Saat gerbang Nether kembali terbuka, Kate Velnaria seorang Ksatria Cahaya terkuat Overworld, kehilangan segalanya. Kekuatan Arcanenya hancur di tangan Damian, pangeran dari kegelapan. Ia kembali dalam keadaan hidup-hidup, tetapi dunia yang dulu dikenalnya perlahan berubah menjadi asing. Arcane-nya menghilang, dan dalam bayang-bayang malam Damian selalu muncul. Bukan untuk membunuh, tetapi untuk memilikinya.
Ada sesuatu dalam diri Kate yang membangkitkan obsesi sang pangeran, sebuah rahasia yang bahkan dirinya sendiri tidak memahaminya. Di antara dunia yang retak, peperangan yang mengintai, dan bisikan kekuatan asing di dalam dirinya, Kate mulai mempertanyakan siapa dirinya sesungguhnya dan mengapa hatinya bergetar setiap kali Damian mendekat.
Masa lalu yang terkubur mulai menyeruak, membawa aroma darah, cinta, dan pengkhianatan. Saat kebenaran terungkap, Kate harus memilih antara melawan takdir yang membelenggunya atau menyerahkan dirinya pada kegelapan yang memanggil dengan manis.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aria Monteza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20. Ritual pembuka gerbang
Langkah kaki mereka menghantam dedaunan kering dan akar-akar tua yang mencuat dari tanah, pepohonan semakin rapat. Kabut menggantung lebih tebal seiring waktu, menyatu dengan hawa dingin yang menusuk meski matahari masih bersinar di atas kepala. Namun sinar itu tampak semakin meredup seperti enggan menembus hutan yang menua.
Orion memimpin di depan, matanya fokus pada celah-celah pohon dan suara-suara samar yang mungkin berasal dari Kate. Tubuhnya penuh luka goresan akibat ranting dan semak berduri, tetapi ia tak melambat sedikit pun. Di belakangnya, Danzzle terus menyalakan mantra pelacak, meski energi sihir di sekitar mereka terlalu kacau.
“Apa kau masih bisa merasakannya, Danzzle?” tanya Orion cepat.
Danzzle mengangguk sambil mengatur napas. “Sedikit lagi. Tapi ada sesuatu yang mengaburkan jejaknya. Ini bukan sihir biasa.”
Jasper menyibak semak berduri dengan pedangnya. “Kita semakin jauh dari desa. Rasanya seperti berjalan ke dimensi lain.”
Mereka mulai menyadari sesuatu, hutan ini hidup. Setiap langkah mereka seolah membuat pohon-pohon berbisik. Suara samar seperti tangisan anak-anak terdengar dari kejauhan, membuat bulu kuduk mereka berdiri. Lyra yang biasanya lantang, kini hanya berjalan dalam diam. Pandangannya gelisah, namun ia tetap bersama yang lain.
Perjalanan itu memakan waktu berjam-jam. Hingga akhirnya saat kabut mulai menipis, mereka melihat reruntuhan kuil yang nyaris tertelan oleh alam. Pilar-pilar batu tua berdiri miring, penuh dengan lumut dan akar-akar tebal. Di antara semak dan rumput tinggi, tampak bangunan utama yang setengah runtuh.
“Di sana,” ujar Danzzle, menunjuk bagian tengah kuil.
Orion berlari lebih dulu, dan begitu mereka tiba di halaman utama mereka langsung terdiam.
Kate terbaring di atas sebuah altar batu. Tubuhnya tak bergerak, wajahnya pucat, dan di sekeliling altar, simbol-simbol sihir menyala merah menyala di atas tanah berpola lingkaran yang menakutkan.
Di hadapannya, berdiri seorang pria tua. Rambutnya panjang, putih, dan kusut seperti belum pernah disisir. Jubahnya robek dan terlumuri tanah, dan matanya gelap sepenuhnya, seperti lubang tak berdasar.
