NovelToon NovelToon
Perfect Love Revenge

Perfect Love Revenge

Status: sedang berlangsung
Genre:Poligami / Mengubah Takdir
Popularitas:12.2k
Nilai: 5
Nama Author: Maple_Latte

Sinopsis

Rania, seorang gadis desa yang lembut, harus menanggung getirnya hidup ketika Karmin, suami dari tantenya, berulang kali mencoba merenggut kehormatannya. Belum selesai dari satu penderitaan, nasib kembali mempermainkannya. Karmin yang tenggelam dalam utang menjadikan Rania sebagai pelunasan, menyerahkannya kepada Albert, pemilik sebuah klub malam terkenal karena kelamnya.

Di tempat itu, Rania dipaksa menerima kenyataan pahit, ia dijadikan “barang dagangan” untuk memuaskan para pelanggan Albert. Diberi obat hingga tak sadarkan diri, Dania terbangun hanya untuk menemukan bahwa kesuciannya telah hilang di tangan seorang pria asing.

Dalam keputusasaan dan air mata yang terus mengalir, Rania memohon kepada pria itu, satu-satunya orang yang mungkin memberinya harapan, agar mau membawanya pergi dari neraka yang disebut klub malam tersebut.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maple_Latte, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab: 7

“Lagi apa kamu?”

Suara Airon yang tiba-tiba membuat Rania terlonjak. Ia sedang berdiri di tengah kamarnya, menghadap pendingin udara yang berembus pelan, merentangkan kausnya yang sedikit lembab.

“Sedang mengeringkan baju, Tuan,” jawab Rania, memegang pakaiannya di depan blower AC.

Airon mengernyit. Ekspresi kebingungan terpancar di wajahnya yang tampan.

“Tadi di kamar mandi baju saya sedikit basah, jadi saya keringkan, Tuan. Karena di sini tidak ada kipas angin, jadi saya pakai ini,” jelas Rania.

Airon terdiam. Seketika ia teringat. Rania memang tidak memiliki pakaian ganti. Kemarin, ia seharusnya membawa gadis itu berbelanja, tetapi amarah, diikuti oleh kegiatan intim yang mendominasi, telah menghapus rencana itu dari benaknya.

“Apa Tuan butuh sesuatu?” tanya Rania, cemas karena Airon hanya diam menatapnya.

“Tidak,” jawab Airon singkat, lalu berbalik dan pergi.

Rania menghela napas lega. Ia menyangka Airon akan marah lagi padanya karena keterbatasannya.

“Ini sudah kering,” gumam Rania, segera mengenakan kembali kaus lusuh itu. Penyesalan menyergapnya; ia seharusnya membawa barang-barangnya, meskipun diseret paksa oleh anak buah Albert.

Rania duduk di sisi kasur besar. Pikirannya melayang pada orang tuanya. Tanpa sadar, air mata mengalir. Rindu yang menyakitkan pada sosok yang telah lama pergi itu tak tertahankan. Jika mereka masih hidup, mereka pasti akan sangat marah melihat jalan hidup yang ia jalani sekarang, menjadi wanita simpanan, ditiduri tanpa ikatan, tanpa harga diri.

Kembali air mata membanjiri pipinya. Kesalahan apa yang ia lakukan di kehidupan lalu, sehingga takdir memperlakukannya seburuk ini? Hatinya kacau. Rania memejamkan mata, kepayahan, dan tanpa sadar terlelap dalam kesedihan.

Saat terbangun, Rania langsung turun. Perutnya terasa melilit karena lapar. Ia berharap ada sisa makanan di dapur. Namun, kulkas tetap kosong, dan roti pun telah habis.

Rania memutuskan untuk membuat kopi. Setidaknya, cairan pahit itu bisa menunda rasa laparnya. Ia meletakkan cangkir kopinya di meja ruang tengah, lalu berlari kecil menaiki tangga.

Tok! Tok! Tok!

“Tuan Airon…” panggil Rania.

“Ada apa?” Sahut Airon dari dalam kamarnya yang terkunci.

“Tuan, bolehkah saya menonton televisi?” tanya Rania, memunculkan kepalanya dari balik pintu. Airon berdiri menghadap jendela kamar yang besar, gelas Wine di tangannya.

“Tontonlah, saya tidak pernah melarang kamu,” kata Airon.

“Terima kasih, Tuan,” ucap Rania dengan senyum lebar, lalu berlari kembali ke bawah.

Rania mencoba menyalakan televisi berukuran besar itu, namun ia terlalu lugu untuk memahami teknologi rumit remote control di tangannya.

Ia kembali berlari menaiki tangga.

“Maaf, Tuan Airon,” kata Rania, memunculkan kepalanya lagi.

“Ada apa?” tanya Airon dingin.

“Saya tidak tahu cara menyalakan televisinya, Tuan,” akunya jujur.

Airon meletakkan gelas Wine-nya, dan berjalan keluar. “Ikut saya.”

Rania mengikuti Airon dari belakang, berlari-lari kecil mengejar langkah panjang Airon yang terburu.

“Perhatikan,” ucap Airon. Ia menekan beberapa tombol pada remote control.

Layar besar itu seketika menyala, menampilkan gambar yang jernih dan tajam, membuat mata Rania membulat takjub.

“Wah… Besar sekali gambarnya, Tuan,” ucap Rania, tanpa mengalihkan pandangannya dari layar.

“Kampungan. Seperti orang baru melihat televisi saja kamu,” ujar Airon, mengejeknya dengan dingin.

“Melihat televisi pernah, Tuan, tapi beda dengan yang ini. Di kampung, saya nonton di rumah tetangga, dan televisinya tidak sebesar ini,” kata Rania menjelaskan.

