Seseorang itu akan terasa berhaga, manakala dia sudah tak lagi ada.
Jika itu terjadi, hanya sesal yang kau punya.
Karena roda kehidupan akan terus berputar kedepan.
Masa lalu bagai mimpi yang tak bisa terulang.
Menggilas seluruh kenangan, menjadi rindu yang tak berkesudahan.
Jika ketulusan dan keluasan perasaanku tak cukup untuk mengubah perasaanmu, maka biarlah ku mengalah demi mewujudkan kebahagiaanmu bersamanya, kebahagiaan yang telah lama kau impikan. -Stella Marisa William-
Sungguh terlambat bagiku, menyadari betapa berharganya kehadiran mu, mengisi setiap kekosongan perasaanku, mengubah setiap sedihku menjadi tawa bahagia, maaf kan aku yang bodoh, maafkan aku yang telah menyia nyiakan perasaan tulusmu -Alexander Geraldy-
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon moon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
1
Stella menatap risau kearah jarum jam yang terus bergerak ke kanan, seperti malam malam sebelumnya, dengan sabar dia menanti kepulangan sang suami, walaupun sesudah suaminya datang, laki laki itu langsung tertidur tanpa menyapa nya terlebih dahulu, bahkan beberapa minggu terakhir Alex pulang dalam keadaan mabuk.
Pada awalnya semua terasa indah dan membahagiakan, bahkan tak lama setelah pernikahan, kehamilan Stella menjadi kabar yang sangat membahagiakan, karena posisi Alex sebagai anak lelaki satu satunya, tentu tumpuan harapan sebagai penerus keluarga berada di pundaknya.
Tak mengherankan jika kedua mertuanya begitu tulus memperhatikan kondisi kehamilannya, tak pernah sedetikpun Stella di biarkan kelelahan, Stella seperti seorang ratu di rumah mertua nya, karena dirinya tengah mengandung calon penerus kerajaan bisnis perhotelan milik keluarga Geraldy.
Yah pernikahan dua insan ini adalah buah dari perjodohan yang di gagas kedua orang tua mereka, persahabatan kedua orang tua merekalah yang membuat mereka berdua terikat.
Stella putri satu satunya keluarga William dan Alexander putra satu satunya keluarga Geraldy, pernikahan yang sempurna menurut orang orang yang yang hanya melihat dari kulit luarnya saja.
Namun pada kenyataannya tak semudah bayangan, Alex begitu tertekan dengan keinginan papanya, terus terang jika disuruh memilih, Alex lebih suka menjadi atlet basket nasional, dari pada menjadi penerus keluarga.
Dahulu semasa Masih di Intenasional Senior High school, Alex dan Stella telah saling mengenal, Alex berada di tingkat akhir dan Stella baru kelas 1, bahkan keduanya sama sama mewakili sekolah di kejuaraan nasional antar sekolah, bedanya Alex bersama tim basketnya, sementara Stella mewakili cabang taekwondo.
Perkenalan mereka terbilang cukup unik dan berkesan, kemudian dekat karena sama sama di karantina, agar bisa berlatih dengan keras, bayangkan saja, jam 6 pagi mereka harus sudah berada di sekolah untuk memulai sesi latihan pagi, sementara jam belajar normal dimulai pukul 9, untunglah Internasional School tempat mereka belajar, menyediakan asrama bagi siswa sekaligus atlit yang akan mewakili sekolah dalam ajang nasional.
Para pelatih mengkarantina mereka semua agar lebih disiplin, dalam hal waktu dan peraturan. ada pembatasan jam malam, dan hanya hari minggu mereka diizinkan pulang ke rumah.
Hari itu, Stella tergoda ajakan Nindy untuk menyaksikan konser Lady Naga, hingga membuatnya terlambat kembali ke asrama, Stella mengendap endap di pinggir pagar asrama, berharap tidak ada security yang memergokinya, bukannya apa apa, di titik titik tertentu ada CCTV yang selalu mengintai.
Ketika Stella sedang waspada mengendap endap, tiba tiba wajahnya disergap dengan jaket dari arah belakang, firasat Stella mengatakan bahwa orang yang menyergapnya adalah laki laki, karena perbedaan tinggi, dan struktur otot lengan yang kini tengah Stella genggam.
