NovelToon NovelToon
Istri Yang Disia Siakan

Istri Yang Disia Siakan

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / Ibu Mertua Kejam
Popularitas:17k
Nilai: 5
Nama Author: SOPYAN KAMALGrab

"mas belikan hp buat amira mas dia butuh mas buat belajar" pinta Anita yang ntah sudah berapa kali dia meminta
"tidak ada Nita, udah pake hp kamu aja sih" jawab Arman sambil membuka sepatunya
"hp ku kamarenya rusak, jadi dia ga bisa ikut zoom meating mas" sanggah Nita kesal sekali dia
"udah ah mas capek, baru pulang kerja udah di sodorin banyak permintaan" jawab Arman sambil melangkahkan kaki ke dalam rumah
"om Arman makasih ya hp nya bagus" ucap Salma keponakan Arman
hati Anita tersa tersayat sayat sembilu bagaimana mungkin Arman bisa membelikan Salma hp anak yang usia baru 10 tahun dan kedudukannya adalah keponakan dia, sedangkan Amira anaknya sendiri tidak ia belikan
"mas!!!" pekik Anita meminta penjelasan

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SOPYAN KAMALGrab, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BIANKA KE RUMAH ARMAN

Arman melangkah masuk ke rumah dengan hati berdebar. Bianka berjalan di sampingnya, penuh percaya diri. Di setiap langkah, kakinya terasa semakin berat. Ia bisa merasakan keringat dingin mulai mengalir di pelipisnya.

Di dalam kepalanya, ia membayangkan skenario terburuk. Anita yang marah besar, mencengkeram kerah bajunya, lalu membantingnya seperti dulu. Ia ingat betul kekuatan Anita bukan main-main. Bahkan seorang pria dewasa sepertinya tak mampu menandingi tenaga wanita itu.

Dari depan gerbang, Anita sudah terlihat. Berdiri tegap dengan tatapan sulit ditebak. Jantung Arman berdetak semakin cepat. Ingin rasanya ia memutar balik, kembali ke kantor, atau pergi ke tempat lain saja. Tapi semua sudah terlambat.

"Mas, ini kan permintaan Ibu," bisik Bianka sambil tersenyum, mengingatkan Arman bahwa semua ini bukan idenya, tapi keinginan Laksmi.

Langkah Arman terhenti di depan Anita. Tubuhnya menegang, menunggu ledakan emosi dari istrinya. Tapi yang terjadi justru di luar dugaan.

Anita tersenyum lembut. Ia meraih tangan Arman, lalu menciumnya dengan penuh hormat. Setelah itu, ia berjongkok, membuka sepatu Arman dengan telaten, lalu meletakkannya di rak sepatu seperti biasa.

Arman terpaku.

Bianka mengernyit. Ini bukan reaksi yang ia harapkan. Seharusnya Anita marah, seharusnya ada teriakan, atau paling tidak, tatapan tajam penuh kebencian. Tapi wanita itu justru bersikap seolah tidak terjadi apa-apa.

Tanpa menoleh sedikit pun ke arah Bianka, Anita menuntun Arman masuk ke dalam rumah. Seolah-olah hanya ada mereka berdua. Seolah-olah Bianka tak pernah ada di sana.

Bianka mengepalkan tangan. Ia tidak suka ini. Ia ingin melihat Anita hancur, ingin melihat perempuan itu tersulut emosi. Tapi yang didapatinya malah sikap tenang yang justru membuatnya semakin kesal.

Di ruang tamu, Laksmi sudah menunggu dengan senyum lebar.

"Aduh, Bianka, ayo duduk, Nak! Jangan sungkan, anggap rumah sendiri!" sambut Laksmi hangat, bertolak belakang dengan sikap Anita yang seolah tak menganggap keberadaannya.

Anita menggandeng tangan Arman, membawanya ke kamar mereka.

"Ayo, Mas. Pasti capek, kan?" katanya pelan.

