Follow akun ig author ya : @fuji_ps25
S1:
Mencintai sahabat sendiri. Itulah yang dialami oleh Alfaizan Gifari Rahman, lelaki muda tampan yang memiliki sifat acuh dan berwibawa. Ia mencintai sahabatnya sendiri selama bertahun-tahun, namun tak berani mengungkapkan perasaannya itu. Dan kesalahpahaman terjadi hingga membuat Faizan membenci sahabatnya itu, Arista Kanaya Rahima.
Suatu hari Mereka dijodohkan oleh orang tua mereka yang juga berteman baik. Faizan yang masih diliputi sakit hati bersikeras menolak dengan alasan membenci Naya. Namun, akhirnya Faizan menerima karena paksaan dari keluarganya.
Setelah menikah sikap Faizan benar-benar menguji kesabaran Naya. Lelaki itu membuktikan ancamannya.
S2:
Ketika sandiwara membuat dua insan harus terikat dengan ikatan sakral tanpa adanya cinta. Lantas bagaimana kehidupan Gilang dan Laila setelah mereka benar-benar menikah?
Akankah tumbuh cinta diantara keduanya?
Bagaimana kisah selengkapnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Silvi fuji ps, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 19
.
.
📩Husband
Buka pintu sekarang! Aku di depan.
Naya membulatkan matanya dengan mulut terbuka. Hahh, Apa benar suaminya tau rumahnya? Pikirnya.
Dengan tergesa-gesa Naya berlari menuju pintu depan. Ia memberanikan diri membuka pintu. Saat pintu terbuka, pemandangan di depan pintu berhasil membuat mulutnya menganga karena terkejut
"mm,,Mas. Ka,, kamu disini?" Tanya Naya terbata-bata.
Faizan tersenyum sinis. "kenapa? Masih nggak mau pulang? Mau sampai kapan? Sampai orang tua kita tau semuanya? iya?" Serobotnya dengan napas menggebu-gebu.
Faizan menatap geram pada Naya dengan yang mengepal kuat. Naya yang menyadari suaminya sedang dalam mode marah perlahan melangkah mundur. Kini mereka sudah di dalam rumah karena Naya terus mundur dan Faizan mengikuti langkahnya maju.
"Nay." sahutnya seraya menyentuh tangan Naya namun ditepis oleh gadis itu.
"Apa, sih?" Ketusnya menatap Faizan tajam.
"Ayo pulang!" Pinta Faizan tegas.
"Nggak. Aku nggak mau."
Faizan memejamkan mata menyabarkan hatinya. "Aku mau kamu pulang sekarang. Nggak ada bantahan. Nurut dong jadi istri."
Naya mendelik. "Istri apaan. Istri tuh disayang-sayang. Bukan dibentak-bentak terus. Ini itu semuanya salah. Suami yang baik itu ya nggak nuduh istrinya sembarangan."
"Naya. Please, jangan bikin aku marah ya."
"Bukannya dari tadi kamu udah marah ya. Lucu." Jawab Naya sewot.
"Aku nggak mau pulang sama kamu. Dan aku mau kita pisah." Kata Naya dengan tenang. "Aku nggak bisa sama kamu lagi, mas. Aku capek."
Sontak saja membuat Faizan tak mampu berkutik. Dadanya serasa bergemuruh mendengar pernyataan istrinya, bahkan sangat tenang.
Seketika amarahnya memuncak. Ia pun berjalan cepat mendekati Naya dan meraih paksa tangannya. Dengan sigap Faizan menarik Naya keluar sebelum menutup pintu dan menguncinya.
Naya berontak namun Faizan semakin keras menahannya. Mereka langsung pulang ke rumah.
Setelah sampai, Faizan bergegas membukakan pintu mobil dan menarik Naya keluar. Tak bisa lagi ia bersikap sabar dengan istrinya yang menurutnya keras kepala itu. Ia kembali memaksa Naya untuk kekuar dari mobil.
Naya, air matanya sudah mengalir semenjak di perjalanan tadi. Menangis terisak, itulah yang ia lakukan saat ini. Ia tak menyangka Faizan akan semarah itu setelah ia meminta pisah. Sejujurnya ia tak ingin berpisah dengan Faizan. Namun, tiba-tiba saja kata itu terlontar dari mulutnya.
"Aku nggak akan pernah menceraikan kamu. Nggak ada kata pisah." Tegasnya dengan suara pelan namun sarat akan penegasan sembari nenatap Naya nyalang.
"Aa,, aaku.. Mas, aa ku nggak..."
