Dara, seorang detektif yang menangani kasus pembunuhan berantai harus menelan kenyataan pahit. Pasalnya semua bukti dan saksi mengarah padanya. Padahal Dara tidak kenal sama sekali dengan korban maupun pelaku, begitu juga dengan anggota keluarga dan saksi-saksi yang lain.
Dalam keadaan yang terpojok dan tanpa bantuan dari siapapun, Dara harus berusaha membuktikan bahwa dirinya tidak terlibat dalam aksi pembunuhan keji tersebut.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pertiwi1208, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5
Beberapa hari kemudian.
Tampak Dara sedang frustasi sembari memainkan jari-jarinya di atas meja, sehingga menimbulkan irama di ruangannya yang sunyi, juga sembari mengerucutkan bibirnya dan melihat ke arah laptop. "Apa sudah ada perkembangan?" tanya Pak Tedy, selaku kepala tim detektif. Dara pun dengan cepat menggeleng pelan.
"Aku sudah mendapatkannya," ucap Dani yang tiba-tiba saja muncul sembari membawa berkas di tangannya. Pak Tedy melihat Dani dengan tatapan bertanya, sementara Dara hanya mengulurkan tangannya, bersiap menerima berkas dari Dani.
"Menemukan apa?" tanya Pak Tedy yang sudah tidak bisa lagi menahan rasa penasarannya.
"Kami sedang mencari tahu tempat kerja pak Krisna," jawab Dani.
"Lalu?" sahut Pak Tedy.
"Ternyata beliau memiliki pabrik pupuk," jawab Dani.
"Benar saja," ucap Dara tiba-tiba, setelah membaca berkas yang tadi diterimanya. Dani dan Pak Tedy pun segera melihat ke arah Dara.
"Lokasi penemuan mayat dekat dengan pabrik Pak Krisna," ucap Dara yang seketika menjawab rasa penasaran semua orang.
"Apa itu berarti...?" gumam Pak Tedy.
Dara segera beranjak dan memakai jaket yang tadi dia letakkan di sandaran kursi. "Ayo kita berangkat," ajak Dara pada Dani.
"Eh... kenapa tiba-tiba berangkat begitu saja?" sergah Pak Tedy.
"Bukankah kita memang harus segera bergegas," ucap Dara sembari terus berjalan keluar dari ruangan.
"Hais, anak itu. Selalu saja semaunya sendiri," gumam Pak Tedy dengan khawatir.
"Hei! Apa kalian sudah membawa perlengkapan?" teriak Pak Tedy yang hanya dijawab acungan jempol oleh Dani, sedangkan Dara tidak meresponnya sama sekali.
"Ayo, kita juga harus bergegas," ajak Pak Tedy pada Tara, yang merupakan salah satu anggota detektif juga. Tanpa banyak bertanya, Tara pun segera beranjak dan mengekor di belakang Pak Tedy.
***
"Permisi, kami dari kepolisian," ucap Dani seraya menunjukkan kartu identitasnya pada seorang satpam.
"Apa ada yang bisa saya bantu?" tanya satpam tersebut dengan ramah.
"Kami hanya ingin berkeliling saja di pabrik," jawab Dara yang saat ini tengah berdiri di belakang Dani.
"Kalau boleh tahu, ada kepentingan apa Pak?" tanya satpam.
Dara berjalan mendekat. "Kamu tahu kan bahwa baru-baru ini, anak Pak Krisna meninggal dengan mengenaskan?" bisik Dara.
Glek.
Seketika satpam tersebut menelan salivanya. "Kami hanya ingin melakukan observasi saja, kami tidak akan mengganggu aktivitas yang ada di pabrik," imbuh Dara.
"Baik, silahkan masuk," ucap satpam tersebut yang kemudian berjalan lebih dulu. Dara dan Dani pun segera mengekor di belakang satpam tersebut.
Cukup lama mereka berkeliling di dalam pabrik. Karena memang Pabrik tersebut merupakan pabrik pupuk, tentu saja semua karyawan menggunakan masker, termasuk satpam, Dara, dan Dani. Sehingga membuat mereka sedikit kesulitan melihat ekspresi para pekerja di dalam pabrik tersebut.
Braaaak.