Arman tak bisa berkata apa-apa. Langkahnya terasa berat, tapi tubuhnya mengikuti Anita begitu saja.

Begitu masuk ke kamar, matanya langsung tertuju pada sesuatu yang tak pernah ia duga.

Di atas tempat tidur, sudah ada baju ganti yang rapi. Bajunya sendiri, yang paling nyaman ia kenakan di rumah.

Di atas meja kecil di samping tempat tidur, ada segelas minuman kesukaannya. Es teh manis, dengan jumlah es batu yang pas, persis seperti yang ia suka.

Arman terpaku.

Apa ini?

Anita bukan hanya bersikap tenang, tapi juga tetap memperlakukannya seperti suami yang dicintai dan dihormati.

"Mas mandi dulu, ya. Pasti lelah."

Arman menoleh. Anita tersenyum lembut, matanya hangat, tidak ada kebencian, tidak ada amarah.

Arman berjalan menuju kamar mandi dengan kaki yang terasa goyah. Saat membuka pintu, ia kembali terkejut.

Kamar mandi bersih, wangi, dengan air hangat yang sudah tersedia di ember. Handuk favoritnya tergantung rapi, sabunnya juga sudah disiapkan di tempat biasa.

Ia menelan ludah.

Ini seperti jebakan.

Apa Anita benar-benar tidak marah? Atau ini cara lain untuk menghancurkannya?

Di dalam hati, Arman semakin gelisah.

Haruskah ia benar-benar meninggalkan wanita ini?

Arman berdiri mematung di depan cermin kamar mandi. Wajahnya terasa panas, bukan karena uap air yang mengepul, tetapi karena pikirannya penuh dengan kebingungan.

Di luar, suara Anita masih terdengar. Nada suaranya tetap lembut, tidak ada kemarahan atau kekecewaan yang ia bayangkan. Tidak ada bentakan atau amukan seperti yang ia takutkan sejak tadi.

Arman menatap bayangannya sendiri. Dadanya terasa sesak.

Ia sudah menikah dengan Anita selama 16 tahun. Anita yang selalu ada untuknya, yang rela berhemat, yang mengorbankan dirinya demi keluarga. Ia ingat betul bagaimana istrinya selalu mencari cara agar uang yang sedikit itu cukup untuk semua orang di rumah ini, bahkan saat ibunya mengambil seluruh gajinya.

Tapi sekarang, ia membawa wanita lain ke rumah.

Bianka memang cantik, perhatian, dan selalu ada saat ia butuh tempat bercerita. Tapi apakah itu cukup untuk membenarkan apa yang sedang terjadi? Apakah ia benar-benar ingin menghancurkan segalanya demi seorang wanita yang baru ia kenal beberapa bulan?

Arman membasuh wajahnya dengan air hangat, mencoba menghapus kebingungan yang semakin menyesakkan dada.

Ia keluar dari kamar mandi dengan langkah ragu.

Anita masih duduk di tepi tempat tidur, menunggunya. Tatapan wanita itu lembut, seperti biasa.

"Mas pasti capek. Aku udah siapkan makan malam," suaranya terdengar pelan, tapi cukup jelas di telinga Arman.

Ia tidak sanggup menatap istrinya langsung. Ada sesuatu yang berat dalam hatinya, sesuatu yang membuatnya ingin lari.

""brak..Brak" Pintu kamar digedor dengan kasar.

"Arman! Kamu ngapain lama banget di dalam?! Tamu kamu di luar, kamu malah di kamar!"

Arman menatap Anita. Dadanya berdebar, tapi wajah istrinya tetap tenang. Tidak ada kemarahan, tidak ada kekecewaan, bahkan tidak ada tanda-tanda kalau Anita terganggu dengan suara ibunya.

"Lama banget, Man" suara Laksmi terdengar lagi, lebih keras. "Jangan bikin malu keluarga!"

Arman menarik napas dalam-dalam, berusaha mengumpulkan keberanian sebelum melangkah keluar kamar. Anita berjalan di belakangnya, mengikuti tanpa ekspresi.

