"Papa tidak setuju jika kamu menikah dengannya Lea! Usianya saja berbeda jauh denganmu, lagipula, orang macam apa dia tidak jelas bobot bebetnya."
"Lea dan paman Saga saling mencintai Pa... Dia yang selama ini ada untuk Lea, sedangkan Papa dan Mama, kemana selama ini?."
Jatuh cinta berbeda usia? Siapa takut!!!
Tidak ada yang tau tentang siapa yang akan menjadi jodoh seseorang, dimana akan bertemu, dalam situasi apa dan bagaimanapun caranya.
Semua sudah di tentukan oleh sang pemilik takdir yang sudah di gariskan jauh sebelum manusia di lahirkan.
Ikuti ceritanya yuk di novel yang berjudul,
I Love You, Paman
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aurora.playgame, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 20 - Fall in Love
Selepas kejadian di depan rumah tadi, kini Saga dan Nadia berjalan beriringan di tepi sungai tidak jauh dari rumah Saga.
Sore itu, angin bertiup lembut, membawa aroma khas pepohonan dan air yang tenang. Langkah mereka pelan, seolah menikmati momen yang jarang terjadi di antara kesibukan hari-hari mereka.
"Lea sangat cantik, pasti wajah kakakmu juga cantik," ucap Nadia dengan senyum hangat.
Mendengar ucapan Nadia, langkah Saga pun terhenti, lalu pandangannya tertuju ke arah langit senja yang mulai memerah.
Dengan gerakan pelan, Saga mengambil sebuah batu kecil dan melemparkannya ke permukaan air. Batu itu pun melompat beberapa kali sebelum akhirnya tenggelam.
"Lea itu bukan anak dari kakakku," ucap Saga perlahan.
Nadia yang tidak menduga jawaban itu pun menoleh ke arah Saga dengan ekspresi bingung. "Apa maksudmu?," tanyanya, penasaran.
"Sekitar sepuluh tahun yang lalu, aku menemukannya di hutan," ucap Saga, mengingat kenangan yang seolah terbuka kembali. "Dia seorang gadis kecil yang kehilangan orang tuanya dan tersesat di tengah hutan, sendirian," lanjutnya.
"Apa?." Nadia pun terkejut mendengar cerita itu. "Jadi selama ini, kamu merawat dan membesarkan Lea seperti keponakanmu sendiri, padahal dia bukan keluargamu?," tanyanya pelan, dengan rasa kagum.
"Ya," jawab Saga sambil menatap jauh ke arah sungai yang tenang.
"Beberapa kali aku sudah berusaha untuk menemukan orang tuanya, tapi setiap kali mencoba, dia malah menjadi korban dari orang-orang jahat yang menculiknya. Sejak saat itu, aku tidak percaya lagi pada siapapun dan memutuskan untuk merawatnya sendiri."
Nadia terdiam dan merenungkan pernyataan Saga yang berat itu. Saat ini, ada keheningan yang seolah menggantung di antara mereka.
Hanya ada suara air sungai yang mengalir lembut diiringi desiran angin yang menemani mereka.
"Pantas saja dia bersikap seperti itu," gumam Nadia, namun tetap terdengar oleh Saga.
Saga mengernyit lalu menatap Nadia dengan bingung. "Apa maksudmu?," tanyanya.
Nadia menghela napas dan tersenyum kecil. "Mungkin Lea merasa cemburu padaku," ujarnya sambil menatap mata Saga.
"Cemburu?."
Saga tertawa kecil karena merasa ide itu tidak masuk akal. "Ada-ada saja, dia masih kecil, mana mungkin mengerti arti cemburu," balasnya sambil tersenyum, meski di dalam hatinya ada rasa ragu.
"Perempuan itu berbeda, Saga. Perasaannya lebih sensitif. Dengan perasaannya saat ini, mungkin dia merasa cemburu karena kedekatan kita, dia merasa seakan aku akan merebutmu darinya."
Saga terdiam mendengar penjelasan itu. Kata-kata Nadia seakan menggema di pikirannya, mengingatkannya pada tingkah laku Lea belakangan ini yang berubah-ubah.
Semua itu tiba-tiba masuk akal hingga membuat Saga melihat situasi dari sudut pandang yang berbeda. "Jadi, itu sebabnya...," gumamnya pelan.
Mereka pun melanjutkan perbincangan dengan berbagai topik lain hingga hari mulai gelap dan Nadia pun segera berpamitan.
**
"Lea, kita bisa bicara?."
Saat malam hari, Saga menghampiri Lea yang sedang belajar di kamarnya. Meski tidak bersemangat, Lea pun mengikuti langkah Saga dan mereka pun duduk ruang keluarga.
Saga menatap Lea yang kini hanya fokus pada bukunya seolah menghindari tatapan Saga meski sedang berhadapan dengannya.
"Apa Paman menggangu belajar kamu? Kalau begitu kita bicara besok saja," ujarnya, mencoba memberi ruang jika Lea tidak ingin berbicara sekarang.
"Tidak kok, memangnya Paman mau bicara apa?," jawab Lea seraya mengangkat wajahnya dan menutupkan bukunya.
