Ini kisah tentang sepasang saudara kembar yang terpisah dari keluarga kandung mereka, karena suatu kejadian yang tak diinginkan.
Sepasang saudara kembar yang terpaksa tinggal di Panti Asuhan dari usia mereka dua tahun. Akan tetapi, setelah menginjak usia remaja, mereka memutuskan untuk keluar dari Panti dan tinggal di kontrakan kecil. Tak lupa pula sambil berusaha mencari pekerjaan apa saja yang bisa mereka kerjakan.
Tapi tak berselang lama, nasib baik mereka dapatkan. Karena kejadian tanpa sengaja mereka menolong seseorang membuat hidup mereka bisa berubah 180 derajat dari sebelumnya.
Siapa yang menolong mereka? Dan di mana keluarga kandung mereka berada?
Apa keluarga kandung mereka tidak mencari mereka selama ini?
Ayo, ikuti kehidupan si kembar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon penpurple_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SCARY
“Kalo dikasih izin sama mereka, gimana hayo?” Gerry tersenyum menaik-turunkan alisnya.
“Ya ayo aja, Bang. Asalkan tanpa kawalan om om jas item, horor itu,” sahut Nanda mengiyakan.
Ketiganya saat ini malah asik berbincang di pinggir lapangan tanpa memperdulikan sekitar yang jadi memperhatikan mereka. Bahkan pertandingan basket mereka tadi dipending.
Di lapangan Tama terlihat mencak-mencak kesal. “EZ—” Baru saja dia akan berteriak memanggil si kembar, tapi urung karena teguran dari Nata.
“Heh, nggak boleh gitu, biarin dulu, mereka tamu.”
Ekspresi Tama jadi merengut sebal, mengkerutkan dahi, matanya memicing dengan bibir yang manyun ke depan.
“Ih, jeyeknya, kayak bayi,” ejek Nata jadi memainkan kedua pipi Tama. Tambah seballah Tama dibuatnya. Tak mau kalah, dia juga ikut memainkan pipi gadis itu dan jadilah mereka saling memainkan pipi.
“Lah, kembar versi kuliahan ini kenapa?” Marselio heran melihatnya, tapi juga sedikit terhibur melihat Nata dan Tama masih asik saling cubit-cibutan itu.
“Nata,” panggil Naldo dengan nada pelan, memperingati agar mereka berdua berhenti dan terbukti keduanya langsung berhenti sembari cengengesan kaku menatap Naldo.
***
“Bunda, kalo Eza sama Ezo izin main ke Mansion mommy Rose, boleh?” tanya Nanda pelan dengan sedikit menunduk, tak mau melihat respon para wanita di depannya sekarang. Di sebelah kanannya ada Nando dan di sebelah kirinya ada Gerry, yang lainnya masih berada di lapangan.
Mendengar izin itu, Rose dengan cepat menoleh ke arah Gerry. Ditatap begitu, Gerry jadi gelagapan. “Bukan Gerry yang ajak mommy, Gerry cuma nanya-nanya aja tadi,” ujarnya.
Arizka menghela nafas panjang, perasaan posesif tak ingin mengizinkan itu terlintas di pikirannya, tapi juga dia tidak boleh egois.
“Mau hari ini banget, sayang?” jedanya dan si kembar mengangguk. “Nggak mau minggu depan aja? ... Kalo minggu depan boleh sekalian menginap di sana sehari. Tapi kalau mau hari ini, bunda nggak bisa izinin menginap karena malam ini kita udah janji sekeluarga mau makan malam bersama di luar.” Penjelasan Arizka ini membuat si kembar kembali teringat pembicaraan mereka semalam di ruang keluarga yang merencanakan makan malam bersama di luar. Sedikit acara untuk mempererat kekeluargaan dan persaudaraan mereka. Sudah lama juga mereka tidak makan bersama di luar dengan personil yang lengkap. Ini juga agar mereka lebih dekat dan paham dengan kepribadian twins.
Si kembar juga mau tak mau harus ikut, ini acara untuk mereka juga. Pun juga mereka penasaran dengan wajah anak sulung dari Reya dan Bian yang katanya juga akan ikut dan pulang setelah kesibukannya.
Nanda menatap Gerry dengan ekspresi tak enak, Gerry mengangguk dengan senyuman sembari bergumam, “nggakpapa, twins. Minggu depan aja, ya, menginap.”
“Sowly, abang,” gumam Nanda pelan. Gerry mengelus rambut Nanda.
***
“Kak Rey, sepertinya mereka berkunjung karena ingin mengajak Eza dan Ezo ke Mansion mereka,” ujar Reno dengan sesekali melirik ke arah si kembar di ujung sana. Aditya yang saat ini memegang stik golf dengan posisi siap untuk memasukkan bola berdehem singkat. “Selagi keluarga itu baik sudah mau menolong anak-anakku di masa sulit mereka dulu, tidak apa, Reno.”
“Eh, Kak. Tapi, kan, malam ini kita ada janji makan malam,” lanjut Bian. “Kita turuti saja keputusan twins akan memilih yang mana.”
Kini mereka bermain golf bukan yang bebas sekali. Mata mereka juga terkadang meliar memperhatikan sekitar dan anggota keluarga lainnya. Mana bisa kalau hanya fokus pada kegiatan mereka saja, sudah dipastikan fokus mereka juga terbagi pada yang lainnya.
Mereka takut kalau saja bahaya itu akan mengintai salah satu dari mereka, lagi.
***
— t b c —