Garis Darah Pemburu Iblis
"Lihatlah, Jade! Lubang hitam itu semakin lebar!" seru seorang wanita berambut perak panjang yang tergerai di balik zirah putih keperakannya.
Kate Velnaria, dengan mata sebiru langit yang kini memancarkan kekhawatiran, menunjuk ke arah retakan kelam di langit malam yang semakin melebar. Di sampingnya, seorang pria berwajah tegas dengan busur di tangan dan anak panah di punggung, Jade, mengangguk dengan rahang terkatup.
"Sudah kuduga. Tiga puluh tahun memang bukan waktu yang lama bagi Nether untuk mengumpulkan kekuatan."
Suara gemuruh rendah mulai terdengar, semakin lama semakin keras, seolah bumi itu sendiri sedang merintih kesakitan. Angin bertiup kencang, membawa serta bau belerang yang menyesakkan. Dari dalam celah di langit, bayangan-bayangan mengerikan mulai bermunculan. Makhluk-makhluk dengan bentuk yang tak terbayangkan, beberapa di antaranya jauh lebih besar dari yang pernah mereka hadapi sebelumnya, mulai merayap keluar menuju Overworld.
"Para Ksatria sudah bersiap di garis depan, Kate," ujar Jade, matanya tak lepas dari pergerakan entitas-entitas mengerikan itu. "Komandan Lyra sudah memberikan aba-aba."
Kate menghela napas panjang, mencoba menenangkan gejolak di dadanya. "Aku tahu. Tapi melihatnya secara langsung, ini berbeda dari laporan yang kita terima."
"Kita tidak punya pilihan lain selain menghadapinya," jawab Jade, menggenggam erat tangan Kate. "Kita adalah Ksatria Cahaya tingkat Penyatuan Agung. Kita terpilih untuk momen seperti ini."
Dari kejauhan, terdengar pekikan pertempuran yang memekakkan telinga. Cahaya-cahaya magis beradu dengan kegelapan yang pekat. Para Ksatria Cahaya, dengan pedang dan perisai mereka, berusaha keras menahan gelombang pertama serangan makhluk Nether.
"Mereka membutuhkan bantuan kita," kata Kate, melepaskan genggaman tangan Jade dan menghunus pedangnya yang memancarkan cahaya suci. "Ayo pergi."
Mereka bergegas menuju garis depan pertempuran, di mana para Ksatria Cahaya lainnya bertempur mati-matian. Sesosok wanita dengan rambut merah menyala, Komandan Lyra, terlihat memberikan komando dengan suara lantang di tengah kekacauan.
"Tahan barisan! Jangan biarkan mereka menembus pertahanan!" teriak Lyra, menebaskan pedangnya yang berapi-api ke arah seekor makhluk berkaki enam dengan mata menyala.
Ketika Kate dan Jade tiba, situasi sudah sangat genting. Makhluk-makhluk Nether dengan berbagai bentuk dan ukuran yang mengerikan, menyerbu tanpa henti. Beberapa di antaranya memiliki cakar setajam silet, yang lain menyemburkan api neraka, dan yang lebih besar mengayunkan anggota tubuh mereka seperti palu godam.
"Kate! Jade! Bagus kalian sudah di sini!" seru Lyra, menyambut kedatangan mereka dengan lega. "Kita kewalahan. Makhluk-makhluk ini lebih kuat dari perkiraan."
"Apa rencananya, Komandan?" tanya Kate, sambil menangkis serangan dari makhluk kecil, tetapi sangat gesit dengan beberapa pasang mata.
"Kita harus fokus untuk menahan mereka di sini sementara tim inti mencoba mendekati gerbang," jawab Lyra, menunjuk ke arah celah berpijar di langit yang semakin membesar. "Kalian berdua akan menjadi bagian dari tim inti itu."