Airon hanya diam, menanggapi pengakuan polos Rania dengan kebisuan.

“Ini, ambil. Jangan ganggu saya lagi,” ucap Airon, menyodorkan remote di tangannya kepada Rania.

“Baik, Tuan, terima kasih,” kata Rania, tersenyum lebar. Ia kembali memaku pandangannya pada layar besar itu.

Rania kembali ke dapur. Ini adalah cangkir kopi ketiganya. Dua cangkir sebelumnya sudah ia tandaskan, namun rasa laparnya tak juga hilang. Yang terjadi, ia hanya bolak-balik ke toilet.

Meskipun sudah hampir pukul dua dini hari, mata Rania masih terpaku pada layar televisi. Tiga cangkir kopi yang ia minum benar-benar menghilangkan kantuknya.

Pagi harinya, saat terbangun, Airon menemukan Rania tertidur lelap di atas sofa panjang di ruang tengah. Ia mendekat, menatap wajah polos Rania yang tengah tidur.

“Apa dia begadang?” gumam Airon.

Tiba-tiba, Rania membuka matanya. Ia melihat sosok Airon yang berdiri menatapnya. Seketika panik, Rania melompat bangun. Gerakan mendadak itu membuatnya linglung, hampir jatuh.

Dengan sigap, Airon menahan tubuh Rania. Mata mereka bertaut sesaat dalam jarak yang sangat dekat, sebelum Rania cepat-cepat menyeimbangkan dirinya.

“Maaf, Tuan…” ucap Rania, memperbaiki posturnya.

“Tuan butuh sesuatu?” tanyanya takut-takut.

“Buatkan saya kopi. Tapi perbaiki dulu perasaanmu. Saya tidak mau kali ini kopi saya beracun,” ucap Airon, lalu pergi begitu saja.

Rania menahan napas lega. Ia takut Airon akan marah karena ia terlambat bangun. Penyebabnya? Tiga cangkir kopi yang ia minum untuk menekan rasa laparnya.

Setelah menenangkan diri, Rania bergegas ke dapur. Ia tidak lupa mengambil cangkir kopi yang ia gunakan semalam.

Ia membuat dua cangkir kopi, satu untuk Airon dan satu untuk dirinya. Kali ini, ia memastikan bahwa ia hanya memasukkan gula.

Setelah memastikan semuanya benar, Rania membawa cangkir kopi itu.

“Tuan…” panggil Rania. Airon tidak ada di ruang tengah.

Rania pun menaiki lantai dua, menuju kamar Airon.

“Tuan Airon…” panggil Rania di depan pintu kamar.

“Masuk,” ucap Airon dari dalam.

“Ini kopinya, Tuan,” kata Rania.

“Letakkan di sana,” suruh Airon.

“Saya pamit, Tuan,” ucap Rania, ingin cepat-cepat pergi sebelum sesuatu yang tidak ia inginkan terjadi.

“Mau ke mana kamu?” tanya Airon, membuat Rania menghentikan langkahnya.

“Mau turun ke bawah, Tuan,” sahut Rania, memutar badan menghadap Airon yang duduk di tepi kasur.

Airon berdiri, melangkah mendekati Rania. Seketika, Rania menutup matanya. Dalam hati, ia berdoa agar Airon tidak menyentuhnya lagi pagi itu.

Airon, melihat ketakutan yang jelas terpancar di wajah Rania, menyunggingkan senyum jahat. Ia kembali duduk ke tempat semula.

Merasakan langkah Airon menjauh, Rania menghela napas lega, lalu bergegas keluar.

Airon menatap punggung Rania yang menghilang. Jelas sekali ia melihat rasa takut gadis itu padanya. Kenangan kemarin kembali berkelebat di benaknya, melihat seorang wanita dengan laki-laki tua, pemandangan yang memuakkan dan membuat darahnya mendidih, yang akhirnya ia lampiaskan pada Rania.

Rania, si gadis malang, adalah pelampiasan sempurna atas kemarahan dan dark side Airon.

1
Bintang Nabila
bagus sih ini. kita kayak nonton drama, aku bisa bayangin adengannya. untuk author keren sih
Lingga Ganesa
mantappuuuuuu thorrrrrrr
Ririn Wati
Good novel thor
Syifa Nabila
Keren sih ini
Bestreetg
karya author is the best
Lela Alela
🥳🥳🥳🥳🥳🥳
Delisa
Bagus banget jalan ceritanya kak author
Delisa
Bagus banget jalan ceritanya kak author
partini
ya kalau dah merasa kamu sebagai asisten ya harus menjaga dong ,be smart don't be stupid lah Edgar
masa tangan kanan ga punya rencana 🤦🤦
Ariany Sudjana
apapun yang terjadi Rania, tetap percaya sama Airon, apalagi sudah ada calon pelakor hadir di kantor
Ariany Sudjana
puji Tuhan, hubungan Rania dan Airon sudah lebih baik dan mereka saling mencintai 😄
partini
ko sama Thor
Ariany Sudjana
ini gimana sih penulisnya, bab 21 dan 22, kok sama isinya? hanya sedikit beda di akhir
Ariany Sudjana
semoga Rania tetap sabar yah mendampingi Airon, apalagi sekarang pelakor murahan sudah muncul, pasti akan selalu meneror Riana
Ariany Sudjana
foto itu foto masa kecil Airon dan Rania yah?
partini
ini Casanova patah hati karena wanita weleh 😂😂😂😂
partini
apa Arion Suka lobang sana sini yah 🙄agak lupa TK kira dia frustasi Karnena di tinggal cewenya
partini
pawangnya di temukan kuntinya berdatangan 😂😂😂
Mayya
Best sih menurut aku
Delila
Good banget ceritanya Thor.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!