Karena pengkhianatan yang dilakukan oleh kekasihnya, Bumi terlempar ke dunia penyihir, tempat dimana kekuatan sangat di perlukan untuk bertahan hidup.
Bumi diangkat menjadi anak seorang penyihir wanita paling berbakat era itu. Hidupnya mulai mengalami perubahan, berpetualang menantang maut dan berperang.
Meski semuanya tak lagi sama, Bumi masih menyimpan nama kekasihnya dalam hatinya, dia bertekad suatu hari nanti akan kembali dan meminta penjelasan.
Namun, gejolak besar yang terjadi di dunia penyihir membuat semuanya menjadi rumit. Masih banyak rahasia yang di simpan rapat, kabut misteri yang menyelimuti Bumi enggan menghilang. Lantas saat semuanya benar-benar tidak terkendali, masih adakah setitik harapan yang bisa diraih?
*
cerita ini murni ide author, jika ada kesamaan nama tokoh dan tempat itu hanyalah fiktif belaka.
ig: @aca_0325
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mapple_Aurora, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20
Tiga hari.
Bumi membutuhkan tiga hari untuk benar-benar pulih dari luka dalamnya. Dia di rawat di ruang perawatan akademi, jika di tempat asalnya bisa dikatakan sebagai UKS. Sebenarnya disini juga ada namanya, tapi Bumi tidak bisa mengingatnya dan berakhir dengan mengabaikannya. Lagipula Bumi tidak ingin menghabiskan waktu untuk memikirkan nama yang tidak bisa ia ingat sama sekali.
"Hei, Bumi!"
Baru saja kakinya melewati ambang pintu dan berhenti diluar ruang perawatan, satu suara akrab menyapanya. Bumi menatap lurus, Zavion berdiri di depannya membawa keranjang berisi buah. Tidak hanya Zavion, Alpha dan Ivander pun datang.
"Kenapa kalian disini? Tidak belajar?"Tanya Bumi heran. Seingatnya, Bonita mengatakan kegiatan belajar sudah dimulai kemarin pagi, berlanjut hingga matahari terbenam.
" Ini jam istirahat. Kami diperbolehkan datang kesini."Ivander menjelaskan, dia merangkul bahu Bumi akrab seolah mereka sudah kenal bertahun-tahun.
"Lihat! Aku membawakan mu apel biru berkualitas tinggi yang hanya di jual satu bulan sekali di kantin." Zavion mengangkat tinggi keranjang buah, seperti biasa dia selalu menebarkan senyum ceria.
Bumi mengikuti ketiganya berjalan ke asrama pria. Dia akan masuk kelas mulai besok, jadi hari ini dia masih bisa melanjutkan istirahat di kamar asrama.
"Untukmu."Zavion meletakkan keranjang buah di depan perut Bumi, membuat langkahnya seketika terhenti.
"Terimakasih,"Bumi mengambilnya seraya tersenyum.
Keempatnya berjalan bersama ke asrama pria. Bumi sedikit heran saat ia lewat banyak yang memperhatikannya, baik secara terang-terangan maupun secara diam-diam.
"Mereka kenapa?"Tanya Bumi mulai risih.
"Nikmati saja, bro. Kau menjadi populer sejak mereka tahu kau orang yang selamat dari racun Hunter." Ivander menjelaskan dengan santai, sesekali menganggukkan kepala pada orang-orang yang melihat. Ikut menikmati kepopuleran mendadak temannya.
"Apakah selamat dari racun Hunter adalah sesuatu yang luar biasa?" Bumi tidak melihat adanya keistimewaan dari itu. Racun itu sangat menyakitkan, jika bisa dipilih Bumi tidak ingin lagi merasakan sakitnya terkena racun tersebut.
" Selama ratusan tahun tidak ada yang selamat dari racun Hunter, khususnya racun dari kukunya. Kau berhasil selamat dan sembuh dalam waktu singkat, bukankah itu luar biasa?" Kata Alpha menaikan sebelah alisnya.
"Lupakan. Ada yang lebih penting dari itu," Bumi tidak tertarik memperpanjang pembahasan mengenai Hunter yang telah mereka bunuh.
" Apakah ada berita dari luar akademi?"Tanya Bumi, pertemuan dengan Hunter masih sangat mengganggu pikirannya. Keberadaan Hunter di lembah es bukanlah kebetulan semata, ada rencana rahasia yang sedang mereka jalankan.
Ketiganya menggeleng. Alpha melirik sekilas dan berkata, "Satu-satunya kekurangan tempat ini kita tidak akan bisa mendapatkan berita apapun dari luar. Kita baru bisa mendapatkannya setelah keluar dari sini, akan ada liburan sekali enam bulan."
" Kenapa akademi begitu tertutup?"Tanya Bumi.
Asrama putera sudah terlihat, hanya perlu terus berjalan lurus akan langsung sampai di depan gerbang asrama.
" Kau bisa menanyakan itu kepada pak Abraham. Aku yakin dia mengetahui semuanya, termasuk jawaban dari pertanyaan itu."Zavion memberi saran yang masuk akal.