"Apa? Kamu beneran nggak mau lagi hidup sama aku. Udah bosan, udah capek. Katanya cinta, mana hah? Kenapa sekarang minta pisah?" Faizan tertawa mengejek.
Naya kembali menangis. Tiba-tiba Faizan mendekatinya perlahan. Semain dekat, hingga Naya pun ikut mundur.
Faizan menarik tangan Naya membuat gadis itu terhempas ke dadanya. Langsung saja Faizan me***** bibir Naya.
"Sampai kapanpun aku nggak akan menceraikan kamu, Naya." gumamnya setelah tautan bibir mereka terlepas.
Faizan menatap Naya dalam dan kembali me***** sang istri dengan penuh nafsu. Entah apa yang merasuki lelaki itu hingga ia melakukannya dalam keadaan seperti sekarang.
Naya yang kekuatannya sangat jauh dibawah Faizan hanya bisa pasrah setelah lama memberontak setiap pergerakan suaminya. Hanya mereka dan Tuhan yang tahu setelahnya. Dan readers paham kan apa yang terjadi selanjutnya.. 😁
.
.
Pagi hari di ruang makan terlihat Naya dan Bi Ani tengah menata masakan yang sudah tersaji.
"Bi. Aku ke atas dulu." pamit Naya tanpa ekspresi.
"iya, mbak."
Bi Ani menatap punggung Naya yang perlahan menjauh. Ia merasa sikap Naya semakin janggal. Srkarang gadis itu terlihat murung. Kemaren-kemaren ia masih bisa tersenyum meski harus bertengkar dengan Faizan. Namun, sekarang ia malah semakin murung.
"sebenarnya mereka kenapa, ya?" batin Bi Ani sambil menggeleng.
Bi Ani yang sedang melamun tersentak tatkala Faizan memasuki ruang makan dengan handuk di bahunya.
"Eh, Aden udah pulang. Mau sarapan apa mandi dulu, den?" tanya Bi Ani.
"mmm, sarapan aja lah bi. Mumpung sekarang aku ke kantor agak siangan. Ntar aja mandinya." katanya.
"tapi, aku mau cuci tangan dulu, bi."
Bi Ani menangguk mengiyakan. Setelah selesai mencuci tangan, Faizan kembali ke meja makan dan menyadari sesuatu.
"Bi. Naya belum bangun?" tanya Faizan
"Udah, den. Tapi, selesai masak mbak Naya langsung ke atas. Sepertinya kurang enak badan, den." Jawab Bi Ani.
"Mm, kalau gitu saya mau lihat Naya dulu bi."
Faizan berlalu menuju lantai dua rumahnya untuk mengetahui keadaan Naya. Ia memeriksa kamar mereka, namun tak ada Naya disana. Faizan mengernyit heran. Apa mungkin istrinya marah padanya.
Sebenarnya memang dirinya merasa tak enak hati pada Naya atas apa yang terjadi tadi malam. Namun, semua sudah terlanjur terjadi. Mau dikata apa lagi.
Dengan langkah ragu dan perasaan yang berkecamuk, Faizan mencoba melihat ke kamar yang berhadapan dengan kamarnya dan Naya. Ternyata Naya memang dikamar itu.
Wanita itu tengah duduk di pinggir ranjang menghadap ke jendela dan tepatnya membelakangi pintu. Faizan menghembuskan napas menyadari keterdiaman istrinya.
Perlahan Faizan menghampiri sang istri meskipun ada rasa takut dan ragu dihatinya.
"Nay." serunya tatkala dirinya sudah berada di sebelah Naya.
Wanita itu sama sekali tak mau memalingkan wajah padanya membuat Faizan semakin merasa bersalah.
"Naya. Maafin aku." Ucap Faizan sembari menyentuh pundak Naya.
Naya menepis tangan Faizan.
"Nay. Aku minta maaf." Ucap Faizan lagi.
"Aku mau sendiri." sahut Naya bergetar.
Faizan tertohok mendengar sahutan Naya yang benar-benar singkat dan datar. Naya benar-benar marah padanya, pikirnya.
Dengan berat hati Faizan mematuhi apa yang dipinta Naya. Meskipun sejujurnya ia sangat ingin merengkuh tubuh kecil itu untuk bisa bersandar di dadanya. Namun, apalah daya. Konflik batin diantara mereka telah mampu mencintakan dinding penghalang yang sangat tinggi dan sulit untuk diruntuhkan. Ya, ego merekalah yang membuat semuanya seperti ini.
"Maaf, mas. Tapi aku benar-benar kecewa sama kamu. Karena kamu udah merebut hak kamu dalam keadaan marah. Aku sakit." jerit Naya membatin.
.
.