NovelToon NovelToon
AIRILIA

AIRILIA

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Duniahiburan / Mengubah Takdir / Identitas Tersembunyi
Popularitas:3k
Nilai: 5
Nama Author: Irla26

Airilia hidup dalam keterbatasan bersama ibunya, Sumi, yang bekerja sebagai buruh cuci. Ayahnya meninggal sejak ia berusia satu minggu. Ia memiliki kakak bernama Aluna, seorang mahasiswa di Banjar.

Suatu hari, Airilia terkejut mengetahui ibunya menderita kanker darah. Bingung mencari uang untuk biaya pengobatan, ia pergi ke Banjar menemui Aluna. Namun, bukannya membantu, Aluna justru mengungkap rahasia mengejutkan—Airilia bukan adik kandungnya.

"Kamu anak dari perempuan yang merebut ayahku!" ujar Aluna dingin.

Ia menuntut Airilia membiayai pengobatan Sumi sebagai balas budi, meninggalkan Airilia dalam keterpurukan dan kebingungan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irla26, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 17. Mencari Alamat Rumah Aluna

Sesampainya di rumah, Airilia segera mengambil tas dan memasukkan beberapa helai pakaian. Ia juga memecahkan celengan yang telah ia tabung selama tiga tahun terakhir.

"Lumayan, ada satu juta. Bisa untuk beli obat ibu dan ongkos ke rumah Kak Luna," gumamnya sambil memasukkan uang ke dalam tas dan sebagian ke saku celana.

Setelah memastikan semuanya siap, Airilia mengunci pintu rumahnya dan berjalan menuju rumah tetangganya, Bibi Asih. Di teras rumah, ia melihat Asih sedang menyapu halaman.

"Bibi Asih," panggilnya.

Asih menoleh dan tersenyum melihat Airilia berdiri di halaman dengan tas di pundaknya.

"Lia, ada apa?" tanyanya lembut.

"Bibi, bisa tolong telepon Kak Luna? Aku mau minta alamat rumahnya," pinta Airilia penuh harap.

Asih mengangguk. "Sebentar, Bibi coba hubungi Aluna dulu." Ia pun masuk ke dalam rumah.

Beberapa menit kemudian, Asih keluar lagi sambil membawa ponselnya dengan wajah sedikit bingung.

"Lia, sepertinya Aluna mengganti nomor ponselnya. Sudah beberapa kali Bibi telepon, tapi tidak diangkat."

Mendengar itu, raut wajah Airilia berubah kecewa. Ia benar-benar tidak tahu harus ke mana mencari alamat rumah Aluna. Asih yang memperhatikan gelagat Airilia langsung mendapat ide.

"Lia, coba kamu ke rumah Renata. Mungkin dia tahu alamat Aluna."

Mata Airilia kembali berbinar. Ia masih punya harapan. "Terima kasih, Bibi!" katanya sebelum bergegas pergi.

---

Pencarian Aluna

Airilia berdiri di depan rumah Renata dan mengetuk pintu beberapa kali.

"Tok, tok, tok..."

"Assalamualaikum."

Tak lama, pintu terbuka. Seorang perempuan berambut sebahu muncul.

"Eh, Lia! Masuk dulu," ujar Renata ramah.

"Aku di sini aja, Kak. Aku buru-buru mau ke rumah sakit," jawab Airilia cepat.

Renata mengernyitkan dahi. "Ada apa, Lia?"

"Kak, tolong telepon Kak Luna. Aku mau minta alamat rumahnya. Ibu tadi demam dan terus memanggil nama Kak Luna."

Renata mengangguk. "Sebentar ya, aku coba hubungi Aluna dulu. Kamu duduk dulu aja."

Renata masuk ke dalam kamarnya. Lima menit kemudian, ia keluar lagi sambil membawa secarik kertas.

"Ini alamat rumah Aluna," katanya sambil menyerahkan kertas itu.

Airilia tersenyum lega. "Terima kasih, Kak!"

"Tunggu, kamu mau minta bantuan apa tadi?"

"Besok, aku mau ke rumah Kak Luna. Apa Mbak Ijah bisa menemani ibu di rumah sakit selama aku pergi?"

Renata berpikir sejenak. "Bentar, ya, aku panggil ibu dulu."

Tak lama, Renata kembali bersama ibunya, Mbak Ijah.

"Bisa, jam berapa kamu berangkat?" tanya Ijah.

"Sekitar jam enam pagi. Kalau tidak ada halangan, setelah ashar aku sudah pulang."

"Kebetulan besok saya dan Mbak Asih memang berencana menjenguk ibumu," jawab Ijah.

Airilia tersenyum lega. "Terima kasih banyak! Kalau begitu, aku pamit dulu. Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam," sahut Renata dan Ijah bersamaan.

---

Di Rumah Sakit

Airilia baru saja sampai di depan ruang rawat Sumi. Ia melihat ibunya bersandar di tempat tidur, menatap kosong ke luar jendela.

"Ibu..." panggilnya lirih.

