Wanita Warisan Kakak

Sembari menikmati sesuap demi sesuap roti, Zevana memikirkan hubungannya dengan Rayhan kedepannya. Suaminya itu sudah merenggut apa yang selama ini Ia jaga. Zevana menggelengkan kepalanya kekanan dan kekiri beberapa kali. Ahh tidak, dirinya harus melupakan apa yang terjadi semalam.

Waktu terus bergulir, tak terasa sore pun tiba. Zevana menatap dua ponsel di atas nakas. Satu berlogo apel yang sudah dimakan separuh dan yang satunya lagi ponsel flip keluaran terbaru berwarna purple yang selalu Ia bawa saat dinas di rumkit.

Ponsel berlogo apel dimakan separuh itu sedari tadi sudah berdering berkali-kali. Belum ada niatan Zevana untuk melihatnya. Sedangkan ponsel flipnya masih anteng tak bersuara, karena Zevana sengaja mematikannya.

Kini Zevana menarik tubuhnya ke sofa, diraihnya laptop kesayangan. Tangannya dengan gesit membuka e-mail. Begitu banyak e-mail yang menumpuk dan semua dari penerbit. Ahh, buku barunya akan segera di terbitkan.

Mata Zevana beralih pada rak yang berisi buku-buku. Buku-buku itu adalah karyanya, tidak tertulis nama Zevana disana. Namun, begitu banyak penggemarnya. Mereka bahkan meminta jumpa fans, tetapi selalu Zevana tolak. Hal itu juga yang membuat para fans penasaran dengan sosok "Willie Salim". Yah itu adalah nama samaran yang Zevana pakai.

Penerbit pun tidak tahu nama penulis sebenarnya. Mereka hanya tahu "Willie Salim" adalah sosok perempuan. Bahkan transaksi pun dilakukan lewat asistennya. Ahh benar-benar misterius bukan?

Itulah yang menjadi sebab kebingungan Zevana kala menerima kiriman yang diatas namakan Willie Salim yang notabennya adalah dirinya sendiri. Siapa gerangan pengirim yang selama ini selalu mengirim bekal makanan, baju, hingga hadiah lain. Apakah sejenis sasaeng? Ahh Zevana jadi ngeri sendiri.

Zevana segera berkutat dengan laptopnya untuk membalas setiap e-mail yang masuk. Sesekali tangannya sibuk mengotak atik ponsel berlogo apel dimakan separuh itu. Hingga jam menunjukkan pukul lima sore. Segera Zevana beranjak untuk mandi dan menyiapkan makan malam yang lagi- lagi hanya untuknya sendiri.

Waktu terus bergulir, hari telah berganti. Sejak kejadian malam itu, Zevana tidak pernah pulang ke apartemen Rayhan. Kebetulan sekali dirinya mendapatkan shift malam. Beberapa hari yang lalu Dokter cantik itu sempat demam hingga dua hari. Beruntung dirinya seorang Dokter jadi bisa merawat dirinya sendiri dengan baik.

Selama Zevana tidak pulang ke apartemen Rayhan, sudah ratusan kali Rayhan menghubungi tapi tidak Ia gubris sama sekali. Zevana bahkan sudah mengurus surat cerai mereka. Namun, Rayhan tak kunjung juga menanda tangani surat cerai yang di kirim pengadilan.

📱 "Kamu dimana?"

📱 "Mari bertemu, kita obrolkan ini jangan menghilang begitu."

📱 "Berkali-kali aku ke rumah sakit tapi mereka bilang kamu jaga malam. Tapi saat malam pun aku tidak menemukan mu. Zevana tolong beri aku kesempatan untuk perbaiki semua."

📱 "Ayo, kita bertemu."

📱 "Aku tidak akan pernah tandatangani surat itu. Selamanya kamu adalah istri ku dan jangan bermimpi untuk pergi dari ku."