Walaupun masuk akal, tentu Bumi tidak akan pergi menemui kepala akademi hanya untuk menanyakan itu.
"Bumi Caeruleus?" Penjaga asrama yang memakai jubah hitam panjang bertanya ketika keempat murid tahun pertama itu datang. Mata tajamnya menelisik penampilan Bumi.
"Iya, itu namaku."kata Bumi mengangguk sopan.
" Aku lion, kepala penjaga asrama putra. Silahkan masuk, kau menempati kamar 309. Bertemanlah dengan anak-anak yang menempati kamar itu." Kata Lion, pria itu membuka lebar gerbang.
"Terimakasih, paman-"
"Lion saja." Penjaga itu menggeleng cepat, dia berkata pelan dengan jenaka, "Aku belum setua itu untuk dipanggil paman. Lagipula semua murid disini memanggilku Lion."
" Ya, tentu...lion." Bumi agak tergagap menyebut langsung nama orang yang lebih tua darinya. Jika di desa Laskar merah dia berani memanggil orang yang lebih tua dengan nama saja tanpa embel-embel apapun, dia pasti yang akan tinggal nama.
Bumi cepat-cepat menyusul teman-temannya yang sudah lebih dahulu masuk. Lion mengamatinya dengan tatapan yang sulit di artikan.
"Dia benar-benar memiliki semuanya."gumam Lion tidak mengalihkan pandangannya sampai punggung Bumi hilang di telan lorong panjang asrama dan tonggak-tonggak tingginya.
Dengan di bantu Alpha yang satu kamar dengan Bumi, dia tidak kesulitan sama sekali menemukan kamar 309.
" Baru kali ini Lion mau mengeluarkan suara," kata Zavion.
"Apakah biasanya dia hanya diam?"Tanya Alpha sembari membuka pintu di depannya. Beberapa hari lalu saat datang ke asrama ini, ada beberapa penjaga yang menjelaskan dan Lion tidak bergabung bersama mereka.
"Benar. selama ini Lion cuma diam saja bahkan ketika anak-anak lain mengejeknya. Bukankah Bumi sangat luar biasa berhasil membuatnya mengeluarkan suara."kata Zavion berjalan mendahului mereka, sebagai orang yang selalu mengutamakan gosip lebih dari apapun tentu dia tahu banyak tentang akademi.
" Sudahlah, aku hanya beruntung ."Bumi tidak suka di puji seperti itu, dia merasa aneh dan tidak nyaman.
" Aku setuju dengan, Zavion."kata Ivander merangkul bahu Zavion, lalu keduanya tertawa.
"Kenapa mereka bisa berteman?"Tanya Bumi menoleh pada Alpha.
" Terjadi begitu saja. Kau kan tahu, Zavion mengenal semua orang. Dia bahkan langsung menyatakan cinta pada salah satu kakak kelas tahun ketiga." Jawab Alpha, dia menunjuk ke tempat tidur paling ujung, "itu tempat tidurmu."
Bumi berjalan kesana dan duduk diatas tempat tidur. Bumi menatap heran baju-bajunya yang sudah ada disamping tempat tidur, padahal kemarin masih di asrama sementara.
"Lion yang membawanya kesini,"ujar Alpha menyadari tatapan penuh tanya Bumi.
" Sebentar lagi kelas selanjutnya akan dimulai. Ayo pergi!"Ajak Zavion mengingat mereka sudah cukup lama pergi. Ivander dan Alpha mengangguk, mereka segera pergi.
" Sampai jumpa, Bumi."Zavion melambaikan tangan sebelum keluar, senyum ceria tidak pernah luntur dari wajahnya.
Bumi hanya menggeleng samar. Pintu ditutup dan sekarang hanya Bumi sendirian disini. Matanya mengamati ke sekeliling kamar itu, tempat tidur dengan berbagai macam bentuk mengusik matanya.
Kamar ini ditempati oleh lima orang. Bumi hanya mengenal Alpha, dia berharap yang lainnya bukanlah orang angkuh yang suka menebarkan permusuhan.
Saat hendak merebahkan badannya, Bumi melihat sebuah surat menyembul dari bawah bantal. Tangannya menariknya keluar dan membukanya tergesa-gesa.
...Untuk Bumi filius Caeruleus,...
...Kami mengundangmu ke pertemuan rahasia Silentium di belakang rumah kaca. Harap di rahasiakan kedatanganmu....
Bukan sekedar surat biasa, kertas itu adalah undangan rahasia. Tapi, siapa yang mengundang? kenapa dia tidak menyebutkan namanya? apakah Silentium adalah sebuah organisasi rahasia?
Untuk mengetahui jawaban dari pertanyaan-pertanyaan itu Bumi harus menghadiri undangan tersebut. Dia akan datang dan akan memberi penilaiannya sendiri. Jika hanya sekedar kelompok tidak jelas, Bumi tidak akan datang lagi lain kali.
***
Like, komen dan vote