Ia mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi, sementara mantra mengalir dari mulutnya seperti racun.
“Kembalilah wahai jiwa agung, terobos dinding Nether... bangkitlah dengan tubuh baru... persembahan ritual telah datang...”
Danzzle memekik. “Kita harus menghentikannya sekarang! Kalau mantranya selesai, dia akan menjadikan Kate penghubung antara dunia roh dan dunia nyata dan itu bisa menghancurkan Overworld!”
Orion mencabut pedangnya. “Jasper, Danzzle, putar dari sisi kanan. Lyra, bersamaku dari kiri. Kita serang bersamaan.”
Namun sebelum mereka bergerak. Langit meredup seolah tersedot oleh kekuatan tak kasat mata.
Gerhana.
Matahari yang sebelumnya cerah perlahan tertutup bulan, dan sinar terakhir yang menyentuh altar lenyap begitu saja. Suhu udara langsung turun drastis. Gelombang energi meledak dari lingkaran sihir, melemparkan mereka mundur.
Orion menghantam pilar batu, darah mengalir dari pelipisnya. Danzzle jatuh terguling, mantra pelacak di tangannya padam. Jasper nyaris tertimpa reruntuhan, sementara Lyra menggigit bibirnya, panik.
Pria tua itu mulai tertawa kecil. “Kalian datang terlalu cepat, tapi tidak cukup cepat untuk menghentikan ritual.”
Sementara itu, tubuh Kate mulai bersinar. Namun bukan cahaya putih dari Arcane Cahaya melainkan merah gelap, bercampur hitam, seperti api Chaos yang kacau.
Orion memaksakan diri bangkit. “KAATE!! LAWAN DIA!! KAU HARUS MELAWAN!!”
Tubuh Kate menggeliat pelan dengan mata masih tertutup. Simbol di sekeliling altar mulai merambat ke tanah di sekitar mereka, seperti akar api yang hendak melahap kuil.
Danzzle menggertakkan giginya. “Jika dia berhasil memanggil entitas dari Nether melalui Kate, maka dunia kita bisa runtuh!”
Mereka harus bertindak cepat, meski sihir gelap di sekitar altar terlalu kuat. Namun ledakan energi Chaos memancar dari lingkaran ritual. Api merah gelap membentuk dinding tak kasat mata yang membuat siapa pun yang mencoba mendekat langsung terpental mundur. Kate masih terbaring di atas altar batu, tubuhnya menggeliat pelan, matanya setengah terbuka dengan kilatan merah yang bukan berasal dari dirinya.
Orion menggertakkan giginya. Pedangnya sudah di tangan, tetapi ia belum tahu apa yang harus dilakukan. Detik berikutnya, pria tua di tengah ritual membuka kedua tangannya lebar-lebar dan tertawa dengan suara parau.
“Jika kalian ingin menyelamatkannya, silakan. Tapi bisakah kalian mengalahkan mereka?”
Sedetik kemudian bayangan hitam melonjak dari tanah di sekeliling altar. Mereka mengeras, berubah bentuk dan perlahan menyerupai Kate. Puluhan Mimic of Innocence muncul, masing-masing dengan wajah yang sama persis seperti Kate, mengenakan pakaian yang sama, bahkan luka samar di pipi Kate pun mereka tiru dengan akurat. Mereka mengangkat wajah yang polos, matanya berkaca-kaca. Namun dari setiap tubuh mereka, aura mengerikan menyelimuti.
“Orion... tolong aku... Aku takut...” suara para mimic bergema seperti nyanyian sedih di udara.
Jasper menarik napas dalam-dalam, menyiapkan tombaknya. “Ini tidak masuk akal.”
Danzzle mengerutkan kening. Ia mencoba menggunakan sihir pendeteksi, sayangnya setiap Mimic itu memancarkan jejak energi yang identik dengan Kate. Seolah mereka benar-benar duplikat sempurna, bukan hanya peniru.