Dengan satu gerakan cepat, Stella menyodok perut pria itu menggunakan siku nya, hingga dia memekik terkejut, dan ketika Stella akan melanjutkan dengan tendangan pria itu pun bersuara.
"Stop!" pekik nya dengan kedua tangan terangkat keatas.
Stella yang terkejut, seketika menghentikan gerakannya.
Pria yang kini tengah berbaring di rerumputan nampak meringis kesakitan seraya memegangi perutnya. "Hei ... kenapa kamu begitu mengerikan," pekik pria itu dengan kesal. "Padahal aku hendak menyelamatkanmu, karena beberapa langkah ke depan, wajahmu akan terekam di kamera CCTV." ucap pria itu penuh pembelaan.
Stella mendelik kaget mendengar pengakuan pria itu, "mm ... maaf, itu hanya reflek alami tubuhku ketika mendapat serangan." Stella berusaha menjelaskan situasinya.
Kemudian gadis itu berlutut, dan dengan iba menyentuh perut pria itu, "sakit sekali yah?"
Alex bersungut sungut, kemudian bangkit berdiri "Iya, sakit sekali, aku yakin musuhmu akan langsung roboh setelah merasakan ini,"
Stella hanya menunduk karena merasa bersalah, "maaf ... " ucapnya sekali lagi.
"Kamu Stella kan?" pria itu menebak.
"Kok tahu namaku?" Tanya Stella terkejut.
"Aku kan juga sudah sebulan tinggal di asrama ini, dan aku sudah hafal seluruh penghuni asrama, termasuk kamu," Alex masih mengelus perutnya yang sakit, bedanya kali ini dia mengangkat kausnya hingga menampakkan perutnya yang rata, ternyata bekas sodokan Stella berakhir memar di perutnya.
Stella yang melihat hal itu, segera menurunkan ranselnya, kemudian merogoh merogoh mencari sesuatu, tak lama dia mengeluarkan kantong kresek, dan mengambil selembar koyo yang baru saja ia beli di apotik ketika perjalanan kembali ke asrama.
"Maaf kalau tidak keberatan, aku akan menempelkan ini, aku juga sering mengalami memar ketika berlatih atau bertanding, dan akan membaik setelah menggunakan koyo ini" Stella menjelaskan.
Dan Alex mengangguk begitu saja.
"Ngomong ngomong, aku Alex, kapten tim basket," Pria itu memperkenalkan diri di sela sela kegiatan Stella menempelkan koyo di perutnya.
Stella pun mengulurkan tangannya, "Stella, dari tim Taekwondo." Alex pun menyambut uluran tangan tersebut.
"Ngomong ngomong kamu kelas berapa?" Tanya Stella.
"Kelas 3."
Alex menjawab santai.
Kedua mata Stella membola, kedua telapak tangannya menutup mulutnya yang otomatis terbuka, "OMG ... maaf kak, aku gak tahu," Stella meminta maaf dengan perasaan malu dan rasa bersalah yang luar biasa.
"Gak papa, santai aja, namanya juga baru kenalan," Alex menanggapinya dengan senyum. "Ayo aku tunjukkan, jalan pintas sekaligus titik buta masuk ke asrama."
Dengan patuh Stella mengikuti langkah Alex, menuju ke selatan gedung asrama, dan benar saja, pagar disana terlihat mudah untuk di panjat, "bisa memanjat kan?" tanya Alex.
Stella mengangguk, "Bisa kak, ini cukup mudah," Stella melemparkan ranselnya ke sisi dalam pagar, kemudian mengambil beberapa langkah mundur, dan dengan tiga langkah cepat, Stella dengan tubuh rampingnya, mampu memanjat pagar, dan turun dengan sempurna.
Hal itu cukup membuat Alex terbelalak kaget, belum pernah ia menyaksikan gerakan lompat pagar segesit itu, apalagi di lakukan oleh seorang gadis, namun Alex tak punya banyak waktu untuk berpikir, dia pun dengan segera memanjat dan berhasil turun dengan aman.
Nafas keduanya turun naik tek beraturan, namun senyuman bahagia tergambar dengan jelas.
Tiba tiba.
"Siapa di sana?"
Nampaknya seorang security tengah berkeliling memeriksa keadaan, dengan cepat Alex mendorong tubuh Stella ke gudang di dekat pagar, agar mereka terlindung.