Saga merasa lega karena Lea mau merespon pertanyaannya. "Paman hanya ingin tahu, bagaimana keseharian kamu di sekolah. Paman lihat akhir-akhir ini kamu terlihat murung. Apa ada yang mengganggu pikiranmu? Dan kejadian di gedung sekolah itu?."
Lea menunduk sambil memainkan ujung bukunya, seolah mencari-cari kata untuk di katakan. Melihat Lea yang hanya terdiam, Saga pun mencoba mencari topik lain.
"Kamu tahu tidak, Paman dulu waktu sekolah paling suka pelajaran olahraga. Soalnya bisa lari-lari di lapangan, main bola, sama teman-teman," ujar Saga sambil tersenyum, mencoba mengajak Lea berbicara dengan lebih santai.
Lea melirik Saga sejenak dan tertarik dengan cerita itu meski masih enggan untuk berbicara.
Namun, Saga tidak menyerah. "Tapi, yang paling seru, Paman itu dulu paling suka kalau guru ngajak belajar di luar kelas. Jadi, sambil belajar bisa main-main juga, nggak bikin ngantuk."
Lea akhirnya tersenyum kecil karena merasa cerita Saga itu lucu.
"Kalau Lea, Lea suka banget pelajaran seni. Gurunya seru, terus Lea suka menggambar. Apalagi kalau ada tugas bikin karya, Lea selalu semangat ngerjainnya."
Saga merasa lega melihat Lea mulai terbuka dan mulai mau bicara. "Oh ya? Wah, Paman jadi penasaran deh, gambar apa saja yang suka kamu buat?."
Lea pun semakin bersemangat bercerita, seolah melupakan segala perasaannya. "Lea suka gambar pemandangan, atau kadang kalau ada ide, Lea suka gambar karakter-karakter lucu. Gurunya suka, bahkan beberapa kali karya Lea dipajang di kelas!."
"Hebat sekali Lea. Paman jadi bangga dengar cerita kamu. Tapi... selain itu, ada hal lain yang mau Lea ceritakan?."
Lea mendadak terdiam dan suasana pun kembali hening sejenak. Namun, karena sudah merasa nyaman, akhirnya Lea mulai berbicara lagi pelan-pelan.
"Di sekolah... kadang ada anak-anak yang suka ganggu Lea. Mereka sangat jahil, dan kadang suka ngerjain Lea di kelas."
"Lea, kenapa nggak bilang dari awal sama Paman? Mungkin paman bisa bantu kamu."
"Lea nggak mau ngerepotin Paman. Lagipula, Lea pikir mereka nggak akan ganggu lagi kalau Lea nggak ngelawan."
"Lea, kamu nggak pernah ngerepotin Paman. Kamu harus ingat, kalau ada yang ganggu kamu, Paman akan selalu ada buat kamu."
"Tapi, sekarang Lea nggak apa-apa, kok. Lea sudah lebih kuat. Lagipula, sekarang Lea punya teman-teman yang baik di kelas. Mereka yang bikin Lea semangat belajar."
"Itu bagus, Lea. Paman senang kamu punya teman-teman yang baik. Tapi ingat, kalau ada masalah, apapun itu, kamu harus cerita sama Paman. Jangan simpan sendiri, ya?"
"Iya, Paman. Lea janji," balasnya dengan senyum yang lebih tulus.
**
Sejak hari itu, hubungan mereka menjadi dekat kembali. Apalagi dengan Nadia yang sekarang tidak sering berkunjung, membuat Lea merasa jika hubungan dirinya dan Saga aman.
Mereka sering menghabiskan waktu bersama di sela-sela kesibukan Saga yang bekerja dan Lea yang sibuk mempersiapkan ujian akhir SMP.
Setiap sore, setelah pulang sekolah, Lea sering membantu Saga menyelesaikan pekerjaannya di rumah, sementara Saga mendengarkan Lea bercerita tentang harinya di sekolah.
Suatu hari di taman kota...
Saga dan Lea sedang duduk di bangku taman kota, menikmati sore yang cerah. Lea menatap langit biru yang mulai dihiasi awan tipis, sementara Saga sibuk membaca sebuah buku yang dibawa Lea.
Sore itu, suasana begitu tenang dan damai, hanya suara burung berkicau yang menemani mereka.
"Paman, suka bukunya?."
"Ini buku tentang seni fotografi. Paman tertarik tentang teknik-teknik baru."
"Paman selalu punya hobi yang menarik. Lea jadi ingin tahu lebih banyak tentang fotografi."
"Kalau kamu tertarik, Paman bisa ajarin. Kita bisa pergi ke tempat-tempat yang bagus untuk memotret. Siapa tahu, kamu punya bakat jadi fotografer."
"Lea mau! Kapan kita mulai?," jawab Lea seraya tersenyum manis karena senang dengan tawaran itu.
"Bagaimana kalau akhir pekan ini? Paman akan ajak kamu ke bukit di pinggir kota. Pemandangannya indah, dan itu tempat yang bagus untuk belajar."
"Deal! Lea nggak sabar!," balas Lea dengan terus mengangguk dan sangat bersemangat.
Bersambung...