Di ruang tamu, Bianka sudah duduk dengan wajah kesal. Tatapannya penuh amarah, seperti tidak terima dengan apa yang baru saja terjadi. Dewi juga tampak sama.

Laksmi menatap Arman tajam.

"Arman, Ibu tak mengajarkan kamu tidak menghormati tamu."

"Iya, Bu. Aku minta maaf."

Laksmi melirik tajam ke arah Anita.

"Kamu lagi, Anita! Udah tahu ada tamu, kenapa kamu malah bawa Arman ke kamar?!"

"Bu, jangan salahkan Anita," suara Arman terdengar lemah.

Laksmi mendengus. "Sudah, lupakan. Sini temani Bianka makan. Ini lihat, Bianka bawa makanan enak. Nggak kayak istri kamu, bisanya pakai uang kamu aja."

Arman mengepalkan tangannya, tapi tidak berani membantah.

"Iya, tapi Nita kan istri aku, Bu. Wajar dia pakai uang aku."

"Arman!" nada suara Laksmi meninggi.

Semua orang menunggu reaksi Anita.

Tapi Anita tetap tenang. Bahkan, tanpa ragu, ia meraih tangan Arman dan menggenggamnya erat, seperti seorang istri yang sedang bermanja pada suaminya.

Semua mata menatap mereka.

"Anita, lepaskan tanganmu dari Arman!" suara Laksmi terdengar tajam.

"Kenapa, Bu?" Anita bertanya santai.

"Enggak sopan! Kamu enggak menghargai tamu, ha?!"

Anita tersenyum tipis. "Aku memegang tangan suamiku, Bu. Bukan suami orang lain. Di mana letak kesalahanku?"

Bianka tersentak.

Dewi melirik ibunya, mengharapkan ada pembelaan.

Tapi kali ini, Laksmi terdiam.

Anita tetap menggenggam tangan Arman, tidak sedikit pun melepaskannya.

Bianka merasa seperti disindir, seperti dirinya yang salah. Ia tidak menyangka Anita akan bersikap seperti ini. Harusnya Anita marah, harusnya Anita merasa terancam, tapi yang ia lihat justru ketenangan yang menyesakkan.

1
Retno Harningsih
up
Irma Minul
luar biasa 👍👍👍
Innara Maulida
rasain dasar laki gak punya pendirian
💗 AR Althafunisa 💗
Lagian ada ya seorang ibu begitu 🥲
💗 AR Althafunisa 💗
Lanjut ka...
Soraya
Ridha thor rida
Nina Saja
bagus
💗 AR Althafunisa 💗
Laki-laki tidak punya pendirian akan terombang ambing 😌
Amora
awas ... nanti nyesel sejuta kali bukan 💯 kali nyesel . 😏😒
Innara Maulida
sudah lah Anita ngapain kamu pertahan kan laki kaya si Arman tingal kamu aja yg gugat dia...
💗 AR Althafunisa 💗
Lanjuttt...
💗 AR Althafunisa 💗
Luar biasa
Soraya
jangan kebanyakan kata kata yang diulang thor
Lestari: loh thor bukan nya bapak Arman masih ada yang namanya goni kalau gak salah ko jadi Handoko udah meninggal pula
total 1 replies
Soraya
klo gajih Arman sepuluh juta trus larinya kmn
Soraya
terlalu banyak pengulangan kata thor
💗 AR Althafunisa 💗
Kalau kagak pergi dari tuh suami, istrinya bodoh. Mending cerai punya laki pedit medit tinggal sendiri ngontrak sama anaknya. Ketahuan udah bisa menghasilkan duit sendiri walau ga banyak tapi mental aman.
Soraya
lah jadi arman beli baju buat bianka 🤔
Soraya
lalu buat siapa baju gamis yg Arman beli
Saad Kusumo Saksono SH
bagus, bisa menjadi pendidikan buat pasutri
Soraya
mampir thor, jadilah istri yg cerdik dan pintar jgn bodoh
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!