Jade mengerutkan kening. "Mendekati gerbang? Itu terlalu berbahaya, Lyra. Kita bahkan tidak tahu apa yang ada di sekitarnya."
"Kita tidak punya pilihan lain," balas Lyra dengan nada getir. "Jika gerbang ini terus membesar, seluruh Overworld akan tersedot ke dalam Nether. Kita harus mengambil risiko."
"Lalu, apa yang harus kami lakukan?" tanya Kate, siap untuk menerima perintah apa pun.
"Kalian berdua, bersama Ksatria Elara dan Ksatria Bram, akan mencoba menembus garis pertahanan mereka dan mencapai area di bawah gerbang," jelas Lyra. "Di sana, kita akan mencoba menyalurkan energi suci untuk menstabilkannya, atau setidaknya memperlambat proses pembukaannya."
"Empat orang melawan seluruh pasukan Nether?" tanya Jade dengan nada tak percaya.
"Kita adalah Ksatria Cahaya terpilih, Jade," jawab Kate dengan tatapan mata yang penuh keyakinan. "Kita memiliki kekuatan yang tidak mereka miliki. Kita akan melakukannya."
Lyra mengangguk setuju. "Itu semangat yang kubutuhkan. Ingat, tujuan kita bukan untuk menghancurkan semua makhluk ini di sini, melainkan untuk menutup gerbang. Setiap detik sangat berharga. Berhati-hatilah di luar sana."
Kate dan Jade saling bertukar pandang. Mereka tahu betapa berbahayanya misi ini. Namun, di mata mereka terpancar tekad yang sama. Mereka adalah Ksatria Cahaya, pelindung Overworld. Mereka tidak akan mundur, tidak peduli seberapa besar pun kegelapan yang menghadang.
"Kita siap, Komandan," kata Kate, menggenggam erat pedangnya. "Mari kita tutup gerbang neraka ini bersama-sama."
Dengan anggukan mantap dari Komandan Lyra, Kate dan Jade segera bergerak maju, bergabung dengan Ksatria Elara yang lincah dengan dua pedang di tangannya, dan Ksatria Bram yang kekar dengan palu perang besarnya. Mereka berempat membentuk formasi berlian, berusaha menembus kerumunan makhluk Nether yang terus membanjiri area di bawah gerbang yang menganga.
"Fokus! Jangan terpencar!" seru Bram sambil mengayunkan palunya, menghantam beberapa iblis kecil hingga terpental.
Elara bergerak dengan gesit di antara mereka, menebas dengan cepat dan mematikan. Jade tak henti-hentinya melesatkan anak panah bercahaya, menargetkan titik-titik lemah para monster. Kate dengan pedang bercahaya di tangannya, menjadi titik fokus formasi, memancarkan energi suci yang membakar makhluk-makhluk yang berani mendekat.
"Kita hampir sampai!" seru Kate, melihat pusaran energi gelap di bawah gerbang semakin dekat.
Mereka bisa merasakan hawa panas yang menyesakkan dan energi jahat yang berdenyut kuat dari dalam celah itu. Tiba-tiba, di tengah hiruk pikuk pertempuran, sebuah kilatan energi hitam pekat meluncur dengan kecepatan tak terduga, menerjang tepat ke arah Kate.
Jade sempat berteriak, "Kate, awas!", namun sudah terlambat.
Energi gelap itu menghantam tubuh Kate, membungkusnya erat bagai rantai tak kasat mata. Kate merasakan dingin yang menusuk tulang dan kekuatan yang luar biasa menariknya dengan paksa. Ia mencengkeram pedangnya erat-erat, berusaha menahan diri, tetapi cengkeramannya terasa semakin lemah.
"Jade! Tolong!" seru Kate putus asa, matanya memandang kekasihnya yang berusaha menjangkau.