Pria tua itu melangkah maju dari bayangannya. “Satu luka pada mereka adalah satu luka pada gadis itu. Maukah kalian mengambil risiko?” ucapnya sambil terkekeh.
Keraguan langsung mengunci langkah mereka. Bagaimana jika benar? Bagaimana jika setiap tebasan akan langsung melukai Kate yang asli?
Sementara mereka terpaku para Mimic mulai menyerang. Orion mengelak, menghindari serangan seorang Mimic yang mengayunkan tangan seperti cakar. Ia bahkan sempat terhenti ketika melihat mata Mimic itu menatapnya seperti Kate saat ketakutan.
“Orion... kenapa kamu diam saja?” ucap Mimic itu, dengan suara Kate. “Kau tidak mengenaliku?”
Orion menahan napas, tangan kanannya bergetar di gagang pedang. Ia tidak bisa, tidak sanggup menebaskan pedangnya ke arah Mimic itu.
Danzzle mundur beberapa langkah, tangannya gemetar. “Aku tak bisa menghancurkan sihir pria tua itu, Orion! Ini jebakan tingkat tinggi. Kita harus bertahan sampai ritual berhenti sendiri!”
Lyra melangkah maju, wajahnya keras. Matanya tak menunjukkan keraguan sedikit pun. “Aku tidak peduli dengan ancaman murahan itu.”
Dalam satu gerakan cepat, ia menebas satu Mimic yang menyerangnya dari samping. Darah hitam memercik, tubuh Mimic itu hancur menjadi kabut gelap. Tidak ada reaksi dari Kate di altar.
Orion berteriak, “LYRA! HENTIKAN! Kau bisa…”
“Tidak. Aku tidak akan diam hanya karena takut menyakiti seseorang yang bahkan kita tidak tahu ucapan pria tua itu benar atau tidak.” ucap Lyra sinis. “Kalau kita terus ragu, kita semua mati.”
Ia terus menyerang Mimic lain dengan amarah terselubung. Tatapan Lyra jelas bukan hanya kepada Mimic, tapi pada bayangan Kate itu sendiri.
Sementara itu Mimic lain mulai menyerang balik, kali ini lebih agresif. Jasper dan Danzzle harus memutar ke sisi luar altar untuk menghindari sergapan. Mereka tak punya pilihan selain bertahan tanpa menyerang.
Orion terdesak. Dua Mimic menyerangnya dari kanan dan kiri, keduanya berkata, “Orion, aku mohon... kau percaya padaku, kan?”
Hatinya seperti ditarik ke dua arah. Di tengah kekacauan, ia menangkap gerakan di langit. Sesuatu yang berkelebat melintas di atas mereka. Sebuah bayangan hitam, besar dan tak berbentuk jelas, terjun dari langit dan melesat masuk ke dalam tubuh Kate di altar.
“TIDAK!!” Orion berteriak, mencoba berlari ke altar.
Pada saat yang sama, ia melihat sesuatu yang aneh. Cincin di jari Kate, cincin berwarna hitam kemerahan itu bersinar merah terang. Cahaya itu menyala seolah merespon kehadiran makhluk yang baru saja merasukinya.
Orion seketika membeku. “Itu... itu bukan cincin biasa. Itu segel sihir! Ada makhluk yang tertanam di dalamnya!”
Cahaya dari cincin itu menyebar ke seluruh tubuh Kate. Ritual terguncang, lingkaran sihir mulai retak. Para Mimic menjerit kesakitan dan satu per satu melarikan diri ke tengah gelapnya hutan.
Orion berhasil menerobos ke tengah lingkaran, meski tubuhnya berlumuran luka dan sihir yang menyerangnya dari segala arah. Ia sampai di sisi Kate dan saat menyentuh tangan gadis itu, ia merasakan sebuah denyut kekuatan yang begitu asing sekaligus terasa familiar. Chaos bercampur dengan Arcane dan suara lirih terdengar di telinganya.