Hingga ada suara yang begitu menyita perhatian. Tampak seorang pekerja laki-laki yang terlihat sangat gugup sekali saat bekerja. Namun Dara hanya melihat sejenak ke arah pria tersebut dan membungkukkan badan dengan ramah. Dara dan Dani melanjutkan lagi untuk berkeliling, sebelum Dara benar-benar meninggalkan ruangan tersebut untuk ke ruangan yang lain, dia menyempatkan melihat ke arah pria yang gugup tadi tanpa diketahui, yaitu dengan bersembunyi di balik tubuh kekar Dani.
Dara memperhatikan dengan seksama pria tersebut, terlihat tangannya gemetar dengan cukup lama dan juga dia berkeringat.
Ting.
Tepat saat Dara hendak melangkah ke arah pria tersebut, terdengar bunyi notifikasi pesan di ponselnya. Dara pun menghentikan langkahnya sejenak untuk mengecek. Ternyata Pak Tedy yang tengah mengiriminya pesan. "Apa ini?" gumam Dara yang suaranya masih bisa didengar oleh Dani.
"Ada apa?" bisik Dani dengan penasaran. Dara pun segera memutar video yang dikirimkan oleh Pak Tedy, Dani juga berada di sebelah Dara untuk melihat video tersebut.
"Jadi pelakunya sudah ditemukan?" gumam Dani. Ternyata Pak Tedy tengah mengirimi Dara sebuah rekaman, yang berasal dari dashboard mobil seseorang, yang terparkir tidak jauh dari tempat kejadian.
Prang.
Prang.
Entah kenapa, tiba-tiba saja pria yang tadi gemetaran berlari secepat kilat, hingga dia menabrak banyak benda yang ada di sekitarnya. Dara dan Dani pun segera mengejarnya tanpa aba-aba.
***
Cukup lama pengejaran mereka berdua berlangsung, hingga mereka keluar dari pabrik dan masuk ke ladang warga. Entah apa yang tengah di taman di ladang tersebut, yang pasti semua tanah hampir tertutup plastik setinggi orang dewasa, sehingga sedikit membuat Dara dan Dani kewalahan mencari pria tadi, karena dia memang tengah bersembunyi.
Begh.
Tepat saat Dara tengah mengendap dan mencari-cari pria tersebut, dari belakang tiba-tiba saja Dara diserang, lehernya ditarik menggunakan selang air, sehingga dia juga tidak sempat untuk berteriak dan memberikan petunjuk pada Dani, yang juga tengah mencari target, hanya saja mereka saat ini tengah berpencar.
Braaak.
Namun rupanya pria tersebut salah mengira, meskipun Dara adalah seorang wanita, tapi dia cukup tangguh juga dalam hal bela diri. Dara pun segera menggunakan sikunya untuk menyerang perut pelaku dan berhasil melemparkannya hingga menjatuhkan beberapa barang yang ada di sekitar. Sepertinya itu adalah barang-barang milik warga yang memang sengaja ditinggal di ladang. Dani yang mendengar hal tersebut segera berlari menuju sumber suara.
Dara tidak berhenti terlalu lama untuk mengatur nafas, melainkan dia segera memberikan serangan yang bertubi-tubi pada pria tersebut yang masih berusaha untuk bangkit, tapi pria itu pun juga tidak mau mengalah. Meskipun lawannya adalah seorang wanita, pria itu juga segera berdiri dan memberikan serangan balik.
Bagh.
Bugh.
Bagh.
Bugh.
Terjadi pergumulan yang sangat sengit antara pria tersebut dan juga Dara. Selain menyerang dan bertahan, Dara juga terus berusaha melepaskan masker pria itu, tapi juga selalu gagal.
"Apa kamu pikir ini suatu pertunjukan?" teriak Dara pada Dani yang baru saja sampai. Pasalnya Dani tidak segera membantu Dara meringkus pria tersebut, melainkan hanya menonton.
"Aku yakin kamu bisa," ucap Dani sembari menyilangkan kedua tangannya di depan dada. Dani terus melihat Dara bergumul dengan pria itu. Tersungkur, bangkit, dan menyerang, hal itulah yang terus mereka berdua lakukan.
Prang.
Namun tidak lama kemudian, Dani akhirnya turun tangan. Dia menimpuk kepala bagian belakang pria tersebut menggunakan perkakas warga yang ada di situ, karena Dani melihat pria itu yang saat ini memegang belati, sementara Dara masih tetap menggunakan tangan kosong. Entah dari mana pria tersebut mendapatkan belati itu, Dani tidak bisa mengingatnya, karena memang pergerakan mereka berdua yang sangat cepat.
