NovelToon NovelToon
Midnight Rain

Midnight Rain

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / CEO / Kaya Raya / Angst / Romansa / Roman-Angst Mafia
Popularitas:5.4k
Nilai: 5
Nama Author: AYZY

Pada mulanya, sebuah payung kecil yang melindunginya dari tetesan hujan, kini berubah menjadi sebuah sangkar. Kapankah ia akan terlepas dari itu semua?



Credits:

Cover from Naver

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon AYZY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Clam Chowder

Andrew masih menyimpan ponsel milik Stella. Banyak panggilan tak terjawab dari Sean, namun Andrew jelas mengabaikannya. Pagi ini di kantor, ia sedang memeriksa kolom pesan Stella dengan wajah tertekuk. Johan yang melihatnya langsung bergidik ngeri.

"Andrew, tumben sekali kau terpaku dengan benda itu!"

"Diamlah, Jo!"

Johan kembali terhenyak. Rupanya Andrew memang tidak bisa diganggu. Apalagi, wajahnya terlihat serius saat mengutak-atik benda yang menurut Johan sangat dibenci oleh Andrew tersebut, namun pria itu kini memilikinya.

Di sisi lain, Andrew mulai kehilangan selera humor. Pria itu membaca percakapan antara Stella dan Sean mulai dari awal sampai hingga akhir. Hampir semuanya, Sean yang memiliki inisiatif untuk mengirim pesan duluan. Dan isi pesan itu sama sekali tidak penting menurutnya seperti; menanyakan sudah makan atau belum, sudah tidur atau belum, dan lain sebagainya. Lama-lama Andrew muak, namun ia cukup puas dengan cara Stella menjawab pesannya. Itu sangat singkat, minim emotikon, dan gadis itu sama sekali tidak pernah menanyakan hal yang sama padanya. Andrew tersenyum senang. Detik berikutnya, ia mendapati Stella mengirim pesan ke nomornya seminggu yang lalu.

Punggung Andrew langsung tersentak ke depan, ia mengerutkan kening dan secepat kilat, ia membuka kolom chatnya untuk membaca pesan yang dikirimkan oleh Stella untuknya.

Andrew, aku ingin minta bantuanmu. Bolehkah?

Satu jam setelahnya ....

Ya sudah kalau kau sibuk, lupakan saja.

Ia tidak menjawab pesan tersebut, dan bahkan tidak membacanya.

Andrew menghela napas kasar. Detik berikutnya, ia melempar ponsel itu begitu saja ke atas meja kerjanya yang dipenuhi oleh tumpukan berkas. Johan yang sedari tadi meliriknya diam-diam pun ikut menarik napas dalam-dalam.

"Ada apa? Lagi?"

"Mengapa ia tidak mengatakannya secara langsung?" Andrew menerawang ke arah langit-langit—berpikir dengan keras.

"Siapa yang kau maksud?"

Andrew memutar kursinya menghadap Johan dengan cepat setelah ia menyadari sesuatu. "Dan kau, bukankah sudah kukatakan padamu untuk memberitahuku jika Stella mengirimiku sebuah pesan?"

"Bukankah terakhir kali kau menyuruhku untuk tidak menghiraukan pesan dari siapapun?" Johan gagal menikmati kopi paginya, ia meletakkan cangkir kopi itu dengan kasar di atas meja setelah hampir meminumnya, "jangan bilang kau melupakannya," lanjutnya.

Johan melirik sebuah ponsel yang tergeletak tak berdaya jauh di meja sana. "Akhirnya kau membutuhkan ponsel itu," ucap Johan sembari mengangkat cangkirnya kembali.

"Itu milik Stella."

Johan benar-benar menyemburkan kopinya kali ini, ia menatap Andrew tak percaya. "Apa katamu? Kau gila?"

"Sejak awal aku memang ingin mengembalikan ponselnya saat ia berada di rumahku. Namun, pria sialan itu terus menghubunginya, jadi aku tidak ingin mengembalikannya."