Begitulah kiranya isi pesan Rayhan yang di ulang berkali-kali. Ahh, Zevana lelah sendiri membaca notif yang masuk. Eh, tunggu! Bukankah Rayhan orang yang berpengaruh di negri ini? Kenapa hanya mencari posisi Zevana saja tidak bisa? Apa otaknya mendadak bodoh? Ahh entahlah, Zevana tidak mau memusingkan hal itu.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Pov Rayhan

Aku kebingungan mencari wanita yang sudah kuroda paksa. Lagi-lagi karena obat si*lan itu. Sudah berkali-kali aku hubungi tapi tidak di respon. Begitu pun dengan chat dan pesan yang aku kirim. Frustasi aku dibuatnya, bahkan orang-orang ku tidak bisa melacak keberadaan istri ku.

Yah, Zevana adalah istri sah ku. Walau beberapa hari yang lalu aku menerima surat cerai yang harus aku tandatangani. Aku tidak akan pernah melepasnya setelah apa yang aku ambil darinya. Aku tidak sepicik itu dan aku tidak sebodoh itu melepaskan wanita seperti Zevana. Hais, aku baru saja sadar betapa beruntungnya aku menikahi Zevana.

Masih ku ingat jelas bulir bening yang membasahi pipi mulus Zevana kala aku mengukungnya. Ahh lagi dan lagi rasa sesal itu menyeruak dalam hati ku. Semoga masih ada kesempatan kedua untuk ku memperbaiki segalanya.

"Sepertinya aku harus mulai dengan cara menguntit. Astaga! Semoga tidak ada berita seorang Rayhan Alfarizi William menguntit istrinya sendiri." Monolog Rayhan dengan mata yang menatap jauh keluar jendela ruangan kantor miliknya.

Setelah jam kantor usai, aku segera mengayunkan kaki ku menuju parkiran basement. Feeling ku mengatakan kalau Zevana mendapat jadwal jaga malam. Segera aku melajukan mobil ku menuju rumah sakit terbesar di tanah air itu.

Yah, terbesar karena rumah sakit yang dimiliki oleh mertua ku itu sudah memiliki banyak cabang di dalam negeri. Bahkan yang aku dengar ada satu cabang baru di negara tetangga. Memang bukan dari keluarga sederhana istri ku itu. Bodohnya aku yang malah menyakitinya hanya karena wanita yang.. Ahh sudahlah, aku tidak ingin membahasnya.

Jika aku pikir kembali tidak ada celah kekurangan dari Zevana. Cantik, cerdas, baik, sopan, dan yang pasti sholehah. Aku dengar banyak lelaki yang ingin meminangnya bahkan bukan dari kalangan orang biasa. Pebisnis dari luar negeri dalam negeri bahkan sekelas gus dan juga orang penting dari arab pun juga ada.

Ya Allah, benar-benar bodoh aku ini. Kenapa dengan mata ku hingga tidak bisa melihat wanita yang MaaSyaaAllah didepan ku. Oke aku akan fokus pada Zevana, aku tidak mau tahu. Aku harus bisa segera berbicara dengannya sebelum semua diketahui oleh keluarganya maupun keluarga ku. Bisa-bisa digorok aku oleh Kakek.

Dan disinilah aku kini, diparkiran basement rumah sakit Hermina. Aku melihat mobil sport Zevana berada tak jauh dari tempat ku parkir. Beruntung hari ini aku memakai mobil ku yang lain, jadi Zevana tidak akan tahu kalau aku menguntit.

Aku sudah sesiap itu untuk menguntit wanita yang aku nikahi hampir dua bulan. Sebelumnya aku sudah mampir ke minimarket untuk membeli camilan dan minuman. Mengingat Zevana shift malam tentu pulangnya akan sangat larut bahkan mungkin pagi buta. Aku sudah seperti berkemah saja.

Tepat pukul dua dini hari, aku melihat Zevana keluar bersama seorang lelaki. Kutajamkan mata ku demi melihat siapa sosok lelaki itu. Bukankah itu Mifyaz? Anak kolega ku yang tempo itu merayakan kelulusan. Jadi, dia bekerja disini? Melihat ke akraban mereka berdua tentu membuat ku berfikir kalau mereka sedekat itu. Apa lagi tatapan Mifyaz kepada Zevana. Jelas sekali kalau lelaki itu menyimpan rasa pada istri ku.

Begitu mereka berpisah dan mobil Zevana melaju, akupun segera menyalakan mesin mobil dan menyusul mobil Zevana.

To Be Continued...