Jade, Elara, dan Bram berusaha sekuat tenaga untuk meraih Kate, sayangnya energi hitam itu terlalu kuat. Dalam sekejap mata, Kate tertarik semakin cepat menuju pusat pusaran hitam gerbang Nether. Cahaya pedangnya meredup saat ia tersedot sepenuhnya ke dalam kegelapan yang menganga.
"Kate!" raungan Jade menggema di tengah medan perang yang kacau.
Ia dan kedua ksatria lainnya terpaku, menyaksikan dengan ngeri saat sosok Kate menghilang ditelan gerbang. Mereka tak berdaya, terlambat untuk menyelamatkannya.
Di sisi lain gerbang, Kate merasakan sensasi jatuh yang tak berujung sebelum akhirnya terhempas kasar di atas permukaan batu yang dingin dan suram. Ia mengerang kesakitan, mencoba bangkit. Pandangannya kabur, tetapi perlahan ia bisa melihat sekelilingnya. Ia berada di sebuah pelataran istana yang gelap dan megah, dengan arsitektur gothic yang mengintimidasi dan langit merah yang berdenyut di atasnya.
Di ujung pelataran, di atas singgasana yang terbuat dari tulang dan obsidian, duduk seorang pria dengan aura kekuasaan yang dingin dan mata setajam silet. Pangeran Nether, Damian. Senyuman tipis dan angkuh terukir di wajahnya yang pucat.
"Selamat datang di negeriku, Ksatria Cahaya," sapa Damian dengan suara yang dingin sekaligus menggoda. "Kau memiliki kecantikan yang luar biasa. Sangat pantas untuk menjadi permaisuriku."
Kate yang masih berusaha memulihkan diri dari benturan, menatap Damian dengan tatapan penuh amarah dan jijik. "Aku tidak akan pernah menjadi permaisurimu, makhluk Nether!"
Mendengar penolakan itu, Damian tidak menunjukkan kemarahan. Ia hanya menghela napas pelan, seolah kecewa dengan kebodohan Kate. "Sayang sekali, kau akan menjadi hiasan yang menarik di sisiku."
Tiba-tiba, Damian mengulurkan tangannya. Sebuah energi hitam pekat berkumpul di telapak tangannya dan melesat ke arah Kate. Kate berusaha menghindar, tetapi energi itu terlalu cepat. Ia merasakan sengatan yang luar biasa di seluruh tubuhnya, seolah ada sesuatu yang dipaksa keluar dari dalam dirinya. Cahaya samar yang selalu menyelimutinya menghilang sepenuhnya. Ia merasa lemas, kemudian kosong.
"Apa yang kau lakukan padaku?!" raung Kate, merasakan kekuatan Arcane yang selama ini menjadi bagian dirinya lenyap tak berbekas. Ia kini hanyalah seorang manusia biasa, yang terperangkap di dunia neraka.
Dengan sisa amarahnya Kate mencoba menyerang Damian, berlari ke arah singgasananya dengan tinju terkepal. Namun Damian dengan santai, menahan pergelangan tangan Kate hanya dengan satu tangan.
"Semangatmu patut dipuji, Kate," kata Damian sambil tersenyum tipis. "Tapi kau harus belajar bahwa, di sini kau berada dalam kekuasaanku."
Dengan gerakan halus dan kuat Damian menarik Kate mendekat, lalu membawanya masuk melewati gerbang istana suram itu.
Kate menggigit bibirnya kuat-kuat, menahan rasa takut yang perlahan menggerogoti hatinya. Ia bersumpah dalam hati, apapun yang terjadi, ia tidak akan pernah tunduk pada Pangeran Nether.
Sepanjang perjalanan, Kate berusaha melawan saat Damian menariknya melangkah ke dalam istana yang suram itu. Setiap langkah terasa berat, seolah seluruh bangunan ini mengisap kekuatan terakhir dari dalam dirinya. Begitu melewati ambang pintu utama, pemandangan di dalam membuat Kate terkejut sekaligus ngeri.