“Orion... tolong aku... Jangan biarkan dia mengambilku...”
Orion menatap wajah Kate yang kini berkeringat dan pucat, tapi matanya meneteskan air mata. Sebelum ia bisa melakukan apa pun, pria tua itu menghentakkan tongkatnya. Ritual yang nyaris gagal mendadak berubah.
Lingkaran sihir menyala lebih terang, akar-akar hitam mencuat dari tanah dan langit terguncang oleh petir merah. Orion terhempas ke belakang, darah mengalir dari pelipisnya, tetapi genggaman tangannya pada pedang tetap erat. Di hadapannya, penyihir tua itu berdiri dengan senyum miring, tubuhnya diselimuti cahaya hitam dari ritual yang semakin menggila. Di langit, gerhana matahari telah menutupi cahaya terakhir dan udara di sekeliling terasa dingin dan tak bernyawa.
“Sudah terlambat,” desis penyihir itu, matanya merah menyala. “Gerbang akan terbuka dan gadis itu akan menjadi pengorbanan terakhir!”
Orion meraung, bangkit, dan kembali menyerang, meskipun kekuatannya mulai menipis. Pedangnya bersinar terang dengan arcane cahaya, bersilangan dengan aura kegelapan si penyihir. Sementara itu di altar batu, tubuh Kate tetap tergolek tak sadarkan diri, cincin di jari manisnya terus berdenyut memancarkan cahaya merah darah.
***
Alam Lain, di antara dunia yang gelap dan membeku. Kate berdiri terbelenggu dalam ruang tanpa bentuk. Rantai hitam mencengkeram pergelangan tangan dan kakinya, mencuat dari tanah yang tidak ada, melilit tubuhnya seperti labirin. Di sekelilingnya, udara seperti dihimpit oleh suara bisikan, jeritan, dan isakan anak-anak.
Ia mencoba menarik rantai dengan sekuat tenaga. Napasnya berat, matanya memerah karena menahan tangis dan kemarahan yang bergelora. “Aku harus keluar... Aku harus kembali...”
Sebelum ia sempat membebaskan diri, sebuah kehadiran muncul. Makhluk Nether bertubuh besar, hitam, matanya merah membara, bertanduk empat dan tubuhnya dipenuhi mulut-mulut kecil yang terus bergerak melangkah dari balik kabut hitam. Suara napasnya bergemuruh bagai badai petir.
"Akhirnya, makanan terakhir ada di hadapanku," suara makhluk itu terdengar seperti gema dari neraka.
Kate menatap makhluk itu dengan ketakutan meski tidak memalingkan wajahnya. Ia tahu, ini bukan sekadar mimpi atau ilusi. Ini nyata.
"Gerbang antar tiga dimensi akan terbuka," lanjutnya. "Nether akan melahap Overworld, dan Either akan menjadi rumah baru bagi kami. Kau gadis cahaya, adalah kunci terakhir."
Makhluk itu mulai mendekat. Setiap langkahnya mengguncang ruang gelap itu.
“Tidak akan kubiarkan…” desis Kate, meski tubuhnya melemah.
Saat makhluk itu hampir meraih wajahnya dengan salah satu cakar panjangnya, tiba-tiba sebuah sayap hitam raksasa menyapu dari samping dan menghantam makhluk itu hingga terlempar jauh ke belakang. Kabut berputar, tanah bergetar hebat, udara menjadi dingin dan menusuk.
Sosok pria muncul perlahan dari balik bayangan.
“Lama tak bertemu, Kate.”
Damian, dalam bentuk manusianya. Rambutnya hitam legam dengan helai-helai perak di ujungnya, matanya merah gelap namun teduh saat menatap Kate. Ia berdiri tenang, meski seluruh tubuhnya memancarkan aura mengancam.
