NovelToon NovelToon
Strange Rebirth

Strange Rebirth

Status: sedang berlangsung
Genre:Reinkarnasi / Sistem / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Teen School/College / Mengubah Takdir / Transmigrasi ke Dalam Novel
Popularitas:1.3k
Nilai: 5
Nama Author: Lemonia

Reyna dikirim ke masa lalu setelah berhasil menjebloskan suaminya kedalam penjara.

"Kenapa baru sekarang? Kenapa aku kembali saat aku sudah terbebas dari baj*ngan itu?"

.

"<Bos! kamu membuat mereka lebih dekat! Lakukan sesuatu bos!>"

"Biarkan saja dulu. Sistem, dimana tokoh antagonis sekarang?"

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lemonia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 20: Pergi ke Rumah sakit

Malam itu, Jaden tengah asyik menikmati acara televisi ketika tiba-tiba pintu depan terbuka lebar, menyambut kedatangan ibu dan ayahnya yang baru pulang dari perjalanan bisnis. Namun, Jaden bisa melihat wajah wanita paruh baya yang jauh dari tenang. Matanya membesar dengan kekhawatiran yang jelas terpancar, seolah ada sesuatu yang jauh lebih serius dibandingkan sekadar kelelahan setelah perjalanan panjang.

“Radit! Kamu jatuh dari tangga?!” serunya begitu masuk ke ruang tamu, langsung menghampiri anak semata wayangnya. Tanpa menunggu jawaban, ia sudah memeriksa kepala dan tangan Jaden, seperti dokter yang sedang mencari luka serius.

Jaden baru menyadari bahwa wanita itu ibunya dan sepertinya pria paruh baya yang disana adalah ayahnya.

“Bu, aku baik-baik saja,” keluhnya sambil mencoba menghindari tangan ibunya yang kini sibuk meraba keningnya. “Cuma terpeleset, tidak ada yang parah.”

“Tapi ibu dengar kamu jatuh dari tangga! TANGGA, Radit!” Mata ibunya melebar seakan kejadian itu adalah sebuah bencana besar. "Kenapa kamu tidak berpikir? Bagaimana jika jatuhmu lebih parah? Kepalamu terbentur? Kamu bisa mengalami gegar otak, Radit! Atau bahkan tulang belakangmu bisa patah!"

Bagaimana jika Jaden mengatakan padanya bahwa jiwa anaknya hilang dan digantikan olehnya? Dia yakin Ibunya akan mengundang orang pintar untuk menendang jiwanya keluar dari raga anaknya.

""

Ibu menghela napas panjang, "Harusnya Ibu langsung pulang begitu dapat kabar kamu jatuh, tapi ayahmu ini..."

Ayahnya langsung terjengit, merasa dirinya tiba-tiba disalahkan.

Jaden menggeleng pelan, mengembuskan napas panjang. "Aku benar-benar baik-baik saja, Bu, serius."

Namun, ibunya belum juga berhenti. "Ini sudah yang kedua kalinya, loh! Ingat waktu liburan keluarga kemarin? Kamu jatuh dari motor! Kenapa kamu jadi sering jatuh? Apa ada yang salah dengan keseimbangan tubuhmu? Mungkin kamu kekurangan vitamin? Harusnya Ibu beliin kamu lebih banyak suplemen. Atau... jangan-jangan kita harus periksa ke dokter saraf? Aduh, Ibu lupa tadi mau pesan vitamin di apotek!"

Jaden tertawa kecil, tapi langsung terdiam begitu melihat ibunya serius. “Bu, itu tidak perlu. Jatuh seperti itu tidak ada apa-apanya bagiku.”

Namun, ibunya tetap tak tenang. Dia sudah sibuk mengambil ponsel dan membeli beberapa vitamin secara daring. “Besok kita ke dokter. Ibu tidak mau ambil risiko! Siapa tahu kamu ada cedera dalam yang tidak kelihatan.”

Ayahnya, yang sejak tadi diam di belakang, akhirnya ikut bicara. “Bu, Radit baik-baik saja. Tidak perlu sampai ke dokter segala.”

Jaden mengangguk dengan semangat penuh persetujuan.

Ibunya menoleh dengan pandangan penuh cemas. “Kamu nggak lihat apa? Dia bisa cedera parah! Kalau ada apa-apa sama Radit, kita gimana? Kita nggak bisa kehilangan dia!”

Jaden hanya bisa menghela napas lelah. “Bu, aku baik-baik aja. Lihat, nggak ada luka sama sekali.”

Namun, ibunya tetap bergeming. “Ibu tidak mau dengar! Besok kita periksa, titik! Kamu sering jatuh begini, pasti ada sesuatu yang nggak beres.”

Jaden tahu, tak ada gunanya berdebat dengan wanita paruh baya ini yang sudah terlanjur protektif. Ia hanya bisa menyerah sambil menatap ayahnya, meminta bantuan. Ayahnya hanya tersenyum simpul dan mengangkat bahu, tanda tak bisa menolong.