Johan kehilangan selera minumnya. Ia benar-benar meletakkan cangkir itu jauh-jauh dari sisinya sebelum berkata, "tetap saja itu berlebihan. Stella tidak akan senang dengan sikapmu itu. Terus terang, jika aku menjadi Stella, aku akan sangat marah padamu."

Tak lama kemudian, ponsel itu berdering. Andrew mengangkatnya dan melihat siapa yang menelpon.

"Siapa?" Johan penasaran.

"Sean," jawab Andrew masam.

"Coba angkat saja. Jika tidak, pria itu akan terus mencarinya."

Andrew mengangkat telpon sekaligus mengaktifkan mode speaker agar Johan bisa mendengarnya.

"Stella, akhirnya kau menjawab panggilanku. Kau di mana? Sudah beberapa hari ini kau tidak ada di rumah, apa yang sebenarnya sedang terjadi? Apa kau baik-baik saja, Stella? Stella? Kau mendengarkanku kan? Aku sangat mengkhawatirkanmu."

Andrew mengangkat sebelah alisnya. "Sebenarnya di sini siapa pacarnya? Kau atau aku?"

Deg. Jantung Johan seolah sedang melompat keluar. Bisa-bisanya Andrew langsung menyerangnya seperti itu. Rasanya ia tidak ingin berada di satu ruangan yang sama dengan Andrew, atau kalau tidak ia tidak akan sanggup mendengarnya. Namun di sisi lain, ia juga sangat penasaran. Maka dari itu, ia tetap duduk dengan tenang di bangkunya seraya menyeruput kopi dan berpura-pura tidak mendengar apapun.

Lama tidak ada jawaban. Suasana di kantor pribadi milik seorang Direktur itu lengang. Hanya ada suara burung berkicauan di luar sana yang terdengar.

"Andrew? Kau kah itu?"

Andrew hanya diam.

"Apa yang kau lakukan pada Stella? Mengapa ponselnya ada padamu?!"

Johan berdehem. Entah mengapa, saat ini jantungnya ikut berdetak kencang, seolah merasakan ketegangan yang dirasakan oleh Sean saat ini meskipun hanya mendengar nada suaranya dari balik ponsel.

"Mengapa kau sangat peduli padanya? Memangnya siapa kau berani bertanya seperti itu?"

"Kau apakan dia? Dia tidak pernah pulang ke rumahnya. Bahkan temannya saja tidak tahu dia pergi kemana. Wajar saja kan jika aku curiga padamu?"

Andrew memijat pelipisnya. Inilah alasan mengapa ia malas mengangkat telepon dari pria itu.

"Sudah cukup, itu bukan urusanmu—"

"Jangan sakiti dia, Andrew. Atau kalau tidak aku benar-benar akan membuatmu hidup seperti di neraka!"

Andrew terkekeh. "Omong kosong macam apa itu?"

Oh Tuhan, harusnya tadi aku tidak menyuruhnya untuk mengangkat telepon! batin Johan di balik mejanya. Diam-diam ia menyesali keputusannya. Ia sudah tidak tahan mendengar pertengkaran antara dua orang pria yang sama-sama keras kepala seperti mereka.

"Aku sedang tidak bercanda. Ingatlah selalu kata-kataku."

"Baiklah kalau begitu, aku juga ingin mengatakan sesuatu padamu. Berhenti menghubunginya, aku bisa menjaganya dengan baik dan kau sama sekali tidak berhak ikut campur atas hubungan kami. Stella baik-baik saja bersamaku, jadi berhentilah untuk mendekatinya dengan cara seperti itu. Itu tidak akan berhasil."

Belum sempat Sean menjawab, Andrew sudah lebih dulu memutus panggilan teleponnya. Pria itu segera memblokir nomor Sean dan menyimpan ponsel itu di balik saku jasnya.

Mengapa ada pria seperti itu di dunia ini? Johan mengeluh di dalam hati. Pria itu terlalu terobsesi pada Stella. Betapa kasihannya gadis itu....

