di pinggang Alana begitu dia sudah menyusul masuk kedalam mobil. Getaran kecil merambat di tubuh Alana saat tangan Zen menyentuh bahunya sebentar.
"Supaya kamu aman," ucap Zen dengan suara yang lembut, tapi tegas.
Mesin mobil menyala dengan suara yang halus. Zen memutar kemudi, dan mobil mulai melaju perlahan, meninggalkan area taman dengan Cindy yang masih berdiri di samping mobilnya.
Alana nampak sedikit tegang, namun tangan Zen yang menggenggamnya membuatnya merasa sedikit lebih tenang. Setelah melewati gedung-gedung dan rumah-rumah, mobil yang mereka naiki memasuki area gedung putih yang tinggi.
Alana menoleh, menatap Zen yang baru saja selesai memarkirkan mobilnya di area parkir rumah sakit. Wajahnya terlihat bingung.
"Rumah sakit. Memangnya siapa yang dirawat disini?"
-
-
-
Bersambung....
mo komen di paragrap gak bisa,, lagi repisi katanya🤧🤧
gonjang-ganjing hubungan
selamat berpusing ria ya lana 😂
Kalo zergan, Dateng lagi Jan diterima ya rin.dia ngebuang kelean sebegitu enaknya
sory ini ya Alana Mungin agak jahat. tapi Karin cerita aja dech.
biar bisa dapet selotip yang baek