Sumi menoleh dan tersenyum. "Lia, kamu sudah pulang. Bagaimana ujianmu?"

"Ibu, bagaimana keadaan ibu? Apakah demamnya sudah turun?" tanyanya khawatir.

Sumi mengangguk. "Sudah lebih baik."

Mata Sumi kemudian menangkap tas di pundak Airilia dan plastik hitam di tangannya. "Lia, kamu bawa tas, untuk apa?"

Airilia terdiam sesaat. "Kalau aku bilang jujur, pasti ibu tidak akan mengizinkan aku pergi menemui Kak Luna," batinnya.

"Hmm... aku bawa buku untuk belajar. Besok aku masih ujian," jawabnya akhirnya.

Sumi mengangguk bangga. "Anak ibu memang rajin," katanya sambil mengusap kepala Airilia.

Tiba-tiba, Sumi mengubah topik pembicaraan. "Lia, ibu bosan di sini. Ibu ingin pulang. Bisakah kamu tanyakan pada dokter kapan ibu bisa keluar dari rumah sakit?"

"Sebentar, Bu. Aku cari Dokter Sila dulu."

Airilia berjalan menyusuri lorong rumah sakit hingga menemukan Dokter Sila yang baru keluar dari ruang pasien lain.

"Dokter Sila!" panggilnya.

Dokter Sila menoleh. "Ada yang bisa saya bantu?"

"Dok, ibu saya ingin pulang. Apakah besok sudah diperbolehkan?"

Dokter Sila menatapnya sejenak sebelum berkata, "Lia, bisakah kita bicara sebentar?" Ia menunjuk bangku kosong di taman rumah sakit.

Airilia merasa sedikit gugup, tapi ia mengangguk dan mengikuti Dokter Sila ke taman.

---

Di Tempat Lain, Aluna...

Di sebuah rumah mewah di Banjar, Aluna baru saja bangun tidur. Ia melihat jam di ponselnya—pukul lima sore. Dengan malas, ia membuka aplikasi pesan antar makanan, mencari sesuatu untuk dimakan.

Saat sedang scrolling, matanya tiba-tiba menangkap sebuah Insta Story milik Dinda. Foto itu memperlihatkan Reza sedang menemani Dinda ke dokter kandungan.

Wajah Aluna langsung memerah. Ia merasa marah sekaligus cemburu.

"Mas Reza lebih perhatian sama Dinda daripada aku... Anak dalam kandungan Dinda harus disingkirkan. Aku tidak mau dia menjadi penghalang untukku dan anakku!" batinnya penuh amarah, tangannya meremas sprei dengan kuat.

Kesal, Aluna bangkit dan keluar dari kamarnya. Ia berjalan ke ruang tamu dan duduk di sofa dengan wajah cemberut. Ponselnya berdering, menampilkan nama Renata di layar.

"Halo, ada apa, Ren?"

"Kamu di mana sekarang?"

"Aku di Banjar lah. Mau di mana lagi?" jawab Aluna malas.

"Maksudku, kamu masih di kost atau sudah pindah?"

"Ren, aku sudah menikah. Mana mungkin aku masih ngekost sementara suamiku kaya raya?"

"Jadi, kamu tinggal di mana sekarang?"

"Di Jalan Ahmad Yani nomor 26. Rumah cat biru."

"Thanks."

Aluna mengernyit. "Ren, kenapa kamu tanya alamat aku? Jangan-jangan kamu kangen sama aku karena ditinggal ngekost?"

"Apaan sih? Jangan lebay, deh. Btw, kamu tahu nggak kalau ibumu sedang dirawat di rumah sakit?"

Ekspresi Aluna berubah. "Nggak tahu. Paling juga cuma demam biasa."

"Kamu nggak mau jenguk?"

"Aku baru sampai di sini. Nggak mungkin langsung pulang lagi."

"Cuma tiga jam perjalanan, Aluna. Lagipula, Airilia butuh kamu. Besok dia sekolah, siapa yang akan menjaga ibumu selain kamu?"

Aluna mendengus. "Ren, aku ini hamil tiga bulan. Aku takut keguguran kalau perjalanan jauh."

Terdengar suara napas berat dari seberang. "Terserah deh. Aku telepon lagi nanti. Bye."

Panggilan berakhir.

Aluna meletakkan ponselnya dengan kasar. Ia tidak peduli dengan semua itu. Saat ini, pikirannya hanya terpusat pada satu hal—Reza dan anak dalam kandungan Dinda.

Bersambung...

1
rania
Kasihan Dinda, peluk jauh🥺🥺
R-man
cerita nya menarik !!
Maximilian Jenius
Wah, gak sabar nunggu kelanjutan ceritanya, thor! 😍
Madison UwU
Menyentuh
indah 110
Tolong update cepat, jangan biarkan aku mati penasaran 😩
Farldetenc: Ada karya menarik nih, IT’S MY DEVIAN, sudah End 😵 by farldetenc
Izin yaa
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!