~*~

Andrew pulang ke rumah sore ini. Beruntung pekerjaannya selesai dengan cepat. Ia dapat beristirahat dengan lebih lama dari hari-hari biasanya. Namun, ada yang berbeda saat ia mulai masuk ke dalam rumah. Ia dapat mencium aroma kerang yang sedang diolah dari arah dapur. Maka setelah mandi dan mengganti pakaiannya dengan kaos berbentuk T warna putih, ia menuju ke arah dapur yang selama hidupnya tidak pernah ia kunjungi sekalipun.

Saat ia berada di ambang pintu tanpa penghalang apapun, ia refleks menghentikan langkahnya. Ia bersandar pada dinding sekat pintu seraya menekuk lengan tangannya di atas dada. Pria itu memperhatikan seorang gadis yang tengah mengisi dapurnya tanpa menghiraukan apapun, seolah itu adalah dapur miliknya. Gadis itu tampak fokus dengan apa yang saat ini tengah ia lakukan. Memasak. Ya, gadis itu sedang memasak sebuah hidangan hangat untuk dirinya. Entah apa yang membuatnya akhirnya memutuskan untuk keluar dari dalam kamar dan mengambil alih salah satu pekerjaan Marlowe. Yang ada di pikirannya saat ini hanyalah, ia hanya ingin menikmati waktunya di sore hari yang cerah ini. Meskipun hujan gerimis sedang melanda di luar sana.

Ia hanya berpikir bahwa Andrew tidak akan pulang cepat, jadi ia memiliki kesempatan untuk menghirup udara segar di dapur yang berbatasan langsung dengan taman belakang.

Stella memulai dengan memotong bahan dasar, seperti bawang Bombay, paprika, dan kerang tahu untuk membuat Clam Chowder—semacam sup kerang yang dihidangkan bersama roti khas Amerika.

Saat gadis itu mulai berbalik arah—hendak membuka kulkas yang berada di belakangnya. Niatnya hanya untuk mengambil sayur-sayuran yang ada di sana—pembantu rumah tangga bilang ia bebas menggunakan dapur itu sesuka hati karena Andrew tidak akan pernah peduli dengan isinya.

Namun, belum juga selangkah, pergerakannya sudah terhenti saat ia melihat Andrew berdiri di depan sana seraya menatap lurus ke arahnya. Detik berikutnya, pria itu mulai berjalan ke arahnya, membuat detak jantungnya semakin tidak terkendali.

...CHAPTER END...

1
🌸Ar_Vi🌸
laaahh.. kok gitu.. di eksekusi langsung stella nya.. /Chuckle/
AYZY: gua yang deg degan /Drowsy/
total 1 replies
🌸Ar_Vi🌸
lanjuut..
🌸Ar_Vi🌸
rumit keknya ya thor..
saran aja nih.. kalau buat cerita misteri, updatenya sehari 3 x.. supaya pembacanya ga kentang.. /Chuckle//Kiss/
AYZY: lagi sakit kepala 😣😭
🌸Ar_Vi🌸: semangat kakak.. /Applaud/
total 3 replies
🌸Ar_Vi🌸
selowww banget ya ceritanya.../Bye-Bye/
AYZY: wkwk gimana, lanjut nggak
total 1 replies
AYZY
jika kamu tidak akan melakukan apa pun malam ini, bagaimana kalau kamu melakukan sesuatu untukku?
AYZY
kalau aku tak datang siapa yang bisa menggantikanku ya?
AYZY
sepanjang waktu aku menunggumu untuk memintaku ikut denganmu. karena aku hanya ingin mendengarnya darimu
AYZY
Aku baru saja bangun, ada apa?
aqua_ rine
/Chuckle/
aqua_ rine
buset
aqua_ rine
tuh kan
aqua_ rine
bener bener ya lu
aqua_ rine
parahh
aqua_ rine
awokwowk
aqua_ rine
masak sih
aqua_ rine
/Frown//Frown//Frown/
aqua_ rine
omegattt
aqua_ rine
Stella, run 😭😭😭
AYZY: /Facepalm//Facepalm/
total 1 replies
ruhe
moga lancar ka ❤👍
AYZY: thanks 💛💜
total 1 replies
AYZY
kamu pasti setuju denganku kan?
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!