Bagh.
Bugh.
Alhasil saat ini Dara dan Dani pun menyerangnya secara bersamaan.
Bruuuk.
Hingga akhirnya pria tersebut pun dapat dilumpuhkan. Dani segera mengeluarkan borgol dan memborgol tangan pria tersebut ke belakang.
"Seharusnya kamu tadi bertindak normal saja, kami pun tidak akan tahu karena kamu menggunakan masker," ucap Dara yang berdiri tepat di depan pria tersebut yang saat ini tengah tersungkur, sembari berkacak pinggang.
Setelah memastikan bahwa Dani memborgolnya dengan benar, Dara pun berjongkok, dia segera membuka masker pria tersebut dan juga mengeluarkan ponselnya. "Benar, pria ini yang kita cari," ucap Dara dengan nafas yang masih tersengal.
"Apa kamu tidak apa-apa?" tanya Pak Tedy yang baru saja tiba di lokasi. Rupanya saat Dara tidak membalas pesannya, beliau segera menyadap ponsel Dara dan barulah mendapatkan lokasi Dara berada.
"Aku baik-baik saja," jawab Dara yang wajahnya sudah benar-benar babak belur.
"Hais, bagaimana bisa dia bilang baik-baik saja," gerutu Pak Tedy, seakan wajahnya merasa bersalah.
"Tara, cepat bereskan," ucap Pak Tedy. Tara pun segera membawa tim yang lain untuk mengamankan pria yang sudah dilumpuhkan oleh Dara dan Dani. Sementara Pak Tedy segera membawa Dara ke mobil dan memberikannya pertolongan pertama.
"Terima kasih untuk kerjasamanya," ucap Dani pada satpam yang tadi mengantarnya berkeliling pabrik.
"Iya Pak, sama-sama," ucap satpam tersebut sembari membungkukkan badan dengan sopan.
"Tidak perlu berlebihan, aku baik-baik saja," ucap Dara pada Pak Tedy, yang masih terus mengoleskan salep pada luka-luka yang ada di wajahnya.
"Hais.. kenapa kamu terus saja bertindak sendiri?" Pak Tedy menggunakan nada tinggi.
"Tidak bisakah kamu hanya memantau saja dan menunggu semua tim datang?" geram Pak Tedy yang sudah sangat hafal sekali dengan perangai Dara. Dimana saat dia menemukan target, pasti akan dilumpuhkannya sendiri, bahkan Dara juga sangat jarang memperdulikan keselamatannya.
"Kamu juga! Kenapa malah kamu yang tidak terluka!" ucap Pak Tedy pada Dani, saat Dani baru saja bergabung. Pak Tedy melihat bahwa Dani tidak mendapati luka yang berarti.
"Dia memang hanya menonton sedari tadi," kesal Dara sembari memberikan lirikan yang tajam pada Dani. Dani hanya tersenyum saja, karena dia sudah tahu kalau Pak Tedy pasti akan mengomel.
"Nih." Tara juga bergabung dan segera memberi Dara dan Dani air mineral.
"Lihatlah lehermu," ucap Pak Tedy dengan khawatir, tatkala melihat leher Dara yang membekas merah melingkar.
"Sudahlah, aku baik-baik saja," ucap Dara setelah dia berhasil menghabiskan satu botol air mineral berukuran 330ml.
"Ayo kita kembali ke kantor," ucap Dara yang segera beranjak dan meninggalkan Pak Tedy begitu saja.
"HAI!" teriak Pak Tedy yang tidak dihiraukan lagi oleh Dara dan Dani. Mereka berdua terus berjalan ke arah mobil mereka yang terparkir.
"Dasar berandal! Apa nanti yang akan aku katakan pada orang tua dan kakakmu, jika mereka bertanya?" gerutu Pak Tedy sembari terus melihat punggung Dara dan Dani yang semakin menjauh. Sementara Tara hanya bisa menahan senyum, karena hal seperti itu memang sudah sangat sering terjadi.
Braaak.
Dengan kesal Pak Tedy segera masuk ke mobil, Tara pun juga demikian, dia segera menyusul Pak Tedy dan duduk di kursi pengemudi. Sementara tim lain yang membawa Pria tadi sudah pergi terlebih dahulu.