Meooooong ... meoooong ... meooooong ...
terdengar suara kucing bersahutan, "Aaaahhh kucing rupanya, kirain ada apa," gerutu security tersebut.
Kemudian terdengar langkah kaki yang kian menjauh, Alex dan Stella yang semula menahan nafas kini mulai bernafas lega, kembali mereka tertawa cekikikan.
"Thanks ya Kak?" ucap Stella.
"Hmmm ... " Alex menjawab singkat, "Lain Kali kalau mau kabur, bilang aja, aku temenin, sekalian aku juga keluar."
Stella nampak berpikir sejenak, "Baiklah, tapi sepertinya dalam waktu dekat aku belom ada rencana keluar sih," Jawab Stella.
"Tak masalah, kapanpun kamu butuh bantuan atau partner untuk kabur, aku siap membantu," Alex mengerlingkan matanya.
Stella hanya menanggapi nya dengan senyuman, mereka pun berpisah menuju kamar masing masing, setelah sebelumnya bertukar nomor ponsel.
Stella tersadar dari lamunannya, ketika mendengar suara mobil memasuki Halaman rumah nya, rumah yang ia tempati, setelah menikah dengan Alex.
Buru buru ia berjalan ke arah pintu dan membukanya, benar saja suaminya kini tengah di papah oleh Dimas, asisten sekaligus sopir ketika Alex sedang mabuk.
"Maaf Nyonya, tadi saya sudah berusaha melarang Tuan untuk minum, tapi Tuan tidak menghiraukan larangan saya," Dimas meminta maaf pada istri tuannya tersebut.
Tanpa bicara, Stella mengambil alih tubuh Alex yang bahkan sudah tak mampu berdiri sendiri, Kemudian memapahnya.
"Biar saya saja nyonya," Dimas tampak iba melihat tubuh ramping Stella yang nampak kewalahan memapah Alex yang memiliki postur tubuh lebih tinggi dan gagah.
"Ga papa, kamu pulanglah, ini sudah malam, bawa saja mobil tuan, besok pagi pagi kemarilah sebelum kekantor," perintah Stella pada asisten suaminya tersebut.
"Baik nyonya, selamat malam," Dimas pun pamit.
"Hati hati Dimas," Dimas mengangguk dan berlalu pergi.
Butuh tenaga Ekstra untuk membawa Alex menuju kamar mereka, syukurlah kamar mereka bukan berada di lantai 2, jadi dengan mudah Stella membantu Alex berjalan menuju ke kamar.
Sesampai nya di tempat tidur, Stella kesulitan memposisikan dirinya, Dan tubuh mungilnya pun terhimpit dibawah tubuh Alex.
Tak disangka, Alex tiba tiba membuka mata, tanpa bicara dia mencium bibir Stella, dan Stella hanya bisa pasrah manakala Alex mulai mempermainkan lidahnya di sana, Stella dapat merasakan pahit dari alkohol yang di minum suaminya tersebut, namun sebisa mungkin dia mencoba memberikan apa yang di inginkan suaminya.
Setelah beberapa saat, mereka pun saling melepaskan Hasrat, setelah Lebih dari 2 minggu pria itu tak menyentuhnya, karena selalu pulang dalam kondisi mabuk.
Stella termenung menatap langit langit kamar, sementara Alex sudah tertidur lelap setelah aktivitas mereka beberapa saat lalu, lengan pria itu memeluk erat pinggangnya, "Kak ... apa sebenarnya yang sedang terjadi, kenapa kakak tiba tiba berubah begini," Stella berucap lirih, telapak tangannya membelai lembut pipi suaminya tersebut, terlihat jelas guratan lelah disana.
Suara tangisan membuyarkan lamunan Stella, pelan pelan dia melepaskan pelukan suaminya, dan berjalan kekamar mandi sebelum menghampiri putranya.
Sesampainya di sana Kevin sudah duduk dan menanti kehadirannya, "Sayang bayi nya mommy, haus?" Bayi berusia 12 bulan itu pun mendesak masuk kepelukan sang mommy, dengan sabar Stella memberikan Asi nya, diusapnya kepala putranya tersebut, tak lama ia pun ikut terlelap bersama Kevin putra sulungnya.