""

"Apakah tidak mempengaruhi alur cerita?"

""

“Baiklah, bu. Besok kita ke dokter,” jawab Jaden akhirnya, pasrah.

Ibunya langsung tersenyum lega, seakan masalah besar baru saja terselesaikan. “Nah, itu baru benar. Ibu cuma mau kamu sehat dan aman, sayang.”

Jaden hanya mengangguk, meski dalam hati tahu kalau besok ia akan menghabiskan waktu di ruang tunggu dokter hanya untuk mendengar diagnosa bahwa ia sehat-sehat saja.

...****************...

Keesokan paginya, suasana di rumah Jaden terasa canggung. Sang ibu bersikeras membawa Jaden ke dokter, meskipun Jaden sudah berkali-kali meyakinkan bahwa dirinya baik-baik saja. Mobil keluarga melaju menuju Rumah sakit terdekat, dengan ibunya di kursi depan, tampak serius sambil sesekali melirik ke belakang untuk memastikan kondisi Jaden, sementara ayahnya menyetir dengan tenang, berusaha menghindari konfrontasi.

Jaden duduk di kursi belakang, merasa malu. Di usianya yang sudah dewasa, masih diantar ke dokter oleh kedua orang tuanya.

""

"Bahkan mereka bukan orang tuaku yang sesungguhnya."

""

"Diam, sialan!"

...****************...

Ruangan tunggu terasa lebih sesak bagi Jaden. Ia duduk dengan gelisah, mengamati ibunya yang sibuk menggulir ponsel, mungkin mencari artikel tentang cedera atau vitamin yang dibutuhkan remaja sepertinya. Ayahnya hanya duduk tenang di samping, sesekali menepuk pundak Jaden untuk menenangkannya.

'Kamu tidak mampu menghentikan istrimu dan sekarang kamu memberiku tatapan menyedihkan seperti itu, hentikan!'

“Naraditya Jaden,” panggil seorang perawat dari pintu ruangan dokter.

Jaden bangkit dan berniat memasuki ruang pemeriksaan. Namun ibunya sudah lebih dulu mendahuluinya.

'Ayolah...'

Sang dokter, pria paruh baya dengan kacamata tebal, menyambut mereka dengan senyum hangat. "Selamat pagi, ada yang bisa saya bantu?"

Ibu Radit langsung angkat bicara. "Dok, anak saya kemarin jatuh dari tangga di sekolah. Saya khawatir ada cedera dalam yang tidak terlihat."

Dokter mengangguk tenang, lalu menoleh ke arah Jaden. "Oke, Radit. Apa yang kamu rasakan setelah jatuh? Ada pusing atau nyeri di bagian tertentu?"

Jaden menggeleng cepat. "Tidak ada, Dok. Hanya sedikit lecet di tangan, tapi sudah sembuh sekarang."

Dokter memeriksa dengan teliti, meminta Jaden berdiri, berjalan, dan melakukan beberapa gerakan untuk memastikan tidak ada yang salah. Setelah beberapa menit, dokter kembali duduk dan tersenyum. "Radit baik-baik saja. Tidak ada tanda-tanda cedera serius. Hanya lecet biasa, dan itu sudah sembuh."

Ibu Radit masih terlihat belum puas. "Tapi, Dok, dia akhir-akhir ini sering jatuh. Waktu liburan kemarin, dia jatuh dari motor. Saya takut ada sesuatu yang salah dengan koordinasi tubuhnya."

Dokter tersenyum sabar. "Kadang, kejadian jatuh beruntun bisa kebetulan saja, Bu. Tapi jika Ibu khawatir, saya bisa merujuk Radit untuk pemeriksaan lebih lanjut, seperti tes saraf atau keseimbangan."

Jaden buru-buru menyela, "Dok, saya benar-benar baik-baik saja. Mungkin cuma sial aja akhir-akhir ini."

"Radit,"

Dokter tersenyum dan menatap ibunya. "Dari hasil pemeriksaan saya, tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Namun, kalau ke depannya Radit merasa pusing, sering jatuh tanpa sebab, atau ada gejala aneh lain, baru kita lakukan pemeriksaan lebih mendalam."

Ibu Radit akhirnya mengangguk pelan, meski masih tampak sedikit ragu. "Baiklah, Dok. Terima kasih."

...****************...

Jaden dan ibunya baru saja melangkah keluar dari ruang pemeriksaan dokter ketika matanya tiba-tiba tertumbuk pada sosok yang tak asing. Seorang gadis berambut panjang tergerai dengan setelan sederhana—kaus longgar dan celana jins. Meski penampilannya tampak kusut, ada sesuatu yang menarik perhatian Jaden, membuatnya sulit mengalihkan pandangan.

"Luna?" gumam Jaden pelan, hampir tak percaya.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!