🌶Boleh Skip Part Boncabe🌶
Niat hati bekerja menjadi guru bimbel untuk menambah pendapatannya, justru Rini berada di situasi rumit yang membuatnya terjebak pada duda dingin yang juga dosen di kampusnya.
>>>>>>>>>>>>>>>>>>>
"ingat, pernikahan ini hanya demi Adam. jangan harap ada cinta atau pun hubungan suami istri yang sebenarnya." Kalimat menusuk dari suami yang baru dinikahinya seketika membuatnya kecewa.
>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>
Meski tak dianggap bahkan kehadirannya seolah antara ada dan tiada dimata suaminya. Rini terus menjalankan tugasnya sebagai istri, kecuali hubungan ranjang.
Namun di suatu malam,
"Mas... tolong hentikan. Kamu sadar aku siapa?"
Pria itu terus menjamah seluruh tubuh Rini, bahkan semua pakain Rini telah disobek dan dibuang entah kemana.
"Aku tahu kamu istriku sekarang. Lakukan saja kewajibanmu untuk melayaniku" tak ada suara dengan kelembutan.
"Mash..." Rini merasakan sakit saat bagian intinya ditrobos.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ly_Nand, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
8. Mas, Bukan Pak
"Maaf, pak. Kenapa ya?"
"Bisa tidak kamu berhenti memanggil saya, Pak? Rasanya telinga saya gatal mendengarnya."
"Maaf, bagaimana saya harus memanggil anda?"
"Huh..." Papa Adam menghembuskan nafasnya dengan kasar.
"Bukankah kita sudah sepakat untuk menikah?"
"Iya, terus apa ada hal yang saya lewatkan?"
"Aku tahu, kita melakukan ini untuk Adam. Bahkan diantara kita belum ada cinta. Tapi apa kamu tidak ingin mencoba dari hal yang paling mudah untuk membuat hubungan kita lebih baik?"
"Apa yang harus saya lakukan, Pak? eh... maaf saya masih bingung bagaimana saya harus memanggil anda."
"Bagaimana dulu ibumu memanggil ayahmu?"
"Karena kami orang jawa, jadi ibu biasa memanggil Mas kepada ayah saya."
"Kalau begitu biasakan seperti ibumu memanggil ayahmu."
"Saya harus memanggil dengan sebutan Mas?, Apa itu tidak apa-apa?"
"Apa masalahnya?, justru yang menjadi masalah kalau orang mendengar calon istri saya memanggil saya dengan sebutan bapak. Bisa-bisa mereka pikir saya Bapak kamu."
"Hi... " Rini tertawa melihat ekspresi Papa Adam.
"Kenapa kamu tertawa? Ada yang lucu?"
"Ah.. maaf. Saya hanya melihat anda tadi seperti Adam kalau sedang kesal karena saya goda."
"Oh... jadi kamu mau bilang saya seperti anak kecil... begitu kan?"
"Bu-bukan, maaf kalau anda tidak suka."
"Berhentilah bersikap formal" Papa Adam mengacak sedikit rambut Rini hingga membuatnya terkejut dengan perlakuan kecil itu. "Bersikaplah biasa, jangan terlalu kaku. Ini juga bisa membawa pengaruh baik untuk Adam. dan ingat ubah panggilan kamu. Tidak ada panggilan Pak lagi."
"Baik, Mas" Rini merasa wajahnya menghangat. Ia begitu malu kalau harus memanggil Papa Adam dengan sebutan itu. "Tapi, Mas. Em... siapa nama Mas?"
"Ya tuhan... jadi kamu belum tahu namaku?"
Rini hanya meringis, memang kenyataannya dia tidak tahu siapa nama majikannya itu, ah ralat sekaran statusnya bukan majikan lagi tapi calon suami. Dia terlalu fokus dengan Adam sampai tidak begitu memperdulikan orang lain.
"Namaku Dean Prayoga Ardhana. Terserah padamu bagaimana kamu mau memanggilku."
"Kalau tante biasa memanggil Mas dengan nama apa?"
"Di keluarga lebih sering memanggil dengan nama Dean, tapi waktu sekolah teman-teman banyak yang memanggil dengan nama Yoga karena saat itu ada lebih dari dua nama Dean. Dan panggilan Yoga bertahan sampai sekarang di tempat kerja."
"Boleh saya panggil Mas Dean saja?"
"Tentu, silahkan. Dan tambahan lagi, jangan terlalu formal, pakai aku-kamu."
"Baik, Mas."
"Good girl!" Dean mengacak pelan rambut Rini membuat jantungnya semakin tidak aman. "Yuk, kita turun. Kalau terus disini kita tidak jadi beli kue untuk Adam"
...****************...
Sebulan berlalu dan kondisi Adam semakin baik. Meski Adam masih belum mau tidur tanpa Rini, setidaknya bocah kecil itu bisa bermain dengan ceria lagi. Beberapa kali Dean dan Rini hadirkan anak-anak panti di rumah untuk membuat Adam lebih ceria, nyatanya hal itu memang efektif karena Adam merasa nyaman dengan anak-anak panti.