Di dalam aula istana yang luas, lilin-lilin hitam menyala di sepanjang dinding, menerangi ruangan dengan cahaya keperakan yang aneh. Musik yang merayap dan menyeramkan memenuhi udara. Para makhluk Nether yang berbentuk tinggi, bersayap, bertanduk, dan bermata merah, berdiri berbaris di kedua sisi lorong tengah, mengenakan pakaian formal seolah-olah mereka adalah tamu undangan sebuah pesta agung.
Di ujung lorong sebuah altar hitam telah disiapkan, dihiasi bunga-bunga berwarna gelap yang tampak seperti hidup dan berbisik.
Kate mengerutkan kening, mundur setengah langkah. "Apa ini?" desisnya.
Damian menoleh ke arahnya, senyum tipis di bibirnya. "Pernikahan kita."
Seketika itu juga, Kate merasa tubuhnya kaku. Ia mencoba mengangkat tangan, berbalik, dan melawan. Namun tubuhnya tidak patuh. Seolah ada kekuatan tak kasat mata yang mengikatnya, menggerakkan tubuhnya sesuai keinginan orang lain.
"Berhenti! Hentikan ini!" Kate berteriak dalam hatinya, tapi suaranya hanya terdengar seperti bisikan lirih.
Dan dalam sekejap, keajaiban gelap pun terjadi. Pakaian perang Ksatria Cahaya yang selama ini menjadi identitas kebanggaannya mulai lenyap, berganti menjadi sebuah gaun pengantin berwarna putih keperakan yang berkilau aneh. Gaun itu panjang, berlapis, dan berhiaskan motif yang menyerupai akar-akar hitam menjalar dari kakinya.
Kate menatap dirinya sendiri dengan ketidak percayaan. "Tidak, Ini bukan kehendakku!"
Namun tubuhnya, dikendalikan oleh kekuatan asing, mulai berjalan perlahan menuju altar, langkahnya gemulai seolah ia benar-benar seorang mempelai yang bahagia.
Damian, dengan angkuh, berjalan berdampingan dengannya, mengenakan jubah resmi berwarna hitam berhias emas. Wajahnya tampak puas, seolah-olah seluruh dunia kini berada dalam genggamannya.
Sampai akhirnya mereka tiba di altar. Seorang imam Nether berupa makhluk tinggi dengan kulit seputih tulang, membacakan janji dalam bahasa kuno Nether yang bergema di seluruh aula.
Kate berusaha melawan kendali itu, matanya memancarkan kemarahan bercampur ketakutan. Tapi tak ada satu otot pun dalam tubuhnya yang mau bergerak mengikuti kehendaknya sendiri.
Damian kemudian mengangkat sebuah cincin merah gelap, terbuat dari logam yang tampak berdenyut dengan energi kelam. Ia mengangkat tangan Kate dan dengan perlahan memasangkan cincin tersebut di jari manisnya.
Saat cincin itu melingkar sempurna di jarinya, sebuah gelombang energi hitam menyelimuti tubuh Kate, mengukuhkan ikatan sihir yang tidak dapat dipatahkan.
"Aku mengikatmu sebagai permaisuriku," bisik Damian lembut di telinga Kate, suaranya penuh dengan kekuasaan dan kemenangan.
Seketika itu juga, seluruh ruangan meledak dalam sorakan makhluk-makhluk Nether yang bergema menyeramkan. Bunga-bunga hitam mekar di sekeliling altar, dan udara dipenuhi dengan aroma manis yang membuat kepala Kate berputar.
Ia kini, secara resmi, telah menjadi pengantin Pangeran Nether. Tetapi jauh di dalam hatinya, kobaran semangat Kate belum padam. Di balik tatapan kosong itu, sebuah sumpah baru terukir kuat di benaknya.
Aku bersumpah... aku akan menemukan jalan keluar dari neraka ini. Dan aku akan menghancurkanmu, Damian.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments