My Sexy Little Wife

“Aku maniak se*ks?” Adrian mengulang sindiran Naomi. “Apa kamu sedang memujiku?” 

“Aku tidak sedang memuji,” bantah Naomi. Ia menarik kedua kakinya yang masih dipangku Adrian, lalu menurunkannya ke lantai dan memasang sikap waspada. 

“Kalau begitu apa? Kamu bilang aku maniak se*ks, artinya kamu mengakui bahwa aku perkasa. Bukankah begitu?” 

Sepasang mata Naomi melotot mendengar kalimat narsis nan santai yang meluncur bebas dari mulut pria itu. Adrian menyeringai, sangat menyenangkan baginya melihat semburat merah di pipi Naomi. 

“Percaya diri sekali Anda, Tuan!” 

“Haruskah aku buktikan lagi? Bukankah kamu sudah merasakan sendiri bagaimana aku di ranjang? Atau ... apa perlu aku tambah durasinya?” 

Durasi? Apa yang dia bicarakan? 

Gemetar sudah tubuh Naomi karena ulah Adrian. Mendadak rasa panas terasa merambat ke seluruh tubuhnya, dan ia yakin kedua sisi pipinya sudah merah layaknya buah tomat.

Diakui oleh Naomi dalam hati, dua kali dilahap Adrian memang membuatnya kehabisan tenaga. 

“Aku tidak butuh tambahan durasi!” sambarnya.

Membuat Adrian menggeser posisi duduk hingga tiada jarak lagi di antara mereka. Ia melepas jas yang membalut tubuhnya dan melempar ke sembarang arah. 

“Wah, sepertinya kamu memang senang memujiku. Tidak tambah durasi saja kamu sudah sesenang ini, apa lagi kalau ditambah. Baiklah, aku akan bekerja sekuat tenaga!” 

Rasanya Naomi hampir gila berbicara dengan Adrian. Kedua tangannya menahan dada Adrian yang mulai menghimpitnya. “Jangan salah paham padaku, Tuan! Aku tidak pernah memujimu perkasa dan tidak butuh tenagamu.” 

“Sepertinya kamu memang sengaja menantangku! Ayo kita taruhan!” Adrian menggendong tubuh mungil Naomi ala bridal style, dan membawanya menuju ke kamar. 

Entah sadar atau tidak, Bruno ada di balik pilar, sedang menutup kedua matanya dengan telapak tangan.

“Ya ampun, aku pasti salah lihat. Aku masih di bawah umur, tidak pantas melihat adegan dewasa seperti ini.” 

Sementara Naomi mulai panik dan terus memberontak dengan mengayunkan kedua kakinya. Begitu tiba di pintu kamar, ia menarik gagang dan menahan ketika Adrian mendorong daun pintu dengan kakinya.  

“Hey, Tuan Adrian jelek, arogan dan pemaksa ... kamu tidak bisa seenaknya menjamahku! Kita bukan sepasang suami istri, jadi jangan sembarangan!” 

Andrian menatap Naomi yang masih dalam gendongannya. “Kamu benar-benar sudah tidak sabar, ya? Tenang saja, waktu kita masih banyak.” Ia menendang pintu hingga terbuka. Membuat Naomi semakin panik.

 Tanpa banyak berkata, Adrian menghempas tubuh Naomi ke ranjang. Wanita muda itu akan bangkit untuk melarikan diri, namun Adrian bergerak lebih cepat dengan menghimpit tubuhnya. 

Tangannya menyelinap di balik pakaian Naomi dan menjelajah sesukanya.

“Hey, Tuan maniak se*ks, tidak punya perasaan, kenapa tidak menikah saja? Dan kamu akan bebas melakukannya dengan istrimu.” 

“Jadi kamu sedang memaksaku untuk menikahimu, ya?” 

Kenapa dia pintar sekali bersilat lidah?

Naomi semakin geram rasanya. Jika punya sedikit keberanian, ia pasti sudah melayangkan tinju ke wajah Adrian.

“Bukan memaksamu! Aku hanya menyarankan!” 

Adrian mengelus rambut Naomi dengan lembut. “Baiklah! Karena kamu sudah memberi saran yang positif, jadi aku akan bermurah hati dan memenuhinya. Besok kita akan menikah.” 

Sudut bibir Adrian terangkat membentuk senyum penuh kepuasan. Bangkit dari tempat tidur membenarkan dasi dan kemeja yang berantakan karena ditarik oleh Naomi. Kemudian berjalan santai keluar kamar tanpa mengindahkan ekspresi kesal wanita itu.  

“Bruno, siapkan segalanya! Naomi menuntutku untuk segera menikahinya.” 

Memang siapa yang sudah tidak sabar dinikahi olehmu? Jangan memutarbalikkan fakta, Tuan! batin Naomi geram.

Sementara Bruno yang sejak tadi berada di ruang tengah membeku. Menatap Adrian yang sudah menghilang di balik pintu kamar mandi yang terdapat di ruang tengah. 

“Sepertinya aku butuh dokter. Tuan Adrian yang sudah gila, tapi kenapa aku yang harus minum obat?”  ujar Bruno dalam hati sambil menggaruk kepala.

.

.

.