Hari ini Rini berencana untuk menemui dosennya karena harus meminta tanda tangan di lembar pengesahan skripsinya. Untuk itu dari semalam dia sudah membicarakan hal ini pada Adam.
"Rin, sudah mau berangkat?" sapa calon mertua Rini yang kini telah ia panggil dengan sebutan mama.
"Iya, Ma. Titip Adam, Ma. Mungkin nanti Rini pulang agak lama karena mau bereskan barang di tempat kos."
"Ajak saja Dean supaya kamu tidak kesulitan."
"Kenapa, Ma?" Orang yang disebut tiba-tiba muncul diantara mereka.
"Rini hari ini mau bereskan barangnya di tempat kos. Kamu sama calon istri kok gak perhatian, sih. Dibantu dong!"
"Jadi hari ini, Rin? Bukannya besok?" Dean justru mengalihkan pandangannya pada RIni.
"Iya, Mas. Mau aku bereskan hari ini saja. Kata ibu kos penyewa baru mau lihat-lihat besok. Jadi sepertinya hari ini saja beresinnya, toh barangnya tidak banyak."
"Kenapa tidak bilang? Mau dikerjakan sendiri?" Dean mencubit hidung calon istrinya itu.
"Mas... Sakit..."
"Manja, ini gak keras, Rin!"
"Udah ah, malah mesra-mesraan disini. Tuh dilihat Adam" Mama Bella mengalihkan perhatian mereka pada Adam yang berjalan ke arah mereka.
"Papa sudah mau berangkat?"
"Iya sayang, Maaf ya kalau Papa sering pulang malam. Papa harus banyak menyelesaikan tugas sebelum Papa libur kerja."
"Tidak apa-apa, Pa. Kata kak Rini, Papa harus bekerja keras karena Papa tidak mau kita kesusahan. Terimakasih, Papa. Adam sayang, Papa."
"Papa juga sayang Adam" Adam dan Dean saling berpelukan.
"Kak Rini sini, ikut peluk Adam"
"Kan sudah sama Papa" Rini mencoba menolak karena masih canggung.
"Kemarilah..." Dean menarik tangan Rini hingga mereka berpelukan bertiga.
"Mas... Rini malu"
"Kenapa harus malu? justru kamu haru membiasakan diri."
Cup Cup
Dean mengecup puncak kepala Adam dan Rini.
"Mas...." Rini melotot
"Wajah kak Rini jadi merah seperti kepiting." Ucapan Adam mengundang tawa Keluarga kecil Ardhana.
...****************...
"Bagaimana persiapa pernikahan kamu? Gak kerasa seminggu lagi kamu berubah status." Tanya Amel.
Saat ini mereka sedang makan siang di kafe Brian karena Amel tidak ada jadwal ke kampus.
"Aku tidak terlalu tahu, semua diurus Mas Dean dan Mama. Mereka memang menanyakan pendapatku, tapi eksekusinya aku tidak terlalu ikut campur. Sebaiknya memang seperti ini. Aku bingung dengan ribetnya ngurus pernikahan."
"Kalau Skripsimu sendiri bagaimana?"
"Pak Yoga kayaknya akhir-akhir ini lagi good mood. Jadi semua berjalan lancar aman terkendali"
"Syukur lah..."
"Aku gak bisa lama disini, Mel. Hari ini aku mau bereskan barang di tempat kos."
"Maaf ya gak bisa bantu."
"Gak apa, Katanya nanti Mas Dean mau nyusul kesana langsung buat bantu-bantu."
"Syukurlah kamu tidak sendiri."
"Kalau begitu aku balik sekarang ya, Mel. Takut kesorean."
Rini pin keluar untuk segera menuju ke tempat Kos nya. Namun sampai di pintu keluar, Brian memanggilnya.
"Rin, bisa kita bicara?"
"Tapi aku harus segera ke tempat kos, Kak. Ibu Kos sudah menunggu."
"Kalau begitu kita bicara di jalan sambil aku antar kamu. Bagaimana?"
"Baiklah"
Di perjalanan menuju tempat kos Rini mereka mengobrol.
"Bagaimana persiapan pernikahanmu?"
"Lancar, kak."
"Apa kamu bahagia?"
"Sejauh ini aku baik-baik saja, kak."
"Apa kalian saling mencintai?"
"Aku tidak tahu perasaan kami disebut dengan istilah seperti apa tepatnya. Namun yang kami rasakan, kami bahagia karena apa yang menjadi tujuan awal pernikahan kami sedikit demi sedikit mulai terwujud."
"Rin, Maaf kalau membuat kamu jadi kurang nyaman. Kamu tahu perasaan kakak padamu. Tapi apapun itu, kakak tetap ingin diantara bersikap seperti biasanya."
"Rini tahu, kak. Rini bahkan merasa beruntung merasakan bagaimana rasanya perhatian seorang kakak sejak mengenal kak Brian dan Amel. Bagiku kalian keluargaku."
bukan partner ranjang ?
ok ok kalau ketemu face to face ga sengaja kamu berani to the point langsung ngmng ke dia jangan lagi lagi berbuat seperti itu
good job ra
jangan Kya rea di Pendem sendiri nangis sendiri Weh ,jangan myek2 jadi wanita be strong
lanjut /Good/
kelihatannya bagus