Makhluk nether itu terhuyung dan bangkit. "Siapa kau? Berani-beraninya mengganggu urusan Nether?"
Damian menyeringai dingin, angkuh. “Kau terlalu banyak bicara untuk makhluk rendahan sepertimu.”
"Kau lah yang makhluk rendahan. Tubuhmu seperti manusia, tak ada aura dan tak ada tanda. Sebaiknya kau pergi sebelum kuhabisi nyawamu!" ancam makhuk Nether itu.
Damian tak menjawab. Ia hanya mengembangkan sayap hitamnya yang panjang, indah, dan tajam seperti pisau yang segera menyelimuti seluruh ruang.
Makhluk nether itu terpaku. Matanya membesar. "T-Tidak mungkin... Sayap itu..."
“Sudah terlambat mengenali, sayang,” desis Damian.
Dalam satu kedipan mata, Damian menghilang dari pandangan dan muncul tepat di depan wajah makhluk itu. Dengan satu gerakan ringan, ia mengiris rahang makhluk itu dengan cakar hitamnya. Darah kehijauan menyembur keluar, membuat makhluk itu menjerit.
Pertarungan berlangsung cepat, brutal, dan sepihak. Damian seperti bayangan yang tak tersentuh. Ia memotong setiap bagian tubuh makhluk itu tanpa ampun. Sayapnya menebas, cakarnya mencabik, bahkan tatapannya membuat makhluk itu gemetar. Tiap serangan seolah hukuman dari sesuatu yang lebih tinggi dari makhluk Nether mana pun.
“Kau boleh menyentuh tanah dunia,” ucap Damian dingin, menusuk jantung makhluk itu dengan lengannya yang berubah menjadi bilah hitam, “tapi menyentuh istriku adalah pelanggaran tingkat akhir.”
Makhluk itu menjerit satu kali terakhir sebelum meledak menjadi kabut hitam pekat, menghilang dari dunia itu.
Beberapa saat kemudian, rantai yang membelenggu Kate lepas. Kate terduduk lemas, dengan sisa-sisa rantai terburai di sekitarnya. napasnya tercekat. Damian melangkah pelan mendekat, lalu jongkok di hadapannya.
“Lain kali, coba bertahan sedikit lebih lama, istri kecilku.” ucap Damian tersenyum miring.
Kate mendongak lemah, menyipitkan mata. “Jangan... panggil aku begitu.”
Damian tertawa kecil. “Tapi kau tetap saja manis ketika tersesat.”
Kate hendak menjawab, tapi tiba-tiba ruang itu bergetar keras, dan jeritan dari luar alam menggema. Cahaya merah dari cincin di jari Kate mulai berkedip cepat.
Damian berdiri dan menatap langit gelap. “Mereka hampir membangunkan sesuatu yang jauh lebih buruk. Waktumu habis.”
Kate berbisik, “Damian, aku harus kembali.”
Ia mengangguk pelan. “Aku akan membuka jalan. Tapi ingat, harga kekuatanmu belum lunas.”
Kate menatapnya, bingung. Namun sebelum ia bertanya lebih jauh, Damian mencium keningnya perlahan, lalu mendorong tubuhnya ke belakang dan Kate langsung terhempas kembali ke tubuhnya di dunia nyata.
Kate mendadak tersentak, tubuhnya kembali sadar di atas altar. Mata merahnya memudar, napasnya tertahan.
Orion yang masih berjibaku dengan penyihir tua langsung menyadari perubahan itu. Namun belum sempat mendekat cincin di jari Kate bersinar sangat terang dan memecahkan lingkaran ritual dalam ledakan besar.
Semua terlempar mundur. Penyihir tua itu terhempas, dan tanah di sekeliling altar mulai runtuh. Namun dari langit sesuatu yang jauh lebih besar mulai membuka matanya di balik gerhana, dan Kate hanya bisa menatap ke atas menyadari ini baru awal.